SERAMBINEWS.COM - Masih ingat dengan Tiphaine, model asal Perancis yang bertemu jodoh di Banda Aceh dan memeluk Islam?
Ternyata suaminya adalah cucu dari ulama besar di Aceh.
Suami Tiphaine Poulon, yang diketahui bernama Amal, adalah putra dari almarhum Prof. Dr. Tengku H. Muhibuddin Waly Al-Khalidy atau akbrab disapa Abuya Muhibuddin Waly.
Dengan demikian, Amal adalah cucu dari ulama terkemuka di kalangan Tarekat Naqsyabandiyah, yakni Syaikh Haji Muhammad Waly Al-Khalidy atau Syekh Muda Waly.
Diberitakan sebelumnya, Tiphaine Poulon (25), wanita berdarah Prancis yang kini sudah menetap dan tinggal di Indonesia, menikah dengan pria Aceh yang diketahui bernama Amal.
Kisah cinta beda negara antara keduanya viral di media sosial, setelah diunggah di aplikasi video populer TikTok beberapa waktu lalu.
Dalam video singkat tersebut, Tiphaine menceritakan bahwa kisah percintaannya itu dimulai pada tahun 2018.
Yaitu saat ia pertama sekali berkunjung ke Aceh hingga bertemu dengan Amal.
Dalam kunjungannya itu, ia mempelajari tentang budaya masyarakat Aceh dan Agama Islam.
Baca juga: Kisah Cinta Beda Bangsa, Model Prancis Bertemu Jodoh di Aceh dan Masuk Islam
Sejak saat itu, bule kelahiran tahun 1995 ini pun mulai mempelajari tentang Islam.
Dan orang yang mengajarinya tentang agama Islam adalah pria yang dia cintai, yakni sang suami.
Dari situlah, kisah cinta antara keduanya tumbuh hingga kini menjadi sepasang suami-isteri.
Serambinews.com pada Jum'at (16/4/2021) lalu mencoba menghubungi Tiphaine untuk mendapatkan konfirmasi atas kisah yang dia bagikan tersebut.
Melalui pesan tertulis via Direct Messenger, Tiphaine membenarkan kisah hubungannya dengan suami yang ingin disebut nama panggilannya saja, yaitu Amal, serta dirinya yang sudah menjadi mualaf.
Kepada Serambinews.com, Tiphaine mengaku bahwa sang suami merupakan keturunan dari Ulama Aceh, yakni Muhammad Waly Al Khalidy.
"Iya dia orang Aceh dan Minang, dia cucu dari Muhammad Waly Al Khalidy," kata Tiphaine pada Serambinews.com, Jum'at (16/4/2021).
"Abuya Muhibuddin Waly bapak dia," lanjutnya.
Terpisah melalui pesan aplikasi WhatsApp, Sabtu (17/4/2021), Tiphaine mengatakan bahwa suaminya itulah yang pertama sekali mengajarkan tentang Islam pada dirinya.
Yakni saat ia berkunjung ke Aceh pada tahun 2018.
Baca juga: Kisah Wanita Perancis Bertemu Jodoh di Banda Aceh hingga Memantapkan Diri Memeluk Islam
"Alhamdulillah kemudian saya belajar mengenal Islam melalui suami saya," ujar Tiphaine saat menceritakan kisahnya pada Serambinews.com, Sabtu (17/4/2021).
Pada saat itu, ia berada di Aceh hanya sekedar untuk berliburan selama satu minggu.
Secara kebetulan, dia pun bertemu dengan Amal.
Pada awalnya, baik Tiphaine maupun sang suami hanya ingin hubungan mereka sebatas teman saja.
Tapi beberapa bulan setelah itu, benih-benih cinta mulai tumbuh diantara mereka.
Tiphaine mengaku, rasa cintanya tumbuh pada Amal karena sang suami benar-benar dapat mempresentasikan sisi Islam sebagaimana yang ia dambakan.
Meskipun, katanya, suaminya itu memiliki dasar pengetahuan Islam tradisional yang sangat kental.
"Ayahnya adalah Alm. Abuya Prof. DR. Syeikh H. Tgk. Muhibuddin Muhammad Waly Al-Khalidiy, seorang ulama dan negarawan pada masanya,"
"Sehingga tidaklah heran jika suami saya dapat mewarisi pemahaman yang mudah saya terima dan saya amalkan," ungkapnya.
Baca juga: Kisah Film Ottoman Bantu Kerajaan Aceh, Pria Turki Ini Penasaran Hingga Jatuh Cinta Pada Gadis Aceh
Baca juga: Kisah Cinta Polisi Turki, Kenalan via FB, Tertarik tentang Aceh, hingga Menikahi Gadis Matangkuli
Sejak mendapatkan pencerahan Islam dari suaminya itu, sisi dirinya yang semula skeptis dan kehilangan kepercayaan terhadap agama menjadi pudar seketika.
Sosok Abuya Muhibuddin Waly, Ulama besar Aceh
Melansir Serambinews.com dalam artikelnya yang tayang pada 8 Maret 2021, almarhum Abuya Prof Dr Tgk H Muhibuddin Waly merupakan seorang ulama besar dan kharismatik di Aceh.
Abuya, sapaan ta'zim terhadap Muhibuddin Waly juga dikenal dan terlibat dalam berbagai kegiatan penting nasional.
Ia merupakan seorang guru, tokoh sufi dan tarekat, serta politisi nasional yang disegani.
Mengutip Wikipedia, Abuya Muhibbuddin Waly lahir di Aceh pada tahun 17 Desember 1936.
Abuya Muhibuddin Waly memiliki darah keturunan Minang dari ayahnya yang juga merupakan seorang ulama terkemuka di Kalangan Tarekat Naqsyabandiyah, yakni Syaikh Haji Muhammad Waly Al-Khalidy atau Syekh Mudo Waly.
Masih dilansir dari Serambinews.com, Abuya Muhibuddin Waly memiliki wajah yang teduh dan tenang setiap kali memandang.
Itu merupakan cerminan dari kefahaman dan jalan tasawuf yang dimiliki oleh ulama ini.
Baca juga: Hukum Kirim Foto atau Video Makanan dan Minuman saat Puasa, Ini Penjelasan Ulama Aceh Waled Marhaban
Abuya Muhibbuddin belajar Tarekat Naqsyabandiyah pada ayahandanya.
Ulama yang juga digelari Syekh ini mengambil gelar doktor di Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Kairo, dengan disertasi tentang Pengantar Ilmu Hukum Islam dan lulus pada tahun 1971.
Di Al-Azhar, teman satu angkatannya antara lain mantan Presiden RI K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Beliau juga pernah menjadi anggota DPR RI berakhir 2004 lalu.
Namun selama itu Abuya lebih banyak mengisi waktunya dengan mengajar tarekat dan menulis.
Ada beberapa buku tentang tasawuf dan pengantar hukum Islam yang ditulisnya, sambil menyempurnakan buku ensiklopedi tarekat yang diberinya judul Capita Selecta Tarekat Shufiyah.
Waktu senggangnya juga dimanfaatkan untuk “meramu” tiga kitab yang diharapkannya akan menjadi pegangan para murid dan umat Islam pada umumnya, yaitu Tafsir Waly (Tafsir Al-Quran), Fathul Waly (Komentar atas Kitab Jauharatut Tauhid), dan Nahjatun Nadiyah ila Martabatis Shufiyah (sebuah kitab tentang ilmu tasawuf).
Tidak sampai disitu, sosok ulama yang santun, lembut dan tenang saat berbicara ini ternyata juga mewarisi darah para pujangga.
Kemampuan itu terbukti dari kemahirannya menulis syair.
Ia mengijazahkan Syair Tawasul Tarekat yang diubahnya dalam dua bahasa, Arab dan Melayu, kepada murid-murid tarekatnya.
Syair yang cukup panjang ini menceritakan proses perjalanan suluknya, diselingi doa tawasul kepada para pendiri beberapa tarekat besar dan guru-guru yang dimuliakannya.
Sebagai ulama, Abuya telah mendedikasikan hidupnya dalam dunia dakwah dan keagamaan.
Namun sang ulama telah berpulang ke Rahmatullah pada usia 75 tahun.
Abuya meninggal dunia pada 8 Maret 2012 di Rumah Sakit Fakinah, Banda Aceh penyakit yang dideritanya. (Serambinews.com/Yeni Hardika)