Berita Abdya

Belum Bagi Lahan Eks HGU PT CA, Bupati Abdya Digugat, Kini Masih Mediasi, Begini Penjelasan Akmal

Penulis: Zainun Yusuf
Editor: Mursal Ismail
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Majelis hakim Pengadilan Negeri Blangpidie, membuka sidang gugatan perdata yang diajukan seorang warga Kuala Batee terhadap Bupati Abdya, terkait belum dibagikan lahan lahan eks HGUT PT CA di Babahrot, Senin (30/11/2020) lalu.  Penggugat diwakili kuasa hukumnya, Yudhistira Maulana SH dari YARA, dan tergugat diwakili Handri SH, Kasi Datun pada Kejari Abdya sebagai Pengacara Negara.  

Suhaimi dalam gugatannya meminta Ketua PN Blangpidie untuk memerintahkan Bupati Abdya segera melakukan pembagian lahan eks HGU PT CA di Babahrot seluas 2.668,82 hektare (ha)  kepada masyarakat untuk pembangunan fasilitas umum dan sosial lainnya.

Laporan Zainun Yusuf| Aceh Barat Daya

SERAMBINEWS.COM, BLANGPIDIE – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Blangpidie, sedang menunggu laporan hasil mediasi. 

Ya, mediasi yang sedang dilakukan mediator terhadap gugatan perdata yang diajukan seorang warga Kuala Batee terhadap Bupati Aceh Barat Daya (Abdya).

Gugatan diajukan, Suhaimi N SH (26), warga Dusun Ingin Jaya, Gampong Teugoeh, Kecamatan Kuala Batee.  

Gugatan ini, sudah didaftarkan  di PN Blangpidie dengan register perkara Nomor 5/Pdt.G/2020/PN Bpd, tanggal 18 November 2020.

Suhaimi dalam gugatannya meminta Ketua PN Blangpidie untuk memerintahkan Bupati Abdya segera melakukan pembagian lahan eks HGU PT CA di Babahrot seluas 2.668,82 hektare (ha)  kepada masyarakat untuk pembangunan fasilitas umum dan sosial lainnya.

Baca juga: Pemuda Ini Nekat Jadi Kurir Sabu Demi Biaya Nikah, Akhirnya Ijab Kabul di Kantor Polisi

Baca juga: Bendera Bulan Bintang Sempat Berkibar 17 Menit di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh

Baca juga: VIDEO Ketua DPRK Aceh Besar Rehab Rumah Janda Kecelakaan Jalan Tol Sigli-Banda Aceh

Lahan tersebut dikatakan sudah menjadi TORA (Tanah Objek Reforma Agraria).

Pasalnya lahan  HGU PT CA tersebut sudah dilepas pihak perusahaan tersebut seluas 2.668,82 ha, saat melakukan perpanjangan HGU-nya pada Agustus 2016 lalu.

Ketua PN Blangpidie, Zulkarnain SH MH kepada Serambinews.com, Jumat (4/12/2020) menjelaskan, sidang gugutan perdata terhadap Bupati Abdya yang diajukan penggugat Suhaimi, sudah dibuka pada 30 November lalu.

Perkara gugatan perdata ini ditangani majelis hakim diketuai, Zulkarnain SH MH (Ketua PN) dibantu dua hakim anggota, Muhammad Kasim SH MH (Wakil Ketua PN) dan Rudy Rambee SH dengan Panitera Pengganti, Rafinal.

Saat sidang dibuka, pihak penggugat Suhaimi diwakili kuasa hukumnya, Yudhistira Maulana SH dari YARA (Yayasan Advokasi Rakyat Aceh).

Sedangkan tergugat, dalam hal ini Bupati Abdya diwakili Handri SH, yaitu Kasi Datun pada Kejari Abdya sebagai Pengacara Negara.  

Menurut Ketua PN Blangpidie, Zulkarnain, ada aturan bahwa sebelum dilakukan pembacaan gugatan oleh kuasa hukum penggugat, majelis hakim bisa melakukan upaya mediasi antara penggugat dan tergugat.  

Dikarenakan, penggugat dan tergugat tidak menyediakan mediator untuk melaksanakan mediasi, maka majelis hakim PN Blangpidie menunjuk mediator, Iman Harrio Putmana SH, yaitu salah seorang hakim pada PN setempat untuk melaksanakan mediasi.

“Majelis hakim, sedang menunggu hasil mediasi yang dilaksanakan mediator,” kata Zulkarnain, Ketua Majelis Hakim perkara gugatan perdata tersebut. 

Jika mediasi yang dilakukan ada hasil, katanya, maka akan diikuti perdamian antara penggugat dan tergugat. Jika tidak, maka sidang dilanjutkan, diawali pembacaan gugatan oleh kuasa hukum penggugat, dalam hal ini YARA.

Sudah Menjadi Harta Masyarakat

Entah ingin menjelaskan tentang gugatan perdata tersebut atau tidak, Bupati Abdya, Akmal Ibrahim SH menjelaskan, lahan eks HGU PT CA di Kecamatan Babahrot, dibagi dua klaster.

Klaster pertama, lahan eks HGU yang dilepas sukarela kepada masyarakat seluas sekitar 2.668 ha.

Dikatakan, dilepas sukarela karena lahan tersebut tidak diusulkan perpanjangan izin HGU oleh manajemen PT CA kepada Menteri  Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI pada tahun 2016.

Klaster kedua adalah lahan eks HGU PT CA seluas sekitar 2.862 ha. Lahan ini tidak diperjang izin HGU oleh  Menteri ATR/Kepala BPN RI.

“Nah, lahan eks HGU seluas 2.862 ha ini (klaster kedua) yang bisa dibagi-bagi kepada masyarakat.

Sedangkan lahan eks HGU seluas sekitar 2.668 ha (klaster pertama) tak bisa dibagi lagi karena sudah lama dikuasi masyarakat dan telah menjadi hak atau harta masyarakat,” kata Bupati Akmal Ibrahim.

Pejelasan tersebut dikemukakan Bupati Abdya dalam dalam Rapat Paripurna DPRK setempat, Rabu (25/11/2020) sore lalu.

Dalam rapat paripurna diikuti 23 Anggota Dewan dan dihadiri  Anggota Forkopimkab, Bupati  Akmal menjelaskan secara rinci bahwa PT CA awalnya punya sertifikat HGU di kawasan Babahrot seluas 7.516 ha. HGU perusahaan pekebunan kelapa sawit itu sudah berakhir pada 31 Desember 2017 lalu.

Manajemen PT CA mengajukan perpanjangan izin HGU ke Menteri ATR/Kepala BPN RI tahun 2016 lalu untuk areal seluas 4.864 ha pada tahun 2016 lalu.

Lalu, kemana lahan areal HGU PT seluas 2.668 ha lagi?  “PT CA tidak mengajukan permohonan perpanjangan izin HGU,” kata Bupati Akmal Ibrahim.

Artinya, eks lahan HGU seluas 2.668 ha itu sudah dilepas secara sukarela kepada masyarakat oleh PT CA.

“Kenapa dilepas karena tak digarap pihak perusahaan sejak lama, kemudian lahan tersebut digarap masyarakat sehingga lahan tersebut  menjadi lokasi rumah warga (lokasi pemukiman warga), menjadi sawah orang dan kebun sawit orang,” kata Akmal.

Sekarang, kata Bupati Abdya, itu ada tokoh atau LSM meminta pihaknya untuk membagi lahan seluas sekitar 2.668 ha itu yang sudah dilepas pihak perusahaan secara sukarela kepada masyarakat.

“Bagaimana saya membagikan kalau sudah menjadi harta orang. Bisa ndak saya bagi lahan tersebut. Karena bola dilempar kepada saya, saya lempar lagi kepada BPN.

BPN juga menyerah, ya itu tadi, bagaimana kita bagi kalau sudah menjadi harta orang, kan begitu,” tandas Bupati Akmal.

Menurutnya, PT CA sendiri sebenarnya sadar bahwa lahan tersebut tidak bisa dimilikinya lagi.

Makanya dari lahan semula seluas 7.516 ha, kemudian yang diminta perpanjangan izin HGU atas tanah seluas 4.864 ha.

“Adapun sisanya 2.668 ha, dalam bahasa hukum  disebut engkrah atau dilepas, dikasih kepada masyarakat,” tambahnya.

Lebih lanjut dijelaskan, dari 4.864 ha yang dimohon perpanjangan izin HGU oleh PT CA, Menteri ATR/Kepala BPN RI menyetujui hanya seluas 2.002 ha. Ini  berdasarkan SK Nomor: 25/HGU/KEM-ATR/BPN/III/2019 tanggal 29 Meret 2019 itu.

Dan, hal ini sesuai pula dengan keputusan Mahkamah Agung yang menguatkan SK Menteri ATR/Kepala BPN RI. Artinya, lahan yang dikasih kepada PT CA hanya itu, 2.002 ha, tidak lebih dari itu.

“Kemana lahan yang lain seluas 2.862 ha. Itu menjadi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Lahan ini yang harus dibagi kepada masyarakat. Bagaimana caranya, ya sudah ada aturannya, tinggal kita laksanakan saja,” tandas Akmal.

Kalau aturannya tidak sesuai, nanti duduk mupakat. “Kalau aturan sifatnya tak punya akibat hukum, saya bisa ambil hak diskresi.

“Kalau aturannya tidak punya kaitan dengan hukum pidana, tidak merugikan keuangan negara, sebagai Bupati, saya punya kewenangan menggunakan hak diskresi saya,” kata Akmal.

“Namun, kalau merugikan keuangan negara, kalau itu melanggar hukum pidana, maka kita berhenti, jangan paksa. Nanti duduk kita, karena kemungkinan untuk kebaikan ada yang kita langgar,” kata Bupati.

Sebagai cotoh disebutkan, eks lahan HGU tersebut harus dibagikan kepada masyarakat sekitar.

Kalau begitu lahan tersebut harus diberikan kepada masyarakat Babahrot dan Kuala Batee saja, sementara masyarakat Lembah Sabil pasti tidak dapat.

“Kalau klausul ini kita langgar, dimana lahan tersebut dibagi ke semua, termasuk kepada masyarakat Lembah Sabil, adakah merugikan keuangan negara, adakah perbuatan pidana, kan tidak, kan boleh saya langgar, tapi kesepakatan bersama, terbuka, ” kata Akmal, lagi.

Ada wacana dari beberapa anggota Dewan, bahwa lahan eks HGU itu dibagi kepada desa/gampong seluas 5 ha per desa.

“Kenapa tidak, 152 desa, hanya perlu 760 ha lahan. Tapi jangan saya ambil sendiri keputusan ini, kita duduk bersama, mana tau ada pemikiran-pemikiran yang lebih cerdas,” kata Bupati.

Kemudian, dalam SK Menteri ATR/Kepala BPN RI itu ada lahan untuk pengembangan petani plasma seluas 960 ha.

“Jangan salah pengertian lahan plasma, sebab ada memahaminya sebagai lahan binaan PT CA.  “Lahan  960 ha itu bukan binaan PT CA. Tapi, PT CA berkewajiban membangun kebun,” sebut Bupati.

Bagaimana cara membagi lahan plasma? Menurut Akmal, pembagian lahan plasma menjadi kewenangan Bupati. Tidak perlu dibentuk tim untuk membagi karena aturannya seperti itu.

“Carannya, calon penerima lahan plasma cukup diusulkan  oleh Keuchik melalui camat ke Bupati. Lau, Bupati teken SK siapa-siapa yang dapat, ya selesai, tak perlu lapor menteri,” tandas Akmal.

Tapi, itu untuk membagi lahan lahan plasma 960 ha.

Sementara untuk eks lahan HGU seluas 2.862 ha yang sudah menjadi TORA, menurut Bupati Akmal, kewenangan membaginya pada  Menteri ATR/Kepala BPN RI.

“Ketua Harian panitianya adalah BPN, Bupati sebagai penanggungjawab panitia,” jelasnya.

Terkait hal ini, Bupati Akmal mengapresiasi Pemandangan Umum Fraksi Abdya Hebat, Yusran yang meminta segera dibentuk tim untuk membagi  lahan bekas HGU PT CA.

Tapi sekali dijelaskan bahwa lahan yang bisa dibagi kepada masyarakat itu adalah lahan  klaster kedua dengan luas sekitar 2.862 ha atau lahan eks HGU PT CA karena tidak perperpanjang izin HGU oleh Menteri ATR/Kepala BPN RI, kemudian menjadi TORA.

Sedangkan klaster pertama, lahan eks HGU PT CA seluas  2.668 ha yang sudah dilepas secara sukarela kepada masyarakat oleh pihak PT CA  tidak bisa dibagi lagi karena sudah menjadi hak atau harta masyarakat, dimana sudah dikelola masyarakat sejak tahun 1980-an, kemudian tanah tersebut sudah menjadi sumber konflik sejak tahun 1990-an. (*)

Berita Terkini