Sejarah

Hubungan Kerajaan Champa dengan Peradaban di Nusantara

Editor: Taufik Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Golden Bridge di Vietnam.

Dengan kata lain, ia menyimpulkan, bahwa orang Champa adalah pelaut yang maju pada masanya.

Asumsi ini juga dibenarkan Anne-Valerie. Ia melihat bahwa arsitektur kerajaan Champa, terutama Candi Lembah My Son F1, dan Candi Po Dam di Binh Thuan sangat dipengaruhi dengan kebudayaan Jawa.

Lewat kisah lisan Aji Saka juga menyebutkan hubungan keduanya. Dalam legenda itu, disebutkan bahwa ia sempat tinggal di Champa dan menikah dengan Putri Prabawati di sana. Kunjungan itu terjadi setelah ia menyebarkan agama Hindu di Pulau Jawa.

Hubungan Champa dengan kerajaan-kerajaan di kepulauan Asia Tenggara terekam dalam prasasti mereka. Disebutkan dalam prasasti Champa, bahwa Sriwijaya merupakan tempat asal singa untuk persembahan Champa kepada Dinast Song pada 1011.

Singa bukanlah hewan endemik di Asia Tenggara. Tetapi karena Sriwijaya yang menguasai jalur utama perdagangan laut, mereka kerap didatangi pengusaha-pengusaha dari Jazirah Arab, Persia, dan Tiongkok.

Dalam Sejarah Melayu (Dahlan, 2014) Sriwijaya sangat penting bagi Champa sebagai pusat transit mancanegara. Sriwjiaya juga menjadi sekutu untuk melindungi mereka dari perompak yang sempat menyerang ke pusat Champa.

Interaksinya dengan Sriwijaya ini pula, dalam Champa: Kerajaan Kuno di Vietnam (Ibrahim & Putranto, 2016) agama Islam juga berkembang di Champa sejak abad ke-10.

Hubungan dengan Sumatera ini terus berlanjut di masa berikutnya ketika kerajaan dan kebudayaan Aceh dan Minangkabau. Kebudayaan di Sumatera dengan Champa ini memiliki kesamaan, yakni berkonsep matrilineal.

Baca juga: Meski Harta Melimpah, Zaskia Mecca Tak Hobi Koleksi Tas Branded Seperti Artis Kebanyakan:

Baca juga: Helikopter Militer Rusia Mendarat Darurat di Suriah, Sejumlah Kru Menjadi Korban

Nyeleneh! Dokter Ini Ikuti Sidang Virtual Sambil Operasi Pasien, Begini Reaksi Hakim & Dewan Medis

Pada masa berikutnya, Champa di bawah Jaya Simhawarman III turut andil dalam menghalangi serbuan Mongol ke tanah Jawa. Karena sebelumnya, Kertanegara dari Singhasari menikahkan Simhawarman dengan putrinya, Putri Tapasi, dengan tujuan memperkuat kerjasama ekonomi.

Dampaknya, ketika Jaya Simhawarman III mengetahui rencana invasi Mongol ke Jawa dengan membawa 1.000 kapal, ia melarang mereka transit di pelabuhan Champa. Pelarangan ini memaksa bangsa Mongol harus berlayar non-stop 40.000 kilometer yang sangat berisiko.

Risiko pelayaran itu bagi bangsa Mongol berupa ombak yang begitu tinggi, angin dan kencang, dan persediaan makanan yang habis karena keadaan demikian.

Peran Champa di Jawa hadir lewat Ratu Dwarawati, permasuri Brawijaya V yang merupakan putri raja Champa yang sudah memeluk Islam. Ketika dia mendampingi suaminya, ia memiliki peran membantu perpolitikan Majapahit yang tercerai berai.

Meski nasihatnya banyak dipenuhi oleh raja, sikap ini justru menjadi kritik bagi masyarakat Majapahit. Bahkan, menurut Andi Farid Hidayanto dalam jurnal Eksis (Vol.8 Maret 2014) Ki Agung Kutu Suryongalam dari Wengker menyindir Brawijaya V dan Ratu Dwarawati lewat kesenian reog.

Pada 1471, Vijaya (kini Qui Nhon) ibukota Champa jatuh di tangan Dai Viet. Ibrahim dan Putranto menyebut, babak ini menjadi awal dari berakhirnya pengaruh kebudayaan India di Vietnam. Dai Viet dalam penyerangannya menghancurkan kota, menjarah, dan genosida terhadap puluhan ribu warga.

Penyerangan ini membuat kuasa Kerajaan Champa menyusut di Vietnam selatan, tepatnya di Kauthara (Nha Trang) dan Padunranga (Phan Rang). Tetapi kondisinya yang menyusut, secara militer patut diperhitungkan pada masanya.

Halaman
123

Berita Terkini