Dampak Pandemi

Usaha Mikro di Aceh Terdampak Covid-19 Relatif Tinggi, Ini Kendala yang Dialami Pelaku Usaha

Penulis: Mawaddatul Husna
Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepada Dinas Koperasi UKM Aceh, Dr Wildan MPd.

Laporan Mawaddatul Husna | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Selama Covid-19 atau virus corona mewabah di Indonesia termasuk Aceh, sejumlah Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM) di provinsi ini terkena dampaknya.

Dampak yang paling tinggi dirasakan oleh pelaku usaha mikro sebesar 67,5 persen, usaha kecil 29,9 persen, dan menengah 2,6 persen.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Aceh, Dr Wildan MPd saat menjadi narasumber dalam webinar bertema “Perluasan Akses Pemasaran UMKM Melalui Platform Digital”, yang disiarkan langsung melalui Facebook Serambinews.com dan dan Radio Serambi FM 90,2 MHz, Kamis (15/10/2020).

Kegiatan yang dilaksanakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh ini juga menghadirkan narasumber lainnya Business Development Lead North Sumatera Grab Kios, Sunarto, serta dibuka oleh Kepala OJK Aceh, Aulia Fadly.

Webinar yang berlangsung selama dua jam ini dimoderatori oleh News Manajer Harian Serambi Indonesia, Bukhari M Ali.

Baca juga: Polisi Diduga Tembak Pengunjung Kafe, Korban Luka Tembak di Pundak, Propam Diminta Proses Pelaku

Baca juga: Terobosan Baru! Warga Laporkan Kejahatan via Facebook, Polisi Ciduk 2 Pengedar Sabu di Rumah Kosong

Baca juga: MPU Aceh Tengah Gelar Musda,Pilih Ketua dan Anggota Periode 2020-2025

Dr Wildan menyampaikan dampak-dampak yang dirasakan oleh UMKM tersebut selama pandemik yaitu omzet turun 22,9 persen. Penurunan ini terjadi karena aktivitas yang berkurang disusul permintaan yang juga berkurang.

Akibatnya, penggunaan sumber daya manusia (SDM) berkurang, omzet berkurang, sehingga pengangguran bertambah dan angka kemiskinan juga ikut bertambah.

Selanjutnya, dampak lainnya, kata Wildan, pada awal-awal pandemik, pelaku usaha kesulitan mendapatkan bahan baku sebesar 18,87 persen terutama yang bergerak di bidang kuliner, seperti gula, tepung. Termasuk juga yang bergerak di bidang fashion seperti benang, dan kain.

“Namun sekarang sudah agak lancar kembali. Di samping itu, dampak lainnya pada awal pandemik pelaku usaha juga terkendala untuk mengakses modal sebesar 19,39 persen. Tapi ini juga sudah terkendali karena pemerintah memberikan kemudahan,” sebutnya.

Ia juga menyebutkan, sejumlah strategi yang dilakukan untuk pemberdayaan UMKM di Aceh antaranya, menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi KUMKM, mengembangkan sistem pendukung usaha bagi KUMKM, mengembangkan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif KUMKM, memberdayakan skala usaha, dan pendampingan perizinan usaha.

Wildan juga menyebutkan ada beberapa keunggulan yang dapat dirasakan oleh pelaku usaha melalui sistem digital, yaitu biaya ringan sebab tidak membutuhkan kantor dan toko yang besar, efisien dalam penggunaan waktu karena pencarian informasi produkdan transaksi dapat dilakukanlebih cepat dan akurat.

Kemudian jangkauan luas tidak terbatas tempat dan waktu, sangat efektif bagi UKM untuk dikenal banyak orang, dan mudah dijalankan hanya dengan koneksi internet saja maka sudah bisa memasarkan produk pada semua orang di dunia.

“Serta memperpendek jarak, karena para pelaku usaha UKM dapat lebih mendekatkan diri dengan konsumen dengan cara menampilkan produknya secara online,” sebut Wildan.

Sementara narasumber lainnya, Business Development Lead North Sumatera Grab Kios, Sunarto menyampaikan 62 juta jumlah UMKM di Indonesia, namun hanya 23 juta UMKM di Indonesia yang hanya memiliki kemampuan online yang sangat mendasar seperti telepon genggam atau akses internet.

Dikatakannya, Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan e-commerce tercepat di dunia. Pertumbuhannya di Indonesia mencapai 78 persen, rata-rata uang yang dibelanjakan masyarakat Indonesia di situs belanja daring mencapai Rp 3,19 juta per orang.

“Usaha perdagangan elektronik memiliki nilai ekonomi bagus, sehingga harus dimanfaatkan oleh para pelaku usaha khususnya UMKM,” sebutnya.

Sunarto menyebutkan untuk dapat berkompetisi UMKM Indonesia memerlukan yang pertama, produk yang menjawab kebutuhan masyarakat. Kedua, pengelolaan bisnis yang baik dan berkesinambungan, ketiga, pengetahuan pemasaran produk secara digital.

Keempat, menciptakan brand image yang baik, dan kelima, proses logistic yang cepat, aman dan mudah digunakan.

Saat ini dikatakannya, Grab hadir untuk melayani setiap orang dari Sabang hingga Merauke. Ada 236 kota di Indonesia yang dilayani dan angka itu terus tumbuh. Serta ikut memberdayakan 6,5 juta wirausahawan mikro di Indonesia, dan berkontribusi Rp 78 triliun terhadap perekonomian Indonesia di 2019.

“GrabKios adalah aplikasi digital dari Grab agar bisa berjualan apa saja seperti pulsa, tagihan PPOB, BPJS dan lainnya. Selain itu juga bisa kirim uang dan tawarkan layanan keuangan digital, bisa membantu tetangga jadi pengemudi Grab untuk nambah penghasilan hingga menawarkan layanan nabung emas dan lainnya untuk pelanggan,” sebut Sunarto.(*)

Berita Terkini