Diary Wartawan AP

Warga Gaza Mulai Hadapi Perang tak Terlihat

Editor: M Nur Pakar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang petani memperhatikan tanaman di sebuah area pertanian Jalur Gaza, Palestina, tempat sebagian warga mengisolasi diri dari penyebaran virus Corona, Jumat (10/4/2020).

SERAMBINEWS.COM, BEIT LAHIYEH - Warga Jalur Gaza, Palestina yang terkurung dari dunia luar mulai menghadapi perang tak terlihat, virus Corona yang mematikan, dari perang nyata melawan Yahudi.

Pandangan warga yang telah menghadapi tiga perang dan pertempuran kecil yang tak terhitung jumlahnya telah berubah sejak kemunculan virus corona, bahaya dan perlindungan.

Wartawan Associated Press (AP), Akram Jauh yang merupakan warga Jalur Gaza menuliskan laporan, Virus Diary: Isolasi dan Kesabaran di Gaza yang Tenang.”

Dia mengatakan belum menghabiskan satu malam di pertanian keluarganya di tepi utara Gaza sejak serangan udara Israel membunuh ayahnya lebih dari satu dekade lalu.

Tetapi kedatangan virus corona telah mengubah pandangannya tentang bahaya dan perlindungan, seperti dilansir AP, Jumat (10/4/2020).

Selama tiga perang dan pertempuran kecil antara Israel dan Hamas sejak merebut kekuasaan dari Palestina pada 2007, wilayah perbatasan telah menjadi garis depan pertempuran.

Israel akan melakukan serangan udara, penembakan dan kadang-kadang serangan berskala penuh, sebagai respons tembakan roket dari Gaza.

Selama perang, serangan Israel dapat terjadi di mana saja, kapan saja, tetapi lebih aman di Kota Gaza, walau kantor media tetap menjadi sasaran serangan.

Dikatakan, virus satu ini memiliki keterlibatan yang berbeda, dimana memangsa daerah ramai, melompat tanpa terdeteksi dari satu orang ke yang lain, dibawa oleh nafas manusia.

Sejak kasus pertama dilaporkan akhir bulan lalu, Kota Gaza terasa jauh lebih berbahaya, dengan setiap trotoar yang ramai menjadi sumber penularan.

Wabah yang lebih luas di Gaza, di mana 2 juta warga terkurung di jalur pantai yang sempit dan miskin, akan menjadi bencana besar.

Infrastruktur kesehatan telah hancur akibat konflik bertahun-tahun dan blokade yang dipaksakan oleh Israel dan Mesir.

Hanya ada sekitar 60 ventilator, dan sebagian besar digunakan untuk penyakit lain.

Ketika virus menyerang negara demi negara, banyak warga Gaza berharap akhirnya dapat menikmati manfaat dari blokade.

“Kami tidak memiliki turis atau kapal pesiar, perjalanan sangat dibatasi, dan Israel bersama Mesir menutup perbatasan,” katanya.

Halaman
12

Berita Terkini