"Covid-19 dilihat sebagai cara ideal bagi Rusia untuk mengacaukan tidak hanya Uni Eropa tetapi juga kekuatan yang mereka bangun dengan Amerika Serikat dan Kanada."
Dinas Luar Negeri Eropa, sebuah lembaga independen Uni Eropa yang menangani hubungan diplomatik UE dengan negara-negara di luar UE menyebut rekaman lebih dari 150 kasus informasi pro-Kremlin terkait Covid-19 antara bulan Januari sampai akhir Maret.
"Informasi yang salah yang digembar-gemborkan oleh media pemerintah Rusia dan media pro-Kremlin terkait Covid-19 masih ada sampai saat ini.
"Tujuan lebih besar adalah untuk memperparah krisis kesehatan publik di negara Barat, seiring dengan strategi Kremlin lebih luas untuk membuat masyarakat Eropa kembali miskin."
Tuduhan terhadap Rusia dan China tersebut datang saat kedua negara telah mengirim tenaga medis dan bantuan kesehatan ke Uni Eropa.
Italia menerima suplai dan 100 tenaga medis militer dari Rusia pada akhir bulan kemarin.
Sementara China mengirim 1.700.000 masker medis ke Yunani, dan tenaga medis mereka kirim ke Inggris.
Studi dari University of Calgary menyebut strategi penyebaran informasi palsu dan suplai tanpa henti ke UE akan membuat kedua negara (China-Rusia) sebagai negara penguasa dunia.
Laporan tersebut juga menuliskan, "Moskow melihat virus ini sebagai pertanda kebetulan akhir dari tatanan dunia setelah perang dingin.
"Negara pemimpin dunia yang bangkit dari kelumpuhan liberal ini, akan menjadi Rusia dan China.
"Rusia juga menguatkan aliansi dengan China dan Iran.
"Yang berbahaya adalah negara lain masih dapat bergabung dengan kekuatan poros timur ini."
Namun pihak Rusia menampik klaim tersebut.
Juru bicara Kremlin Dimitry Peskov menyebut laporan itu hanyalah contoh dari retorika anti-Rusia.
"Kita membicarakan lagi tuduhan tidak berdasar yang dalam situasi ini sebagai hasil dari obsesi anti-Rusia."