Kedalaman tanah yang amblas ini sudah mencapai 1,5 – 2 meter atau semakin amblas dibanding sebelumnya.
SERAMBINEWS.COM, JANTHO - Bupati Aceh Besar, Mawardi Ali, kembali datang ke lokasi tanah bergerak yang terjadi Rabu (13/1/2021) pagi dan hingga kini tanah itu makin amblas capai 2 meter.
Lokasi itu di Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar.
Kali ini atau pada Sabtu (16/1/2021) sekitar pukul 12.30 WIB, Bupati Mawardi Ali, datang bersama Anggota Komisi V DPR RI dari PKB Dapil Aceh, Irmawan.
Kedalaman tanah yang amblas ini sudah mencapai 1,5 – 2 meter atau semakin amblas dibanding sebelumnya.
Lokasi tanah amblas sepanjang sekitar 300 meter ini sudah ditarik garis polisi.
Baca juga: Tak Menepati Janji Kampanye, Walikota Digeruduk Warga yang Marah dan Diikat di Pohon
Kedalaman amblasnya tanah ini sesuai laporan seorang Tim Prodi Tehnik Geologi Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala (USK), Khairil Umam yang tiap hari melakukan pengukuran ini.
Artinya setiap hari melakukan pengukuran ini sejak terjadinya tanah bergerak di desa pinggir Sungai Krueng Aceh ini pada Rabu (13/1/2021) pagi karena hujan deras semalamnya.
Khairil Umam kepada Bupati Mawardi, Irmawan dan rombongan ini melaporkan bahwa pada hari pertama kejadian ini, Rabu (13/1/2021) kedalaman tanah amblas ini sekitar 46 cm.
Pada hari kedua menjadi 72 cm, hari ketiga tanah itu kembali bergerak hingga amblas menjadi satu meter, dan hari keempat pada hari ini kedalaman amblasnya tanah itu sudah mencapai 1,5 meter.
"Bahkan untuk daerah permukiman warga dan pinggir sungai ada yang sudah mencapai kedalaman 2 meter," kata Khairil Umam.
Khairil menjelaskan amblas itu semakin dalam karena pengaruh hujan.
Oleh karena itu, Khairil menyarankan warga yang rumahnya terkena dampak tanah amblas ini agar mengungsi saja.
Baca juga: Donald Trump Diambang Kehancuran: Keluarga hingga Pendukung Ramai-ramai Meninggalkannya
Menanggapi hal ini, Bupati Aceh Besar, Mawardi Ali, kembali mengimbau 14 KK yang terdampak tanah bergerak hingga ambals ini agar mengungsi untuk sementara waktu.
Bupati juga meminta pihak BPBD, Dinas Sosial, Camat, keuchik, dan tim teknis lainnya terus memantau pergerakan tanah dan ambil langkah penanganan pencegahan.
Selain itu, juga menyiapkan stok sementara kebutuhan logistik selama dua pekan kepada warga yang harus dievakuasi.
“Setelah dua pekan ke depan, kita akan mengambil langkah-langkah penanganan berikutnya,” ujar Mawaradi Ali.
Baca juga: VIDEO - Aksi Polisi Selamatkan Nenek yang Terendam Banjir Besar Viral
Dua KK Mengungsi
Seperti diberitakan sebelumnya, dua KK berjumlah enam orang warga Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar, hingga kini masih mengungsi.
Pasalnya, rumah mereka di pinggiran Krueng Aceh dalam gampong itu terdampak fenomena tanah bergerak pada Rabu (13/1/2021) pagi akibat hujan deras semalamnya.
"Selama mengungsi di tenda kami merasa kedinginan, nyamuk banyak. Tidur seperti di atas air," kata Fitrina kepada Serambinews.com, Sabtu (16/1/2021).
Oleh karena itu, Fitrina yang merupakan salah satu korban terdampak tanah bergerak di desa itu yang kini mengungsi di tenda dekat rumahnya tersebut berharap adanya bantuan kasur.
Pasalnya, kata dia, selama di tenda, mereka tidur beralaskan tikar plastik, padahal saat ini sedang musim hujan, sehingga sangat terasa dingin saat hujan.
Fitrina mengatakan rumahnya itu saat ini terancam amblas karena berada di kawasan tanah bergerak yang kini telah ditarik garis polisi.
"Bagian bangunan mulai ada yang retak. Bahkan, di bangunan dapur dekat pondasi mulai amblas dan pipa air pembuang kamar mandi patah akibat tanah bergeser," ucapnya.
Dampak tanah bergerak
Seperti diberitakan sebelumnya, 14 KK, warga Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar, terancam harus mengungsi ke tenda.
Pasalnya, rumah mereka berada di lintasan tanah bergerak di pinggiran Krueng Aceh dalam gampong itu yang terjadi Rabu (13/1/2021) pagi akibat hujan deras semalamnya.
Jarak rumah itu dengan pinggiran Krueng Aceh 150-200 meter.
Rumah mereka sudah retak-retak dan seperti longsor akibat tanah bergerak ini 40 cm hingga satu meter ke bawah.
Hal ini sesuai pengukuran BPBD dan BMKG.
Bupati berkunjung
Bupati Aceh Besar, Ir Mawardi Ali pun, berkunjung ke Gampong Lamkleng untuk melihat dampak tanah bergerak di gampong itu serta warga yang harus mengungsi di tenda.
Kunjungan itu dilakukan Bupati dan rombongan, Kamis (14/1/2021).
Peninjauan ini dilakukan bersama Kepala BPBD Aceh Besar, Farhan AP, Camat Kuta Cot Glie, Imam Munandar, Keuchik Lamkleng, Muhammad Fajri, dan aparat keamanan gampong setempat.
Menurut Bupati, sesuai laporan keuchik setempat, pergerakan tanah ini terjadi pada Rabu (13/1/2021) setelah hujan deras semalamnya.
Panjang pergerakan tanah ini mencapai 300 meter dan lebar lebar sekitar 150 – 200 meter.
"Saya sudah memerintahkan BPBD membangun tenda pengungsian dekat lokasi rumah penduduk yang tanahnya mengalami pergerakan ke pinggiran sungai Krueng Aceh itu," kata Bupati.
Selain itu, kata Bupati, dirinya juga sudah memerintahkan Kepala BPBD Aceh Besar terus memantau selama 24 jam.
Kemudian undang petugas BMKG dan Dinas ESDM Aceh maupun kabupaten untuk menurunkan Tim Geologinya guna menganalisa.
Artinya apakah pergerakan tanah itu membahayakan atau terancam bencana tanah longsor bagi 14 unit rumah penduduk itu atau tidak.
Pada kesempatan ini, Bupati meninjau KK yang harus mengungsi akibat kejadian ini dan mengingatkan para pengungsi ini mengikuti arahan petugas.
Amatan Serambinews.com, di lokasi tanah tanah yang bergerak ini sudah dipasang polisi line agar jangan ada lagi yang melintasi kawasan itu.
Penyebab tanah bergerak
Sebelumnya diberitakan Ketua Program Studi Magister Ilmu Kebencanaan Universitas Syiah Kuala (MIK USK), Dr Nazli Ismail, Rabu (13/1/2021) pagi turun ke Gampong Lamkleng.
Dari hasil observasi langsung, doktor jebolan Swedia ini menyimpulkan bahwa terjadinya tanah bergerak dan rekahan memanjang tersebut disebabkan oleh tanahnya sudah jenuh terhadap air.
Kejadian ini, kata Nazli, erat kaitannya dengan tingginya curah hujan dalam sepekan terakhir di wilayah Aceh Besar dan Banda Aceh, sehingga menyebabkan tanah labil.
Kebetulan, lokasi tanah bergerak itu hanya sekitar 30 meter dari Sungai (Krueng) Aceh. Rekahannya pun memanjang mengikuti alur sungai. Tebing tanah pun miringnya ke arah sungai.
Semua ini, kata Nazli yang juga unsur Dewan Pakar Forum Pengurangan Risiko Bencana (F-PRB) Aceh, berkontribusi terhadap terjadinya fenomena tanah bergerak dan merekah dengan kedalaman sekitar 10-40 cm.
"Saat saya amati hari ini, kedalamannya bahkan mulai bertambah, dari 40 menjadi 70 cm.
Ini menandakan tanahnya terus bergerak ke arah sungai," kata Nazli Ismail menjawab Serambinews.com via telepon, Rabu siang.
Karena pertimbangan bahwa tanah tersebut masih terus bergerak dan rekahannya kian melebar, Nazli menyarankan agar penduduk yang bermukim di kawasan itu segera mengungsi demi menghindari hal-hal yang tak diinginkan.
Menurut Nazli, untuk saat ini setidaknya tiga rumah yang kondisinya sudah sangat riskan karena berada di jalur tanah yang amblas tersebut.
Belasan rumah lainnya terletak agak jauh, tapi tetap berada di zona yang berisiko tinggi.
"Semua mereka saya anjurkan segera mengungsi dan sebaiknya nanti jangan lagi bermukim di situ. Kondisinya riskan," kata Dosen Prodi Fisika FMIPA USK ini.
Berdasarkan amatan Nazli, fenomena tanah bergerak ke arah sungai di desa ini sebetulnya bukan fenomena baru.
Dulu pun hal serupa terjadi di Gampong Lamkleng. Beberapa bekasnya ditemukan Nazli saat menyusuri daerah aliran sungai (DAS) di desa tersebut pada Rabu pagi.
Cuma, seperti dikatakan Nazli, dulu tanah tersebut bergerak dan menyebabkan rekahan di lokasi yang tak berpenduduk.
Misalnya, di kebun warga atau di padang gembala sehingga tak langsung menimbulkan reaksi bahkan kepanikan warga.
"Nah, karena sekarang terjadinya di permukiman penduduk, maka warga langsung bereaksi dan jadi heboh. Apalagi sudah diekspose di media," kata mantan wartawan Harian Serambi Indonesia ini.
Nazli mengingatkan bahwa bukan saja mereka yang berumah di dekat lokasi tanah bergerak itu, tapi mereka yang beraktivitas di padang gembalaan dalam desa itu pun kini tak lagi aman.
"Bisa saja kalau terjadi hujan deras lagi dan tebing sungai terus tergerus, penggembala dan ternaknya bisa terkubur saat tanah amblas.
Kita berharap ini jangan sampai terjadi. Maka, kurangi aktivitas menggembala di lokasi tersebut," saran Nazli.
Ia juga menyarankan agar Pemkab Aceh Besar segera melakukan penyelamatan terhadap tebing sungai sehingga tidak menyebabkan tanah di permukiman penduduk di dekat sungai itu terus amblas.
Nazli menawarkan solusi dengan menanam sesegera mungkin pepohonan tertentu yang akarnya mampu mencegah tebing sungai longsor atau amblas.
Nazli mengatakan bersama tim survei dari USK ia akan datang lagi beberapa hari ke depan ke Gampong Lamkleng untuk mengamati perkembangan lebih lanjut dari fenomena tanah bergerak akibat tanahnya sudah jenuh terhadap air hujan yang debitnya besar itu.
Selain Nazli dari MIK sekaligus mewakili TDMRC USK, kemarin tim survei dari Prodi Teknik Geologi pada Fakultas Teknik USK juga tiba di lokasi melakukan observasi. Juga ada dari Prodi Fisika FMIPA USK.
Rektor USK, Prof Dr Samsul Rizal MEng menyebut tim yang turun itu merupakan tim gabungan dari USK. "Semua mereka tim kita, tim Geophysics," kata Samsul.
Ia menyebut, kedatangan tim dari USK itu sebagai observasi awal ke lokasi.
"Besok akan ada survei lanjutan dengan memobilisasi beberapa peralatan," demikian Samsul Rizal.
Sebelumnya, Ketua Prodi Teknik Geologi FT USK, Dr Bambang Setiawan ST MEngSc juga datang langsung ke lokasi.
"Kita ke lokasi untuk coba mempelajari sepintas kondisi lokasi kejadian. Informasi lebih lanjut, setelah saya dapatkan data lapangan akan saya share ke wartawan," kata Bambang Setiawan menjawab Serambinews.com, Rabu (13/1/2021) siang.
Ditanya, apakah kejadian tanah bergerak itu merupakan fenomena likuefaksi, Bambang Setiawan mengatakan, masih harus disurvei terlebih dahulu, baru bisa ditarik kesimpulan.
Begitupun, per definisi ia sebutkan bahwa likuefaksi merupakan bencana yang sifatnya dinamis di mana kejadian itu harus ada pemicunya dalam bentuk getaran atau gelombang yang membuat muka air tanahnya naik dengan tiba-tiba.
Ditanya lebih lanjut, apakah peristiwa itu karena efek gempa yang terjadi di Sabang beberapa hari lalu atau karena muka air Krueng Aceh naik akibat hujan deras akhir-akhir ini, Bambang menduga kemungkinan besar akibat hujan deras.
"Tapi untuk pastinya, kami harus ke lapangan, Pak," kata Bambang Setiawan.
Sebagaimana diberitakan Serambinews.com, masyarakat Gampong Lamkleng, Kecamatan Kuta Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar, dihebohkan oleh fenomena tak lazim, yaitu pergerakan tanah hingga membentuk rekahan besar memanjang, Selasa (12/1/2021).
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Besar melalui petugas Pusat Pengendalian Operasi-Penaggulangan Bencana (Pusdalops-PB), Ikbal dalam keterangan tertulisnya yang diterima Serambinews.com menyebutkan, pergeseran struktur tanah itu terjadi di permukiman masyarakat.
Ini yang kemudian memicu kepanikan warga.
Mengutip keterangan warga setempat, pergerakan tanah itu semakin meluas dengan lebar rekahan antara 10 hingga 40 cm. Hari ini, rekahan tersebut mencapai 70 cm. (*)