"Kita menduga tidak masuk dalam musrenbang, karena surat usulan proyek baru kita ketahui pada 2 September 2019. Itu pun kita ketahui setelah disahkan APBA 2020," ungkap Hafidh.
Laporan Masrizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - LSM Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyorot anggaran Pemerintah Aceh, terkait proyek tahun jamak (multy years) 2020-2022.
Anggaran senilai Rp 2,7 triliun tersebut, terhadap 12 paket pengerjaan.
Dari hasil analisa MaTA, proses pengadaan ke-12 paket proyek tersebut, tanpa melalui pembahasan bersama anggota DPRA periode 2014-2019.
Tapi hanya disepakati antara Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah dengan pimpinan DPRA periode lalu.
Koordinator Bidang Advokasi Kabijakan Publik MaTA, Hafidh dalam konferensi pers di Kantor MaTA, Banda Aceh, Rabu (5/2/2020) menyampaikan, ada proses yang ganjil dalam pembahasan anggaran tahun jamak untuk proyek tersebut.
Apalagi, kata Hafidh, usulan proyek itu disepakati diakhir masa jabatan DPRA periode 2014-2019.
• Sebagian Aceh tak Dilanda Hujan Hingga Tiga Hari Kedepan, Ini Data BMKG
Hafidh menduga, usulan ke-12 paket proyek itu tidak masuk dalam musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) Aceh.
"Kita menduga tidak masuk dalam musrenbang, karena surat usulan proyek baru kita ketahui pada 2 September 2019. Itu pun kita ketahui setelah disahkan APBA 2020," ungkap Hafidh.
Hafidh menjelaskan, pada 2 September 2019, Plt Gubernur Aceh menyurati Ketua DPRA melalui surat nomor 602/14465, perihal permohonan izin penganggaran tahun jamak.
Dalam surat itu, Plt Gubernur sudah memprogram kegiatan pembangunan konstruksi berskala besar yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.
Proyek itu masuk dalam pagu anggaran pada Dinas PUPR Aceh.
Saat ini, ke-12 paket proyek itu belum di-upload ke dalam Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
"Dari pemerikasan kita di RUP (Rencana Umum Pengadaan) sudah di-upload, tapi belum masuk proses tender pada lama LPSE. Kita minta agar proyek ini jangan ditender dulu," kata Hafidh.
• Sisa Air Minum Tadi Malam Sebaiknya Jangan Diminum Lagi di Pagi Hari, Ini Bahayanya
Ke-12 paket pengerjaan yang proses pengadaannya tanpa proses pembahasan anggota DPRA adalah kegiatan pembangunan dan pengawasan jalan Jantho-batas Aceh Jaya senilai Rp 152 miliar lebih.
Kemudian, paket proyek pembangunan dan pengawasan jalan Simpang Tiga Redelong-Pondok Baru-Samar Kilang Rp 260 miliar.
Proyek pembangunan dan pengawasan peningkatan jalan Peureulak-Lokop-Batas Gayo Lues senilai Rp 650 miliar.
Proyek pembangunan dan pengawasan peningkatan jalan batas Timur-Pining-Blangkejeren Rp 187 miliar.
Pembangunan dan pengawasan jalan batas Aceh Timur-Kota Karang Baru Rp 71 miliar.
Proyek embangunan dan pengawasan jalan Blangkejeren-Tongra batas Aceh Barat Daya Rp 407 miliar,
pembangunan dan pengawasan jalan Babah Roet-Batas Gayo Lues Rp 129 miliar.
Proyek pembangunan dan pengawasan jalan Trumon-Batas Aceh Singkil Rp 287 miliar.
Proyek pembangunan dan pengawasan jalan Batas Aceh Selatan-Kuala Baru-Singkil Telaga Bakti Rp 74 miliar.
Selanjutnya, proyek pembangunan dan pengawasan jalan Sinabang-Sibigo Rp 85 miliar.
Proyek pembangunan dan pengawasan jalan Nasreuhe-Lewak-Sibigo Rp 169 miliar.
Serta pembangunan dan pengawasan bendung daerah irigasi Sigulai, Kabupaten Simeulue Rp 181 miliar.
• BREAKING NEWS - Polres Abdya Tahan Keuchik dan Bendahara Blang Makmur, Dugaan Korupsi Dana Desa
Menurut Hafidh, usulan itu sebenarnya sudah pernah diminta telaah oleh pimpinan DPRA kepada Komisi IV yang diketuai Tgk Anwar Ramli dan Sekretaris, Zulfadli pada 9 September 2019.
Hasilnya, Komisi IV menyatakan, tidak dapat memberikan rekomendasi izin persetujuan.
Karena tidak dibahas secara bersama anggota DPRA dan perlu dilakukan pendalaman.
Selain itu, Komisi IV juga menyampaikan alasan bahwa masih ada ruas jalan lain yang menjadi kewenangan Pemerintah Aceh yang sangat mendesak penanganannya dan membutuhkan anggaran yang besar.
Tapi anehnya, pada 10 September 2019, Ketua DPRA, Sulaiman bersama tiga wakilnya, Dalimi, Sulaiman Abda, dan T Irwan Djohan malah membuat kesepakatan bersama dengan Plt Gubernur.
Kesepakatan bersama tersebut tentang pekerjaan pembangunan dan pengawasan proyek tahun anggaran 2020-2022.
Dalam kesepakatan itu, lanjut Hafidh, masing-masing pihak (Pemerintah Aceh dan DPRA) mengikatkan diri untuk menyediakan anggaran pada APBA.
• Hasil Sementara Ujian CPNS di Lhokseumawe, Sebanyak 491 Peserta Gugur
Untuk pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pengawasan yang merupakan prioritas pembangunan Pemerintah Aceh ke depan.
"Pembahasan APBA 2020 hingga pengesahan sangat tetutup dan terkesan dipaksakan. Termasuk mengenai usulan proyek tahun jamak tersebut. Sehingga ruang partisipasi publik sama sekali tidak berjalan," kata Hafidh.
Hafidh menyatakan, sorotan yang disampaikan MaTA bukan berarti MaTA tidak sepakat dengan proyek pembangunan infrastruktur tersebut.
Tetapi MaTA menyorot masalah proses penetapannya yang tidak sesuai aturan.
Karena itu, MaTA meminta anggota DPRA saat ini untuk mengevaluasi dan menelaah kembali kesempatakan proyek yang dibuat oleh pimpinan DPRA sebelumnya.
Agar tidak terjadi permasalah hukum dikemudian hari.
"Pada 29 Januari 2020, kita sudah minta KPK agar segera melakukaan telaah terhadap proses penganggaran tahun jamak yang sudah disepakati oleh pimpinan DPRA pada periode sebelumnya," pungkasnya. (*)
• Nagan Raya Pakai Cat Semprot Labelisasi Rumah Keluarga Miskin Penerima PKH dan Program Sembako