Dalam aksi damai itu, massa yang didominasi mahasiswa dan mahasiswi Simelue ini mendapat pengawalan ketat dari pihak keamanan di wilayah ini.
Laporan Sari Muliyasno I Simeulue
SERAMBINEWS.COM, SINABANG - Massa yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Mahasiswa Bersama Buruh (Amarah) melakukan aksi unjuk rasa ke Gedung DPRK Simeulue, Sinabang, Senin (19/10/2020).
Dalam aksi damai itu, massa yang didominasi mahasiswa dan mahasiswi Simelue ini mendapat pengawalan ketat dari pihak keamanan di wilayah ini.
Setiba di depan Gedung DPRK Simeulue, orator aksi langsung meneriaki para anggota dewan untuk menemui mereka dan apabila tidak keluar massa mengancam akan menduduki kantor dewan.
Namun demikian, selang beberapa waktu kemudian Ketua DPRK Simeulue Irwan Suharmi, didampingi sejumlah anggota dewan menjupai pengunjuk rasa.
Salah satu orator aksi, Isra Fua'ddi, menegaskan bahwa aksi Amarah merupakan bentuk kekecewaan terhadap DPRK Simeulue, terkait dugaan kelebihan bayar SPPD tahun 2019, sesuai hasil LHP BPK RI Perwakilan Aceh.
"Yang kami mau kasus ini diusut tuntas," katanya.
Baca juga: Mengobati Kanker Serviks Sesuai Stadium, Simak Obat-obat Alami dan Mengatasinya
Baca juga: Bahas Masalah Umrah dan Haji di Era Covid-19, Begini Penjelasan Kepala Kemenag Aceh
Baca juga: Gempa Bumi Tektonik 5,4 SR Guncang Simeulue, Kedalaman 10 Km, tidak Berpotensi Tsunami
Mahasiswa Simeulue juga Demo di Banda Aceh
Sementara itu di Banda Aceh, puluhan mahasiswa Simeulue serta massa dari organisasi masyarakat Gerakan Masyarakat Pengawal Amanah Rakyat (Ormas GEMPAR) Simeulue, juga berdemo.
Mereka melancarkan aksi unjuk rasa ke halaman Mapolda Aceh, Senin (19/10/2020).
Pengunjuk rasa itu meminta Kapolda Aceh, Irjen Pol Drs Wahyu Widada MPhil, mengusut tuntas sejumlah kasus korupsi di Kabupaten Simeulue.
Dari sejumlah kasus korupsi yang dipersoalkan para pengunjuk rasa tersebut, pertama kasus dugaan korupsi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan tahun 2017 senilai Rp 10,7 miliar.
Dari laporan dan hasil Perhitungan Kerugian Negara (PKN) oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh, ditemukan kerugian negara senilai Rp 5,5 miliar.