BPJS Kesehatan Berutang ke RSUZA, Sebesar Rp 107 Miliar

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr dr Azharuddin SpOT-(K) Spine FICS

BANDA ACEH - Direktur Rumah Sakit Umum dr Zainoel Arifin (RSUZA) Banda Aceh, Dr dr Azharuddin SpOT-(K) Spine FICS mengatakan, pihaknya harus meminjam dana ke bank pelayanan kesehatan di rumah sakit milik pemerintah itu tetap berjalan normal. Berutang ke bank terpaksa dilakukan, karena BPJS Kesehatan belum membayar tunggakan klaim layanan pasien JKN/JKA selama tiga bulan (Juli-September) sebesar Rp 107 miliar.

“Total pinjaman RSUZA di beberapa bank syariah saat ini sekitar Rp 60 miliar. Kita tidak terlalu khawatir dengan pinjaman itu karena nilainya masih di bawah nilai tagihan tunggakan BPJS Kesehatan yang mencapai Rp 107 miliar, ” ungkap Azharuddin.

Dijelaskan, utang Rp 60 miliar ke bank dimaksudkan agar pelayanan kesehatan dan operasional rumah sakit bisa berjalan normal, tanpa harus mengurangi sedikitpun, hak-hak layanan berobat pasien. Selain itu juga untuk pengadaan bahan habis pakai medis. Barang habis pakai itu, kata Azharuddin, harus selalu tersedia di masing-masing poli dan bidang layanan, dan tak boleh kosong stok. “Stok barang medis habis pakai itu harus tersedia untuk dua atau tiga bulan ke depan.”

Jadi, kebijakan yang diambil sejumlah rumah sakit meminjam dana ke bank, akibat belum dibayarnya tunggakan klaim dari BPJS Kesehatan jangan cepat-cepat dinilai negatif. Karena kebijakan itu dilakukan untuk kenyamaman semua pihak.  “Langkah itu juga untuk menjaga agar operasional  rumah sakit tetap berjalan normal dan keuangan tetap bagus.. Selain itu, pelayanan terhadap pasien juga tetap terlaksana  dengan baik,” ujarnya.

Dikatakan Azharuddin, untuk mengatasi bunga pinjaman rumah sakit di bank, pihak BPJS Kesehatan memberikan pembayaran denda sebesar 1 persen kepada pihak rumah sakit atas keterlambatannya membayar klaim. Denda itu digunakan pihak rumah sakit untuk membayar bunga pinjaman kreditnya di bank. “Jadi, meski BPJS Kesehatan terlambat membayar klaim,  tapi pihak BPJS Kesehatan membayar denda keterlambatan bayar klaim kepada pihak rumah sakit tepat waktu,” jelasnya.

Direktur RSUZA itu menambahkan, mengingat biaya kesehatan yang semakin mahal pemerintah perlu membuat program dan gerakan sehat bagi masyarakat, sehingga biaya subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah untuk membayar premi asuransi kesehatan kepada BPJS Kesehatan, bisa menurun.

Dia mencontohkan Pemerintah Aceh, dalam pelaksanaan program JKA-nya harus mengeluarkan dana yang sangat besar dan setiap tahun jumlahnya terus meningkat. Pada awal program JKA dilaksanakan tahun 2010, dana yang dianggarnya dalam APBA hanya berkisar Rp 230 miliar. Tahun 2019 ini nilainya bertambah menjadi Rp 595 miliar. “Tahun depan, kerena premi JKN kelas III naik dari Rp 23.500 menjadi Rp 42.000/bulan, maka Pemerintah Aceh melalui APBA harus menganggarkan sekitar Rp 1,19 triliun untuk membayar premi bagi 2,1 juta peserta JKA,” jelas Azharuddin.

Azharuddin memaklumi jika pihak BPJS Kesehatan harus menunggak membayar klaim kepada rumah sakit. Selain jumlah peserta yang harus ditanggung cukup banyak, nilai premi asuransinya juga belum mencapai kebutuhan pembiayaan standarr. Sehingga setiap tahunnya BPJS Kesehatan terus mengalami defisit.

Untuk mengatasi defisit itu, idealnya pemerintah bisa mengatasinya dengan meningkatkan  penerimaan dari cukai rokok. Alasannya, karena banyak pasien JKN yang berobat ke rumah sakit disebabkan rokok.

Sementara itu, Humas BPJS Kesehatan Wil I Aceh, Maryadia Usman, kepada Serambi, Selasa (12/11) malam  mengatakan, pihaknya komit akan membayar semua tunggakan klaim rumah sakit yang sudah jatuh tempo. Berdasarkan Perpres Nomor 82 tahun 2018 pasal 76, BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) berdasarkan klaim yang diajukan dan telah diverifikasi paling lambat 15 hari, sejak diterbitkannya berita acara kelengkapan berkas klaim.

Solusi untuk mengatasi keterlambatan pembayaran, kata Maryadi Usman, BPJS Kesehtan sudah bekerja sama dengan beberapa bank untuk memberikan fasilitas dana Suplay Chain Finansing (SCF). Saat ini ada 20 rumah sakit di Aceh yang memanfaatkan mekenisme SCF tersebut.

Manfaat yang di dapat rumah sakit melalui program SCF, adalah untuk membantu cash flow rumah sakit agar tetap terjaga likuiditasnya, sehingga operasional rumah sakit dapat berkesinambungan yang berdampak pada tetap terjaganya layanan pengobatan kepada masyarakat.

SCF, yang biasa disebut dengan anjak piutang merupakan salah satu  program yang ada pada bank untuk memberikan pembiayaan atau bantuan dana dengan cara mengambil alih invoice tagihan pembayaran klaim kepada BPJS Kesehatan  untuk mendukung operasional dari rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.(her)   

Berita Terkini