Jejak PKI di Aceh

Kisah Gembong PKI di Aceh, Mayat Kader dan Simpatisan PKI di Aceh Dilempar ke Sungai di Bur Lintang

Penulis: Fikar W Eda
Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tgk Arifin Hasan

Laporan Fikar W Eda I Jakarta

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Kisah pembantaian kader dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi sebuah tragedi kemanusian yang tercatat dalam sejarah kelam bangsa Indonesia.

Tidak hanya di pulau jawa, cerita demi cerita dari kesaksian mereka yang pernah hidup di zamannya cukup memberi gambaran betapa mengerikan tragedi tersebut.

Bahkan mayat-mayat kader dan anggota PKI yang dihabisi tidak dikubur, melainkan di lempar ke alur sungai.

Tgk Arifin Hasan (Alm) adalah sosok yang menyaksikan dan merekam langsung peristiwa pembantaian kader dan simpatsan PKI di Aceh tersebut.

Kesaksian itu ia nukilkan dalam buku buku "Jejak Tapak Langkah Yang Kulalui" (Mahara Publishing, 2020) halaman 223-228.

Ketika peristiwa 30 S PKI 1965, Tgk Arifin saat itu menjabat sebagai Ketua Partai Nahdlatul Ulama (PNU) Aceh Tengah dan Ketua Front Pancasila.

Kisah Gembong PKI di Aceh, 3Tempat Ini jadi Saksi Bisu Pembantaian Anggota & Simpatisan PKI di Aceh

Kisah Gembong PKI di Aceh, Aceh Tengah Sempat Dipersiapkan jadi Markas Pertahanan Gerakan PKI

Sejarah G30S/PKI di Aceh: Kekerasan Rasial Menyasar Etnik Tionghoa, Puluhan Ribu Melarikan Diri

Selain itu ia juga pernah menjabat Ketua DPRD Aceh Tengah dan Kepala Kantor departemen Agama (Kandepag) Aceh Tengah.

Arifin Hasan menuliskan, bahwa ternyata Aceh Tengah dipersiapkan oleh para gembong PKI sebagai tempat bertahan bila terdesak di pesisir Aceh.

"Itulah sebabnya Thaib Adam, gembong PKI Aceh sering secara rahasia datang ke Takengon, tempat mereka bertahan, bila terdesak di pesisir Aceh, sebelum 30 S PKI itu," tulis Arifin Hasan.

Disebutkan juga, daerah Lampahan, juga mereka persiapkan bila terdesak di Jakarta.

Kisah ini diketahui Arifin Hasan dari cerita seorang kader PKI kepada teman akrabnya.

"Itulah makanya di Aceh banyak anggota PKI dihabisi rakyat. Memang di Aceh Tengah yang PKI jelas PKI-nya, dan yang anti pun demikian pula," ujar Arifin Hasan.

Dua hari setelah malam 30 September 1965, dimana peristiwa terjadi mengguncangkan secara nasional, bahwa pimpinan TNI Angkatan Darat diculik PKI, dan PKI juga menguasai RRI serta mengumumkan Dewan Revolusi yang diketahui Kolonel Untung dari Cakrabirawa, bahwa pangkat tertinggi ABRI adalah kolonel, Arifin Hasan mengisahkan dirinya sengaja menjumpai Ketua PKI Aceh Tengah.

"Kutanya situasi negara, apa, bagaimana, dan siapa dalangnya? Tetapi ia pura-pura bengong dan tak tahu apa-apa dengan mengatakan, "aku tidak tahu, dan aku baru dari Banda Aceh," tulis Arifin Hasan.

Sementara di siaran radio, lanjut Arifin Hasan, terang-terangan mengatakan ini "klop-nya" PKI.

Ketua PKI Aceh Tengah itu adalah seorang pemilik sebuah toko reparasi radio di Takengon.

Dua hari setelah RRI dikuasai PKI, dan hari ketiga berhasil direbut oleh RPKAD, di Jakarta dibentuk Front Pancasila, diketuai Subchan SE dari NU.

Untuk Takengon, Tgk Arifin Hasan diangkat jadi Ketua Front Pancasila.

"Situasi memang sudah tidak menentu lagi. Komandan Kodim 0106 ini juga simpatisan PKI. Untuk menutupi kedoknya anggota PKI yang ditangkap langsung dihabisi," cerita Arifin Hasan.

Kodim 0106 adalah komando distrik militer yang membawahi Aceh Tengah.

Komandan Kodim 0106 Aceh Tengah itu bernama Syakur.

Arifin menyebutkan, ada tiga tempat PKI dihabisi.

Pertama di bawah Lampahan di jambatan ke barak. Kedua di Totor Besi Soekarno dan tempat ketiga di Bur Lintang antara Isaq dan Takengon.

"Pada umumnya mayat mereka tidak dikuburkan, dihanyutkan ke sungai dan dilempar ke alur dalam di Bur Lintang."

"Suatu saat entah apa sebabnya di Takengon, Ketua GP Ansor dan sekretarisnya ditangkap dan ditahan dengan tahanan PKI di Kodim 0106 Aceh Tengah. Pimpinan PNI dan NU sibuk mengurusnya , untung saja belum sempat diangkut malam-malam untuk dihabisi," kisah Arifin Hasan.

Ia juga menceritakan pembunuhan liar juga terjadi di Buntul Temil. Tapi tidak jelas siapa pelakunya. Tahu-tahu paginya mayat tergeletak di jalan di bawah Kampung Asir-Asir.

"Yang membakar Masjid Bebesen, begitu diketahui orangnya langsung dihabisi di jalan, antaran bebesen dan Kampung Tan. Walaupun sudah disepakati bahwa setiap mau dihabisi harus diseleksi lebih dahulu. Ini keputusan Panca Tunggal dan Ketua Front Pancasila, yang aku jabat," kata Arifin Hasan.

Melihat situasi sudah begitu liar, Arifin Hasan lalu menghadap Komandan Kodim 0106 Aceh Tengah Syakur.

Dalam pertemuan itu keduanya sempat bertengkar.

Komandan Kodim itu ingin semuanya langsung dihabisi tanpa harus diseleksi.

Sebaliknya Arifin Hasan, minta agar dilakukan seleksi. mana yang benar-benar PKI mana yang tidak.

Beberapa hari setelah pertemuan itu, kisah Arifin Hasan, Komandan Kodim itu terkena hukuman, tersangkut PKI dan ditarik dari Takengon.

Arifin selanjutnya juga menyampaikan, ada lagi seorang Kepala Kejaksaan, namanya Abdullah yang pindah ke Kejaksaan Lhokseumawe.

Kabarnya jaksa itu melakukan bunuh diri setelah menembak jaksa yang memeriksanya.

Jaksa Abdullah ini banyak harta benda PKI yang diambil. Dalam catatannya di Panca Tunggal, ada enam toke Cina penyandang dana PKI di Aceh Tengah.

"Sekali, aku datang ke sebuah toko Cina tersebut. Tiba-tiba sang jaksa itu keluar dari ruang belakang dengan kantong celana dan baju penuh. Kuduga uang dalam kantong yang padat itu. Ia seperti malu-malu melihatku dan cepat-cepat keluar," tulis Arifin Hasan dalam bukunya.(*)

Berita Terkini