SERAMBINEWS.COM, WASHINGTON - Pemerintah Iran dengan cepat menyalahkan Israel atas pembunuhan ilmuwan nuklir topnya, Mohsen Fakhrizadeh.
Memang, menghilangkan target di mobil diyakini menjadi ciri khas badan intelijen Israel, Mossad.
Telah menyebarkan taktik tersebut pada beberapa ilmuwan nuklir Iran dari 2010 sampai 2012 lalu.
Tetapi waktu serangan itu juga menimbulkan pertanyaan tentang keterlibatan AS.
Karena terjadi hanya beberapa minggu setelah Presiden AS Donald Trump dikatakan telah mencari opsi untuk menyerang Iran atas program nuklirnya.
Laporan menunjukkan Trump, yang menarik AS dari perjanjian 2015 yang mengekang aktivitas nuklir Iran, dicegah dari serangan militer, ini mungkin salah satu alternatifnya.
Baca juga: Trump Tetap Berbahaya Bagi Iran, Cara Sama Sejak Awal Sampai Akhir Tahun Ini Secara Mengerikan
Dilansir Business Insider, Sabtu (28/11/2020), berita tentang Trump yang mencari opsi militer untuk menyerang Iran diikuti oleh laporan pembom B-52 Amerika yang dikirim ke Timur Tengah.
Hal itu untuk meyakinkan sekutu dan Pasukan Pertahanan Israel sedang dalam keadaan siaga tinggi jika terjadi pembalasan Iran.
Sekitar waktu yang sama, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memulai perjalanan bersejarah, meskipun rahasia ke Arab Saudi, bertemu dengan Putra Mahkota Saudi Mohamed bin Salman.
Pertemuan mendadak tersebut mewakili aliansi anti-Iran yang semakin kuat di Timur Tengah yang diprakarsai Trump selama masa jabatannya.
Ini juga, mungkin, merupakan sinyal bagi pemerintahan Joe Biden yang akan datang.
Biden saat ini sedang dalam proses transisi.
Baca juga: Trump Rencanakan Serang Fasilitas Nuklir Iran, Minta Opsi Dari Penasihat Keamanan
Jika ini adalah tindakan terakhir Trump untuk membuat Iran sejalan, itu juga bisa dilihat sebagai upaya untuk menyabotase diplomasi masa depan antara AS dan Iran.
Presiden terpilih Biden telah menyarankan kembali ke kesepakatan nuklir jika Iran menjanjikan kepatuhan yang ketat.
Iran mulai melanggar aspek perjanjian nuklir setahun setelah AS memberlakukan kembali sanksi hukuman terhadap negara itu.