Mahasiswa Kecelakaan di Subulussalam

Wahyu, Mahasiswa yang Meninggal Kecelakaan Ternyata Adik Ipar Anggota DPRA Iskandar Usman Alfarlaky

Penulis: Khalidin
Editor: Taufik Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kondisi mobil jenis Toyota Avanza nomor polisi BL 1847 JL mengalami kecelakaan, Selasa (25/2/2020) di jalan nasional, Dusun Rikit, Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam.

Bahkan, lanjut Farah, hingga Zai sang gubernur Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh menghembuskan nafas terakhirnya pun, satu unit sepeda motornya masih tergadai.

Menurut Farah, sepmor almarhum yang tergadai tersebut jenishonda scopy. Sepmor dia gadaikan untuk menutupi kekurangan biaya kegiatan di kampus senilai Rp 5 juta.

Beberapa waktu lalu lanjut Farah, almarhum sudah membayar sebesar Rp 2 juta sisanya masih ada Rp 3 juta sehingga sepmor masih tergadai.

Rekan-rekannya sudah mengusulkan untuk patungan membayar utang kegiatan kampus namun almarhum tak mau membebani temannya. Kata almarhum uang tersebut merupakan utang organisasi kampus sehingga tak sepatutnya dibebankan pada rekan-rekannya.

”Pokoknya dia baik kali lah bang. Dia tidak pernah membebani kami, kami terima bersih. Makanya kami sangat terpukul, kami sedih kali kok bisa secepat itu dia meninggalkan kami,” ujar Farah dan para rekan almarhum Zai.

Di sisi lain beberapa saat sebelum meninggal, almarhum memang kerap mengucapkan hal aneh kepada rekannya.

Selain kalimat jangan takut mati dan kalaupun meninggal akan mati syahid ini diucapkan almarhum Wahyu kepada Farah Munadia, salah seorang rekan korban ternyata ada hal lain tak biasa namun diutarakan mendiang Zai.

Menurut Farah, almarhum sempat mengatakan jika perjalanannya ke Aceh Singkil merupakan kegiatan terakhirnya. Perjalanan pengantaran bantuan untuk korban kebakaran ke Aceh Singkil sekaligus pembubaran anggotanya.

Memang, lanjut Farah, masa kepemimpinan almarhum Zai atau Pak Gub sapaan untuk mendiang Wahyu tinggal berakhir bulan Maret mendatang. Itupula mungkin jadi alasan alamarhum Pak Gub Fakultas Ushuluddin ini jika kegiatannya ke Aceh Singkil merupakan terakhir.

Menurut Farah, ada hal yang tidak biasa yang dilihatnya dari almarhum, yaitu saat makan, almarhum paling sumringah dan riang tidak seperti biasanya.

“Farah, Farah jangan takut mati dek, Farah jangan takut mati. Kita ke sini niat kita baik dek. Kalaupun kita meninggal dunia, kita mati syahid,” demikian kalimat yang terucap dari bibir Wahyu Ziahul Haq Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh sebelum meninggal dunia  Selasa (25/2/2020) siang tadi, dalam kecelakaan lalulintas di Jalan Nasional Dusun Rikit, Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam.

Kalimat jangan takut mati dan kalaupun meninggal akan mati syahid ini diucapkan almarhum Wahyu kepada Farah Munadia.

Pasalnya, sejak mobil dikemudikan almarhum, Farah mengaku menangis ketakutan sepanjang jalan. Farah mengaku ketakutan karena laju kendaraan itu harus digas untuk menghindari mogok di tanjakan.

Farah mengaku menangis dan menyampaikan tidak mau mati dalam perjalanan. Sebab, kata Farah almarhum mengemudikan mobil harus tekan gas kalau tidak maka mundur di tanjakan.

Karena Farah terus menerus menangis ketakutan, lalu almarhum memotivasi agar tidak takut mati. Sebab kalaupun harus meninggal dunia, menurut almarhum, akan mati syahid karena perjalanan mereka dengan niat baik untuk misi kemanusiaan.

Halaman
123

Berita Terkini