Gajah Bener Meriah

Gajah Bener Meriah (1) Dihalau dengan Dentum Petasan

Penulis: Fikar W Eda
Editor: Nur Nihayati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rombongan gajah di Pintu Rime yang mulai masuk pemukiman

"Ini rumah yang dirusak gajah. Ini gajah melintasi jalan raya Bireuen-Takengon," kata Edi lagi.

Laporan Fikar W.Eda  |  Bener Meriah

SERAMBINEWS.COM, REDELEONG- Camat Pintu Rime Gayo, Bener Meriah, Edi Iwansyah Putra, memperlihatkan beberapa foto dan rekaman video berisi "rombongan" gajah yang berjalan beriringan di Pintu Rime Gayo.

"Ini rekaman sejak September 2019," kata Edi mengenai dokumentasi video yang tersimpan dalam telepon genggamnya.

Kecamatan Pintu Rime Gayo, adalah wilayah paling sering dilintasi gajah. Hewan berbelalai itu bahkan mulai masuk pemukiman penduduk dan sekolah, telah merusak tanaman dan beberapa rumah. Gajah-gajah ini telah menimbulkan ketakutan bagi masyarakat.

"Ini rumah yang dirusak gajah. Ini gajah melintasi jalan raya Bireuen-Takengon," kata Edi lagi.

Setidaknya terdapat 12 kampung di Kecamatan Pintu Rime Gayo yang mengalami dampak langsung dari kehadiran hewan gajah itu, yakni Rimba Raya, Musara58, Simpang Lancang, Musara Pakat, Singah Mulo, Arul Gading, Arul Cincin, Belang Rakal, Negeri Antara, Perdamaian, Ulu Naron, dan Pantan Lah.

"Itu baru satu rombongan, masih ada lagi. Dan mereka biasanya kembali melintasi jalur yang sama pada waktu tertentu secara reguler," kata Camat Pintu Rime tentang kemunculan hewan besar ini. Edi menyebut jumlah mereka mencapai 70 ekor lebih dalam satu rombongan.

BLK Bireuen Latih 112 Remaja Bireuen dan Ibu Rumah Tangga, Ini Harapan Peserta

Travel Advice 11 Negara Karena Wabah Virus Corona, Pariwisata Dunia Pun Berhenti Sementara

Islamic Jammer Karya Mahasiswa UIN, Bikin Heboh Setelah Dua Tahun Jadi Jawara

Kemunculan hewan-hewan besar itu, untuk mencari makanan. Boleh jadi ketersediaan makanan di hutan luas sudah habis dan secara alami, mereka mencari sumber makanan baru.

Edi menyebut, masyarakat kampung, pemerintah desa, kecamatan dan kabupaten kemudian membentuk kelompok menghalau gajah. Penghalauan dilakukan dengan membunyikan petasan. Gelegar petasan yang bersahutan akan membuat gajah menyingkir. "Kita halau kembali ke hutan," kata Reje Kampung Musara 58, Farid Wajdi.

Tapi untuk membeli satu kotak petasan, harganya tidak murah, Rp 4,5 juta. Farid Wajdi mengatakan tidak tahu mengambil sumber dana untuk menutupi biaya petasan. "Itu belum biaya operasional seperti jaga malam dan sebagainya," kata Farid Wajdi.

Kampung kadang hanya mampu beli sampai dua kotak petasan. Dibutuhkan paling tidak 5-10 kotak. Keluhan serupa diutarakan Sekretaris Kampung Negeri Antara, Ruhdi Ara. "Kami tak kuat menanggulangi biaya yang begitu besar," kata Ruhdi.

Masyarakat di kampung-kampung yang dilintasi gajah itu, banyak yang tidak berani berkebun lagi. Kebun yang sudah rusak dibiarkan terlantar. Pemilik kebun harus mencari sumber nafkah baru. "Puluhan hektar kebun yang sudah rusak akibat diobrak abrik gajah. Pemiliknya menelantarkan begitu saja. Tak berani lagi berkebun ," lanjut Ruhdi Ara.

Aman Azra, salah seorang pemilik kebun di Pintu Rime Gayo, memilih mendiamkan saja kebunnya. Ia menanam sawit. Tapi karena kebunnya dilintasi gajah, ia tak mau ambil resiko. Alhasil, kebun yang mulai diolah itu, diterlantarkan saja. Aman Azra sendiri bermukim di Takengon.

Di luar kerusakan harta benda, Ruhdi mengatakan, yang tak kalah penting adalah munculnya rasa takut yang luar biasa dalam benak masyarakat. "Kita merasa was-was setiap saat," tukasnya.
Sejak 2010, bahkan sudah ada korban jiwa. Termasuk salah seorang anggota tim penghalau jadi korban.

Bupati Bener Meriah, Tgk Sarkawi juga dibuat pusing menanggulangi konflik gajah ini. Dalam pertemuan dengan Dirjen Konservasi dan Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ir Wiratno, MSc di Bener Meriah, Bupati Sarkawi menyatakan "tidak kuat" menanggulangi biaya yang sangat besar. "Kemampuan keuangan daerah ini kecil untuk penanggulangan akibat konflik dengan gajah ini. Dibutuhkan biaya besar," kata bupati.

Usaha penghalauan yang dilakukan selama ini hanya tindakan insidentil. Usaha lainnya adalah membuat parit pembatas, sehingga gajah tidak melintas ke kebun masyarakat. Tapi lagi-lagi, Bupati Sarkawi tak kuat menanggung sendiri beban membangun parit atau 'barier' tersebut. "Masih ada 3 Km lebih lagi yang harus dibangun," katanya.
Menghalau dengan petasan, membangun parit tentu saja tidak memberi hasil memuaskan. Sebab gajah-gajah itu akan datang lagi pada periode berikutnya.

"Yang dibutuhkan adalah penanggulangan komprehensif, terpadu dan menyeluruh, termasuk menyantuni masyarakat yang terdampak," kata Bupati Sarkawi.

Bupati mengharapkan adanya langkah konkret baik jangka pendek dan jangka panjang dalam menanggulangi konflik gajah dengan manusia. Terutama program jangka pendek, sebab terkait dengan keselamatan masyarakat.

"Anggaran kami di kabupaten tidak cukup, kami butuh bantuan provinsi dan Pusat. Dengan begitu persoalan dengan gajah bisa diatasi," ulang Bupati Sarkawi.

Ia berharap, kedatangan Dirjen KSDAE KLHK, Wiratno membuka jala keluar konkret bagi penanggulangan konflik dengan gajah. Wiratno datang bersama satu delegasi. Juga hadir wakil rakyat Aceh di Komisi IV, Muslim dari Partai Demokrat.(*)

Berita Terkini