Ditambahkan, modus permainan kasus proyek fiktif ini dengan cara memanfaatkan kesempatan di masa peralihan jabatan kepala BPKD lama dengan yang baru. Nah, ada salah satu oknum ASN pejabat di lingkungan BPKD diduga kuat menjadi aktor dalam permainan kasus korupsi senilai Rp 795 juta ini. Dikatakan, DA selaku direktur PT AA menggunakan kesempatan saat peralihan tugas kepala BPKD atas suruhan SA selaku ASN di BPKD.”Sehingga dana itu diterbitkan SP2D-nya padahal dalam kenyataannya pekerjaan terkait tidak ada di dalam DPA namun dengan cara-cara yang tidak benar menggunakan operasi SIMDA cairlah uang tersebut,” ujar Kajari Alinafiah
Hingga kini memang belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka meski kasusnya sudah ditingkatkan ke penyidikan. Kajari memastikan kasus ini segera dituntaskan dalam tiga pekan ke depan. Penuntasan itu sekaligus penetapan tersangkanya. Selain kedua aktor utama ini, Kajari Subulussalam juga mengatakan tidak tertutup kemungkinan adanya oknum lain yang akan terseret sesuai dengan perkembangan penyidikan.”Pokoknya paling lama tiga minggu lagi sudah kita tetapkan tersangkanya,” ujar Kajari Alinafiah
Sebelumnya, pihak kejaksaan mendapat kesulitan membongkar kasus dugaan proyek fiktif di Dinas PUPR dan dana hibah fiktif di BPKD lantaran ada dokumen yang diminta penyidik namun tidak kunjung diberikan. Karena itu, kejaksaan pun akhirnya melakukan penggeledahan terhadap kedua kantor terkait. Penggeledahan tersebut dilakukan lantaran penyidik kesulitan mendapatkan dokumen terkait kasus korupsi dari terlapor. Untuk kelengkapan pembuktiaan, penyidik dari Kejari Kota Subulussalam melakukan penggeledahan di BPKD dan PUPR, akhirnya mereka mendapat dokumen tersebut.
Menyangkut kasus proyek dua kali bayar atau di Subulussalam sebenarnya lebih awal terungkap. Kasus ini sendiri dinilai sebagai pembobolan keuangan Pemko Subulussalam dengan modus proyek fiktif. Kasus terkait telah terendus penegak hukum dalam hal ini Polda Aceh. Sejumlah pejabat Kota Subulussalam telah dimintai keterangan dalam beberapa wkatu terakhir oleh Dir Intelkam Polda Aceh yang kabarnya menangani perkara tersebut.
Sebelumnya, Kasatreskrim Polres Aceh Singkil AKP Fauzi yang dikonfirmasi Serambinews.com, Rabu (6/11/2019) malam mengaku jika pihaknya tidak menangani kasus dugaan proyek fiktif hingga menyebabkan bobolnya keungan pemerintah di Subulussalam. Belakangan terungkap jika kasus yang santer dibahas di tengah masyarakat Subulussalam ini ternyata ditangani langsung Dir Intelkam Polda Aceh.
Sejumlah pejabat yang telah dimintai keterangan Tim Polda Aceh di Banda Aceh masing-masing Mantan Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perikanan (Kadistanbunkan) Suheri. Namun saat dikonfirmasi Serambinews.com, Suheri membantah dia sudah dimintai keterangan oleh pihak Polda. Selain itu, disebut-sebut pula pemeriksaan dilakukan terhadap Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan bendahara. Distanbunkan salah satu instansi yang proyek kegiatannya ditukangi hingga terjadi dua kali penarikan dana dalam satu item pekerjaan.
Pemeriksaan kabarnya juga dilakukan terhadap Kadistanbunkan Ir Sulisman. Terkini, Dir Intelkam Polda Aceh juga memanggil Kepala Badan Pengeloaan Keuangan Daerah (BPKD) Kota Subulussalam, Drs Salbunis MAP. Salbunis dikabarkan menghadiri panggilan Polda Aceh di Banda Aceh, Rabu (6/11/2019) kemarin.
Sebagaimana gencar diberitakan, kasus dugaan bobolnya keuangan Pemko Subulussalam dengan modus permainan system di Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) setempat semakin menguat. Adalah Suheri, SP, mantanKepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perikanan (Distanbunkan) Kota Subulussalam yang dikonfirmasi Serambinews.com, Rabu (6/11/2019) membenarkan adanya anggaran kegiatannya ditarik dua kali hingga kini menjadi masalah.
Suheri menjelaskan jenis kegiatan yang dananya dua kali tarik tersebut adalah program jalan produksi di Penanggalan Timur, Kecamatan Penanggalan. Namun, kata Suheri anggaran tersebut nilainya Rp 106 juta, bukan Rp 198 juta. Kegiatan ini merupakan program aspirasi salah satu anggota DPRK dapil Kecamatan Penanggalan.
Dikatakan, sesuai Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang resmi kegiatan aspirasi senilai Rp 106 juta ini ditarik pada Juli lalu. Belakangan terbongkar, kegiatan serupa dengan nilai sama ternyata juga pernah ditarik di bulan April.”Saya juga kaget, karena berdasarkan SP2D dicairkan Juli lalu tapi entah kenapa bulan April ada pencairan juga. Yang sesuai prosedur itu pencaitan bulan Juli, April tidak sesuai,” ujar Suheri
Suheri sendiri baru tau kasus tersebut setelah dia tidak menjabat lagi sebagai Kadistanbunkan Subulussalam akhir September lalu. Itupun, kata Suheri diketahui dari Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang telah dimintai konfirmasi pihak kepolisian. Sementara Suheri mengaku hingga kini belum dimintai keterangan aparat kepolisian yang menangani kasus tersebut.
Ketika ditanyai apakah uang senilai Rp 106 juta yang ditarik secara illegal telah dikembalikan ke kas daerah, Suheri mengaku tidak paham lantaran kini tak lagi sebagai kepala dinas dan dia menyarankan untuk mengkonfirmasi ke pejabat terkait. Pun demikian soal apakah ada kegiatan lain yang juga ditarik dengan modus SPM atau SP2D bodong, Suheri lagi-lagi mengaku tak paham.
Selain di Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Kota Subulussalam, kegiatan yang anggarannya ditukangi kabarnya juga terjadi di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR). Bahkan berdasarkan isu, kasus di DPUPR juga jauh lebih besar. Malah, salah satu kegiatan yang bermasalah tersebut dananya sudah dikembalikan ke kas daerah sebanyak Rp 165.620.000. Dana ini merupakan anggaran untuk pembangunan MCK di Penanggalan, program aspirasi salah satu anggota DPRK setempat.
Sejauh ini masih ada dugaan kegiatan lain yang ditukangi secara system sehingga terjadi pencairan dana secara fiktif alias bodong. Dampaknya, dana Pemko Subulussalam diduga telah dibobol oleh oknum yang menukangi system account di BPKD dan disebut-sebut mencapai Rp 2 miliar.
Sumber Serambinews.com menyebutkan di BPKD tersebut proses keuangan sudah tersistem. Namun entah bagaimana system tersebut ditukangi sehingga dapat diretas. Maka masuklah anggaran yang semacam penumpang gelap. Sekarang yang mengemuka kasus ini semacam kelebihan bayar, tapi lanjut sumber hal itu hanya sebagai bahasa halus. Misalnya, harga Rp 200 juta menjadi 250 juta.”Tapi ini sama sekali tidak demikian melainkan dibayar lunas untuk kegiatan yang sudah dibayar. Artinya, ada dua kali bayar di mana yang satu berarti fiktif,” terang sumber