Diperkirakan dari 11 perusahaan besar e-comerce ASEAN, 10 diantaranya mendapat sokongan besar dari investor Cina.
Mengambil contoh sederhana saja, jaringan e-comerce Alibaba kini mempunyai saham di sejumlah e-commerce, jasa pengiriman, jasa investasi dan jasa pembayaran Indonesia.
Perusahaan ini memiliki saham di 14 triliun rupiah di Tokopedia, saham mayoritas di Lazada, dan juga ikut berinvestasi di True Money, HelloPay, dan perusahaan logistik J&T. Express.
Pengalaman hebat pembangunan ekonomi digital oleh raksasa e-commerce global sekelas Alibaba dan Tencen di Cina yang telah mengubah landskap ekonomi Cina, kini sedang dicangkokkan kepada ekonomi digital ASEAN.
Mereka tidak hanya mengirim teknisi dan berbagai aplikasi yang disesuaikan, tetapi juga mengirimkan CEOnya untuk membimbing perusahaan regional ASEAN.
Baca juga: Aduh, Kasus Positif Covid-19 di Langsa Kembali Naik, Kini Jumlahnya Menjadi 23 Orang
Baca juga: Pakistan Klaim Memiliki Bukti Serangan Teroris Disponsori India
Lompatan Katak Ekonomi Digital, Kampung Taobao, dan Kita
Rute jalan kesuksesan Cina dalam hal ekonomi digital sepertinya akan terjadi dan direplikasi lagi di ASEAN, dan bukan tidak mungkin akan terjadi percepatan, leapfrog- “lompatan katak” ekonomi digital di kawasan ini.
Kalau dikaitkan dengan posisi Indonesia sebagai pengguna digital terbesar dan kontributor terbesar pertumbuhan ekonomi digital ASEAN, maka hampir dapat dipastikan pula Indonesia akan berada di barisan depan momen leap frog ekonomi digital, dan berpeluang menjadi lebih hebat dari capaian negara-negara lain yang pernah tumbuh hebat sebelumnya.
Banyak pengamat yang menyebutkan bahwa kondisi e-commerce Indonesia hari ini mempunyai banyak kemiripan dengan apa yang terjadi ke e-commerce mulai di Cina.
Bedanya hanya mungkin karena Cina memiliki pebisnis sekelas Jack Ma, mantan CEO Yahoo yang tulang ke Cina membangun Alibaba yang dalam beberapa tahun telah menjadi raksasa global, bahkan bersaing ketat dengan Amazonnya AS.
Bagimanapun, walaupun tidak sekelas Alibaba, kehadiran Tokopedia, Bukalapak, Lazada, yang walaupun tidak sepenuhnya dimiliki oleh warga Indonesia, namun telah menjadi penghela besar terhadap pesaran online industri dalam negeri, baik yang berskala besar, maupun yang kecil seperti UMKM.
Dalam konteks ekonomi digital ke depan, tantangan terbesar Indonesia adalah bagaimana mengupayakan sebanyak mungkin UMKM di berbagai provinsi di Indonesia, masuk dan berselancar dalam arus besar e-commerce nasional dan ASEAN sehingga akan memberi dampak yang besar dan akan terus berkembang dengan sangat cepat.
Jumlah UMKM Indonesia yang berada saat ini diperkirakan kurang lebih 60 juta unit, yang jika sepersepuluhnya saja terhela ke dalam arus e-comerce, akan memberikan dampak besar terhadap peningkatan produk domestik bruto nasional.
Selanjutnya kekuatan itu juga akan menjadi mesin penggerus kemiskinan yang sangat efektif.(Bersambung)
*) PENULIS adalah Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.