Meski lokasinya terpencil, namun kawasan ini cukup sering dikunjungi oleh kapal komersial untuk rekreasi, termasuk kapal pesiar.
Baca juga: Heboh Potensi Tsunami 20 Meter Hasil Peneliti ITB, Begini Tanggapan dan Arahan BMKG
"Awalnya, sulit mempercayai angka-angka tersebut," kata ahli geofisika Chunli Dai dari Ohio State University mengatakan kepada NASA Earth Observatory.
Dai mengatakan berdasarkan ketinggian endapan di atas air, volume tanah yang tergelincir, serta sudut kemiringan, dia menghitung bahwa keruntuhan tersebut setidaknya akan melepaskan 16 kali lebih banyak puing.
"Dan 11 kali lebih banyak energi daripada longsor yang terjadi di Teluk Lituya di Alaska pada tahun 1958 dan mega tsunami," kata Dai.
Apabila perhitungan tersebut tepat, maka akibatnya mungkin tidak terpikirkan.
Sebab, seperti peristiwa yang terjadi di Alaska pada tahun 1958, pernah disamakan oleh saksi mata dengan ledakan bom atom.
Baca juga: Anakku Komandanku, Anggota TNI Hormat Pada Anaknya yang Lulus Perwira, Ini Cerita Haru Dibaliknya
Peristiwa itu sering dianggap sebagai gelombang tsunami tertinggi di zaman modern, dengan ketinggian mencapai maksimum 524 meter.
Penyebab kerusakan lereng di Alaska Kerusakan lereng yang jauh lebih baru tercatat pernah terjadi pada tahun 2015 di Taan Fiord, di sebelah timur yang menghasilkan tsunami setinggi 193 meter.
Peneliti menduga kerusakan ini disebabkan oleh berbagai hal.
Pemicunya beragam, dalam laporan Mei itu disebut seringkali hujan lebat atau berkepanjangan menjadi faktor penyebab kerusakan tersebut.
Baca juga: Panglima KPA se-Aceh Bersama Eks Tripoli Berkumpul di Aceh Utara, Dilarang Bawa Masuk HP
Penyebab lainnya seperti gempa bumi, serta cuaca panas yang dapat mendorong pencairan permafrost, salju atau es gletser.
Sejak laporan tersebut dirilis awal tahun ini, analisis longsor berikutnya menunjukkan sedikit atau bahkan tidak ada pergerakan massa tanah di lereng.
Baca juga: Lelang rumah sitaan Bank, harga pembukaan Rp 130 juta di Tangerang
Meskipun hal itu tidak memberi tahu banyak hal, sebab penelitian menunjukkan bahwa permukaan batuan telah bergeser setidaknya sejak 50 tahun yang lalu.
Baca juga: Viral Rekaman Warga Temukan Bayi di Tumpukan Sampah, Kedinginan dan Digigit Semut
"Ketika iklim berubah, lanskap membutuhkan waktu untuk menyesuaikan," kata penulis surat terbuka dan ahli geologi Bretwood Higman dari organisasi nirlaba Ground Truth Alaska kepada The Guardian.