Citizen Reporter

Pertautan Penting antara Hadramaut Yaman dan Aceh

Editor: Mursal Ismail
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SAYID MAHMUDDIN ASSEQAF

Kota-kota itu dikelilingi gurun pasir, tetapi di sana terdapat sebuah keberkahan ilmu agama yang luar biasa.

SAYID MAHMUDDIN ASSEQAF, Anggota Asyraf Aceh, melaporkan dari Hadramaut, Yaman

KETIKA melakukan ziarah bersama Tim Asyraf Aceh ke Provinsi Hadramaut (Yaman) pada awal tahun baru 2020, saya terkesan ketika melihat Kota Tarim, Seiwun, Inat, dan lainnya.

Kota-kota itu dikelilingi gurun pasir, tetapi di sana terdapat sebuah keberkahan ilmu agama yang luar biasa.

Bahkan cahaya keberkahan ilmu tersebut sampai ke Aceh. 

Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila banyak para santri dan sarjana muda Islam Aceh memperdalam ilmunya di Hadramaut, Yaman.

Hubungan keilmuan tersebut telah terjalin sejak ratusan tahun silam.

Unik, Bayi Diberi Nama Alhamdulillah Rejeki Hari Ini, Ternyata Ada Kisah Mengharukan Dibaliknya

Hadramaut dan Aceh merupakan dua wilayah dengan geomorfologi yang berbeda, tetapi memiliki kesamaan, yakni gudangnya para tokoh sufi.

Hadramaut, khususnya Kota Tarim, dikenal sebagai “Kota Seribu Wali” dan juga kota penghasil tokoh sufi terkenal.

Mereka antara lain Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi (w.1314 H) yang merupakan pesanad hadis masyhur pada zamannya.

Di antara karangannya adalah ‘Iqd Al-Yawaqit al-Jauhariyyah.

Ada lagi Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas (w.1334 H). 

Diperiksa Soal Kasus Dugaan Proyek Fiktif, Berikut Penjelasan Mantan Sekretaris DPUPR Subulussalam

Beliau merupakan tokoh keluarga Ba’alawi yang masyhur pada zaman, di mana kumpulan kalam beliau dituliskan oleh muridnya, Syaikh Muhammad bin ‘Awadh Bafadhal dalam kitab Tanwir Al-Aghlas.

Sedangkan Aceh yang dikenal dengan Serambi Mekkah juga memiliki banyak tokoh sufi terkenal.

Antara lain Syekh Hamzah Al-Fansuri, Syekh Syamsuddin Al-Sumatrani, Syekh Abdurrauf bin Ali Al-Fansuri, Syeikh Muhammad Zain bin Faqih Jalaluddin Al-Asyi.

Kemudian Syeikh Muhammad Marhaban bin Muhammad Saleh Al-Asyi, Syeikh Ahmad Khatib Langgin, dan lainnya.

Dua wilayah yang juga memiliki keterkaitan secara intelektual sufisme, di mana hal ini terlihat dari sanad keilmuan, pola pendekatan tasawuf yang digunakan, dan hasil-hasil karya tulis yang dihasilkan oleh para intelektual, baik di Aceh maupun Hadramaut.

Pengurus KONI Subulussalam Dikukuhkan, Walkot Bintang: Program Kerja Harus Terukur dan Terlaksana

Salah satu tokoh intelektual Aceh pada abad ke-17 M yang namanya diabadikan menjadi salah satu kampus di Aceh adalah Syekh Nuruddin Muhammad Jailani bin Ali Ar-Raniry. 

Beliau intelektual yang terinisiasi ke dalam Tarekat Aydrussiyah.

Penggunaan Aydrussiyyah merupakan sebuah penisbahan kepada tokoh sufi besar di Hadramaut yang bernama Habib Abdullah bin Abu Bakar Al-Aydrus (w.864 H) yang makamnya terletak di Zanbal, Tarim.

Dalam kitabnya berjudul Jawahir al-‘Ulum fi Kasyf al-Ma’lum, Syekh Nuruddin Ar-Raniry menjelaskan bahwa beliau berguru kepada tokoh Ba’alawi di India yang bernama Sayid Syarif Umar bin Abdullah Basayban (w. 1066 H). 

Sanad keilmuan Syeikh Nuruddin Ar-Raniry bersambung sampai kepada Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawi. 

Beliau merupakan penggagas Tarekat Alawiyah.

Seorang intelektual yang memiliki tulisan lebih dari 30 judul kitab dan pernah menjadi tokoh penting di Kerajaan Aceh Darussalam.

Peringati Maulid, Bupati Sarkawi Santuni 76 Anak Yatim dan Piatu

Tentunya jaringan intelektual Tarekat Aydrussiyah melalui sanad Syeikh Nuruddin Ar-raniry menjadi salah satu yang memperkuat jaringan intelektual antara Aceh dan Hadramaut.

Searah dengan makam Habib Abdullah bin Abu Bakar Alaydrus terdapat makam tokoh sufi yang bernama Habib Abdullah bin Alwi Al-Hadad (w.1132 H). 

Dalam kitabnya Tatsbitul Fuad menceritakan tentang seorang dari Aceh mengirimkan sebuah hadiah kepada beliau, tetapi tidak menyebutkan nama si pengirim hadiah atau pun bagaimana keterkatikan antara pengirim dengan beliau.

Habib Abdullah bin Alwi Al-Hadad hanya menyebutkan bahwa tokoh tersebut berasal dari Aceh dan sangat muhibbin kepada beliau.

Adakah kemungkinan bahwa habib memiliki murid yang langsung belajar kepada beliau yang berasal dari Aceh?

Sejauh ini belum ditemukan tokoh Aceh yang langsung belajar kepada Habib Abdullah bin Alwi Al-Hadad.

Lebih lanjut, pada abad ke-18 M terdapat juga seorang tokoh hadrami yang masyhur di Aceh yakni Habib Abu Bakar bin Husein Bilfaqih yang makamnya terletak di Peulanggahan, Banda Aceh.

Keluarga Bilfaqih ini merupakan keturunan dari pada Syeikh Sayyid Abdurrahman Bilfaqih bin Muhammad bin Abdurrahman Al-asqa’ Ba’alawi dan makam keluarga ini terletak di pemakaman Zanbal, Tarim.

Kisah beliau masyhur juga diceritakan dalam kitab Majmu’ Kalam Al-Habib Ahmad bin Abdurrahman bin Ali As-seqaf yang menjelaskan tentang tiga tokoh sufi dari Hadramaut yang memiliki karamah yang berbeda-beda diantaranya Habib Abu Bakar bin Husein Bilfaqih yang terkenal dengan tongkat ketika ditusuk ke bumi dapat mengeluarkan harta benda yang ada di dalamnya.

Selain itu, para tokoh Hadrami juga berperan aktif dalam perang Aceh yang terjadi pada tahun 1873 M.

Di antara tokoh Hadrami yang terlibat adalah Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur atau yang lebih dikenal Habib Abdurrahman Al-Zahir dan Habib Abdurrahman bin Hasan As-seqaf atau yang lebih dikenal Habib Abdurrahman Teupin Wan.

Dua tokoh dari keluarga Ba’alawi tersebut memainkan peranan yang cukup penting dalam perang Aceh, walaupun keduanya memiliki pandangan yang berbeda dalam menyikapi perang tersebut.

Selain keduanya masih banyak keluarga Ba’alawi yang berperan dalam perang Aceh diantaranya Habib Samalanga, Habib Hasan bin Abdul Wahab (Teuku Yit) di Teunom, Habib Sulaiman bin Saleh Al-Aydrus di Peuduk (Trienggadeng) dan lain-lainnya.

Dari fakta-fakta di atas dapat dilihat bahwa antara Hadramaut dan Aceh memiliki hubungan yang erat baik dari sudut intelektual maupun dalam hal menentang keberadaan kolonial penjajah di kerajaan Islam.

Selain mengunjugi Tarim, saya juga berziarah ke beberapa tempat religius lainnya, di antaranya adalah Kota Inat, tempatnya keluarga Bin Syeikh Abu Bakar bin Salim (Datuk moyang dari Habib Umar bin Hafidz), Kota Huraidah yang banyak terdapat keluarga Al-Attas, Kota Seiwun , Kota Huthah, dan lainnya.

Keturunan Al-Attas yang berasal dari Huraidah banyak terdapat di Kota Idi dan seputaran Kabupaten Aceh Timur pada masa prakemerdekaan.

Begitu juga keturunan Al-Habsyi dari Huthah yang juga terdapat di Aceh, di antaranya keturunan Tengku Chik Paloh Pidie atau yang dikenal dengan Habib Ali bin Husein Al-Habsyi.

Kedatangan para tokoh Hadrami ke Aceh merupakan upaya mengikuti jejak para datuknya untuk mensyiarkan Islam dan membangun hubungan silaturahmi dengan masyrakat Aceh.

Oleh karena itu tidak mengherankan apabila banyak para peneliti sejarah yang menyakini bahwa proses islamisasi di Nusantara ini tidak terlepas dari pada peranan kaum Hadrami yang telah berlangsung sejak ratusan tahun silam. (*)

Berita Terkini