Keunikkan di Bunin

Bunin, Desa yang Warganya Saat Panen Buah-Buahan Berbagi dengan Orang Utan

Penulis: Yarmen Dinamika
Editor: Nur Nihayati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr M Adli Abdullah (berpeci hitam) sedang menjelaskan konsep sanksi dalam adat yang terkadang berbeda dengan sanksi dalam konsep hukum negara di depan para tetua adat Gampong Bunin, Kecamatan Serba Jadi, Aceh Timur. Pertemuan itu berlangsung Sabtu (13/3/2021) di rumah Sekretaris Gampong Bunin. Adli ditemani dua peneliti lainnya dari Universitas Syiah Kuala, yakni Dr Sulaiman Tripa dan Dr Teuku Muttaqin Mansyur.

“Larangan itu dibuat supaya pada hari Jumat seluruh pria yang sudah akil balig di desa tersebut fokus untuk ibadah shalat Jumat.

Kalau mereka tetap nekat pergi ke hutan pada hari Jumat, dikhawatirkan ada yang tidak sempat kembali dari hutan pada saat jadwal shalat Jumat sudah tiba,” kata Adli.

Lalu, kalau ada juga warga setempat yang nekat pergi ke hutan pada hari Jumat, maka mereka akan dijatuhi sanksi.

Sanksinya berupa denda adat yang dalam masyarakat Gayo Bunin dinamakam “tawar kampung”, berupa peusijuek (tepung tawar) dan membayar denda adat sesuai dengan kemampuan si pelanggar pantang.

“Kalau dia orang yang tergolong mampu, maka harus kenduri dengan menyembelih seekor kambing,

Sedangkan pelanggar yang bukan orang mampu, ya kendurinya cukup dengan menyembelih ayam saja,” terang Adli mengutip temuan yang ia dapatkan di desa tersebut.

Menurut Adli yang memimpin penelitian itu, tujuan mereka datang ke Bunin adalah untuk mengidentifikasi kekayaan adat istiadat dan ‘local wisdom’ di desa tersebut.

“Kepada perangkat gampong juga kami berikan pemahaman tentang konsep sanksi dalam adat yang kadang-kadang  berbeda dengan sanksi dalam konsep hukum negara,” kata Adli. 

Secara adat, lanjut Adli, warga setempat masih membutuhkan penguatan terkait posisi hutan adat dalam istilah hukum.

“Hal yang juga intens kami diskusikan di sini adalah tentang adat hutan, misalnya larangan bagi seluruh warga pergi ke hutan pada hari Jumat.

Ini unik, karena tidak semua komunitas di Aceh memiliki adat hutan seperti ini, apalagi banyak sekali gampong yang kini tak lagi punya hutan,” tukas Adli Abdullah.

Dalam pertemuan yang berlangsung di rumah Sekretaris Gampong Bunin itu Adli menyatakan, pengakuan terhadap hukum adat sudah kuat, baik dalam bentuk hukum nasional maupun qanun Aceh.

“Kita sudah memiliki Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 dan Qanun Aceh Nomor 10 Rahun 2008 tentang Lembaga Adat di Aceh,” sebut Adli. 

Jadi, lanjut Adli, mendokumentasikan hukum adat ini adalah salah satu bagian penting yang harus dilakukan oleh akademisi.

“Insya Allah, saya bersama anggota tim siap membantu masyarakat Bunin mencatat dan mengidentifikasi kembali adat istiadat dan hukum adat yang berlaku di sini. Ini juga bagian dari ikhtiar kita menjaga warisan budaya dari generasi ke generasi,” urai mantan sekretaris jenderal Panglima Laot Aceh ini.

Halaman
123

Berita Terkini