Berita Aceh Besar

Salut Ungkap Laut Pulo Aceh Tercemar Sampah Botol Air Kemasan, Anggota DPRK Aceh Besar Minta Ini

Penulis: Asnawi Luwi
Editor: Mursal Ismail
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pembina Sahabat Laut Aceh, Gemal Bakri

AMDK atau botol-botol/plastik air minum dalam kemasan ini diduga dibuang dari perkapalan yang berlayar ke Laut Andaman.

Laporan Asnawi Luwi |Aceh Besar 

SERAMBINEWS.COM, PULO ACEH - Laut Pulo Aceh persisnya Desa Deudap, Pulo Nasi, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, tercemar sampah air minum dalam kemasan (AMDK) atau dikenal botol air kemasan.

AMDK atau botol-botol/plastik air minum dalam kemasan ini diduga dibuang dari perkapalan yang berlayar ke Laut Andaman.

Hal ini akibat transportasi laut di sepanjang Laut Andaman menyebabkan ribuan kapal berlayar setiap harinya, sehingga kapal bebas berlayar dan membuang sampah di laut.

"Kapal bebas membuang sampah di laut sehingga Desa Deudap, Pulo Aceh jadi tempat bermuara sampah dari segala penjuru dunia, "ujar Pembina Sahabat Laut (Salut) Aceh, Gemal Bakri, kepada Serambinews.com, lewat siaran pers kepada Serambinews.com, Kamis (3/12/2020).

Disebutkan, setiap setahun sekali survei setiap 100 meter di lokasi laut selama 30 menit yang dilakukan kutipan sampah terhadap 20 orang relawan, sampah AMDK di Pulo Aceh tahun 2016 mencapai 1,279.

Baca juga: Jokowi, Uni Emirat Arab, dan Komitmen Gubernur Aceh

Baca juga: Lima Orang Dituduh Membuat Pariwisata Kelahiran, Membawa Perempuan Turki Melahirkan di AS

Baca juga: Lowongan Kerja Indomaret untuk Lulusan SMP dan SMA/SMK, Cek Syarat dan Daftar di Sini

Kemudian tahun 2017 sebanyak 1.218, tahun 2018 sebanyak 1.828 dan tahun 2019 mencapai 4.325 sampah botol air minum dalam kemasan (AMDK).

Sampah-sampah tersebut belum termasuk sampah plastik makanan, kosmetik, dan jenis sampah lainnya yang dibuang ke laut.

Kata Gemal Bakri, laut Pulo Aceh adalah lautan yang berbentuk seperti belangga, sehingga setiap sampah yang dibuang dari kapal yang berlayar di sepanjang perairan Laut Andaman bermuaranya di Pulo Aceh.

Transportasi laut di sepanjang Laut Andaman (laut yang terletak di Tenggara Teluk Benggala, Utara Aceh, Indonesia, Barat Myanmar dan Barat Thailand).

Laut ini merupakan bagian dari Samudra Hindia dengan panjang 1.200 Km (Utara-Selatan) dan lebar 650 Km (timur-barat) dengan luas 797.700 km2.

Kedalaman rata-ratanya adalah 870 meter dan kedalaman maksimum adalah (3.777 meter) menyebabkan ribuan kapal berlayar setiap harinya.

Bebasnya kapal berlayar, sehingga pembuangan sampah ke laut semakin tak terkendalikan.

Lanjutnya, laut merupakan sumber makanan, sumber air, dan udara yang dihirup setiap harinya.

Laut terbentang luas, meliputi 70 persen atau 2/3 dari permukaan bumi.

"Kita ingin laut 100 persen bersih dan sehat, karena laut adalah sistem pendukung vital keberlangsungan kehidupan kita di muka bumi.

Tanpa disadari dengan banyaknya sampah di laut berpengaruh pada biota laut yang hidup di sana dan secara tidak langsung berdampak terhadap kesejahteraan hidup kita sendiri," kata Gemal. 

Setiap tahun tidak terhitung banyak binatang laut seperti mamalia laut, kura-kura, burung dan binatang lainnya di wilayah pesisir/pantai yang terluka atau terbunuh akibat unsur-unsur berbahaya yang masuk ke dalam laut.

Kemudian terbuang sembarangan di wilayah pesisir/ pantai, kadang kala ada yang sengaja diracuni, terjerat atau masuk ke dalam keranjang yang tertinggal di laut.

Masuk ke dalam kaleng bekas cat, bekas tempat atau kemasan minuman dan makanan yang digunakan untuk menemani cemilan kita tatkala memancing yang dibuang sembarangan di wilayah pesisir/ pantai.

Sampah inilah yang menimbulkan ancaman bagi kesehatan manusia, bahkan juga mengganggu jalannya baling-baling kapal laut.

Perjalanan boat nelayan dan menggangu wilayah pesisir/pantai dari keindahan pemandangan dan aktivitas-aktivitas lainnya di wilayah pesisir/ pantai.

Menurut Gemal Bakri, Sahabat Laut (Salut) merupakan kumpulan para aktivis lingkungan dengan latar belakang yang berbeda.

Anggota Salut terdiri dari pemerhati lingkungan, akademisi, mahasiswa, dan masyarakat yang peduli dan tergerak terhadap isu–isu lingkungan.

Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, Wilayah Pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan provinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota. 

Setiap tahun tidak terhitung jumlah binatang laut seperti mamalia laut, kura-kura, burung dan binatang lainnya di wilayah pesisir/ pantai yang terluka atau terbunuh akibat unsur-unsur berbahaya yang masuk ke dalam laut dan terbuang sembarangan di wilayah pesisir/ pantai.

Kadang kala ada yang sengaja diracuni, terjerat atau masuk ke dalam keranjang yang tertinggal di laut, masuk ke dalam kaleng bekas cat,  bekas  tempat atau kemasan minuman dan makanan  yang digunakan untuk menemani cemilan kita tatkala memancing yang dibuang sembarangan di wilayah pesisir/ pantai.

Sampah ini lah yang menimbulkan ancaman bagi kesehatan manusia, bahkan juga mengganggu jalannya baling-baling kapal laut, perjalanan boat nelayan dan menggangu wilayah pesisir/ pantai dari keindahan pemandangan dan aktivitas-aktivitas lainnya di wilayah pesisir/ pantai.

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh sahabat laut sampel di Pantai Deudap, Pulo Nasi pada tahun 2016, 2017 dan 2018 dengan transek 3x200 meter menggunakan shoreline method.

Setiap sampel dikelompokkan ke dalam botol plastik, botol bukan plastik, dan sampah bukan plastik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampah yang ditemukan didominasi oleh botol plastik (50,7 persen) sedangkan persentase botol bukan plastik dan sampah bukan plastik berturut–turut adalah 41,5 persen dan 7,7 persen.

Identifikasi merk dagang menunjukkan bahwa merk dari Indonesia (aqua) memiliki persentase terbesar (53,7 persen).

Selain itu, 17 persen dari sampah yang diidentifikasi berasal dari negara – negara tetangga seperti Maladewa (30,9 persen ), Malaysia (23,5 persen), China (15,5 persen), dan negara – negara lain seperti Thailand, Singapura, Sri Lanka, India, Bangladesh, dan Myanmar.

Data tersebut sudah pernah dipresentasikan dalam Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan XIV dan Kongres X Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia pada bulan November tahun 2018 di Tanjung Pinang.

Berdasarkan data diatas terlihat bahwa kondisi kawasan pesisir bersama dengan biotanya sudah masuk dalam kategori terancam akibat banyaknya sampah yang ditemui di kawasan pesisir, sehingga dianggap perlu untuk disampaikan kepada publik dan juga kepada pihak terkait.

Ancaman serius ini kami rasa sangat penting untuk diskusikan bersama dengan multipihak untuk mencari solusi bersama penanggulangannya.

Tawaran yang paling nyata untuk dilakukan adalah melakukan penyusunan rencana aksi bersama penanggulangan sampah plastik di kawasan pesisir pantai Aceh, terutama di pesisir pantai Aceh Besar.

Selain itu pengambilan data pertama di Pulo Breuh, Kecamatan Pulo Aceh juga dirasa penting untuk menjadi data perbandingan untuk mengetahui kondisi terbaru pesisir pantai Pulo Breuh Kecamatan Pulo Aceh Kabupten Aceh Besar.

"Laut Pulo Aceh terancam akibat sampah dan puncak sampah di daerah itu pada Desember 2020,"ujar Gemal Bakri.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPRK Aceh Besar dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Eka Rizkina Spd, mengatakan, persoalan sampah yang dibuang ke laut harus menjadi perhatian semua dengan mencari solusi dan regulasinya.

Karena, akibat sampah dibuang ke laut ikan-ikan mengkomsumsi sampah dan ini tanpa disadari akan membahayakan bagi masyarakat yang mengkonsumsi ikan laut tersebut serta populasi ikan terancam punah di daerah itu.  

Politisi PKS Dapil II ini mengharapkan sampah di laut menjadi perhatian semua pihak, karena kalau dibiarkan semakin lama semakin mengancam populasi ikan di laut Pulo Aceh yang menjadi pendapatan nelayan di Aceh Besar. (*)


Berita Terkini