SERAMBINEWS.COM,- MENGATASI permasalahan gizi pada balita di Aceh berarti juga mengatasi ujung pangkal permasalahan yang melandasinya.
Pengalaman global maupun nasional menunjukkan bahwa permasalahan gizi anak memerlukan intervensi yang tidak hanya berhenti pada kesehatan dan asupan.
Upaya yang dilakukan harus bersifat lintas sektoral agar efektif dengan intervensi pada sosial ekonomi, ketahanan pangan, pendidikan, lingkungan tempat tinggal, dan infrastruktur pendukung.
Intervensi ini memerlukan bukan saja komitmen dan peran serta pemerintah pusat, tetapi juga peran pemerintah daerah dan masyarakat.
Peran Pemerintah Saat ini kebijakan dan program pemerintah lebih terpusat pada penanganan dan pencegahan stunting.
Baca juga: Terbukti Melanggar Qanun Tentang Hukum Jinayat, Pelaku Maisir di Langsa Dicambuk 40 Kali
Baca juga: Intip! Oleh-oleh Bunda Ashanty untuk Aurel dan Atta Halilintar dari Turki
Baik di tingkat pusat maupun daerah, termasuk provinsi Aceh, pemerintah telah membuat rencana strategis untuk pencegahan dan penanganan stunting.
Pemerintah Provinsi Aceh juga telah mencanangkan Aceh Bebas Stunting 2022 melalui Pergub No. 14 tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting Terintegrasi di Aceh.
Program yang dibiayai APBD provinsi dan kabupaten ini menggarisbawahkan strategi yang menekankan pada pentingnya komitmen, koordinasi lintas sektor, kearifan lokal, kebijakan, dan pemantauan dan evaluasi program.
Agar program ini menjadi efektif, tentunya diperlukan alokasi pembiayaan yang tepat guna.
Selain itu, penting juga menjadikan indikator terkait gizi balita sebagai indikator target dalam RPJMD untuk memperkuat komitmen dan tanggung jawab pemangku kepentingan baik di provinsi, kabupaten/kota hingga ke tingkat desa.
Baca juga: Kisah Inspiratif Presiden Soeharto, Nyamar Jadi Rakyat Biasa hingga Kunjungi Bosnia Saat Berkecamuk
Baca juga: CPNS 2021 - Berikut Jumlah Formasi yang Dibutuhkan CPNS Kemenkumham 2021
Kebijakan strategis yang menyeluruh dan menyentuh langsung ke masyarakat adalah suatu keharusan. Penyusunan perencanaan dan program di tiap tingkatan hendaknya berbasis data dan fakta di lapangan.
Permendes 13 tahun 2020 juga mensyaratkan pentingnya program pengentasan malnutrisi dan stunting di tingkat desa.
Di luar dari pemantauan rutin layanan kesehatan, analisis situasi masalah gizi balita, termasuk identifikasi kelompok rentan, faktor yang paling berkontribusi menyebabkan permasalahan gizi di Aceh, dapat membantu pemerintah merumuskan program kebijakan dan alokasi dana yang tepat guna (micro-planning).
Selain itu, peranan kelompok masyarakat lokal dan organisasi non-pemerintah terhadap pengenalan akan konteks, budaya dan kearifan lokal juga diperlukan dalam merumuskan dan mengimplementasikan intervensi yang tepat di tingkat masyarakat dan keluarga.
Peran Komunitas Pada tingkat komunitas, peranan aktif pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan masyarakat juga penting dalam mengatasi permasalahan gizi pada balita.
Peranan ini bisa dalam bentuk alokasi pembiayaan alternatif untuk program gizi balita dan ibu hamil, pendidikan gizi berbasis masyarakat, dan peran serta aktif masyarakat, terutama kader, dalam mengidentifikasi atau mengenali anak balita dengan kemungkinan permasalahan gizi..
Selain itu, berbagai inisiatif lokal seperti kebun keluarga, juga dapat meningkatkan akses masyarakat ke bahan pangan yang berkualitas.
Berbagai kegiatan tersebut dapat dianggarkan melalui Dana Desa dengan bantuan teknis dari dinas-dinas terkait seperti Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong, Dinas Kesehatan, Dinas Pangan, BKKBN, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak, serta dinas-dinas terkait lainnya yang difasilitasi oleh Pendamping Desa.
Di tingkat keluarga, pengasuh anak – baik kedua orang tua maupun anggota keluarga lain – perlu menjadi target peningkatan pengetahuan terkait pemberian makanan pada bayi dan anak (PMBA).
Baca juga: Putra Aceh Dilantik Sebagai Deputi Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB-RI, Ini Pesan Kepala BNPB-RI
Baca juga: Hari Ini Terjadi Gerhana Matahari Cincin, Bisakah Lihat di Aceh? Ini Penjelasan Dosen Ilmu Falak
Perlu juga dibangun kesadaran akan besarnya pengaruh status gizi di usia balita terhadap masa depan sang anak, agar pengetahuan terkait PMBA ini dapat diterapkan. Hal ini tentunya memerlukan lingkungan yang mendukung, baik dari sisi ketersediaan biaya maupun dukungan non-fi nansial.
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan orang tua/pengasuh anak tentang pengasuhan positif juga perlu menjadi salah satu fokus intervensi, mengingat rendahnya kapasitas orang tua dalam mengasuh merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya stunting.
Orang tua/ pengasuh perlu memahami tumbuh kembang anak serta peran mereka, termasuk keterlibatan ayah, di dalamnya dan memiliki keterampilan dalam membentuk karakter anak dengan menerapkan disiplin positif.
UNICEF Perwakilan Aceh bersama dengan mitra-mitra lokal beserta pemerintah Aceh saat ini melakukan intervensi terintegrasi untuk menyasar banyaknya tantangan di atas yang tentunya memerlukan komitmen, peran serta semua pihak, dan harmonisasi dari segala intervensi yang dilakukan.
UNICEF Aceh membuka lebar pintu kerjasama dengan kabupaten/kota yang tertarik untuk mempelajari upaya terintegrasi dalam menangani malnutrisi di Aceh, dengan menghubungi narahubung melalui asyakriah@unicef.org.
Dengan gizi anak yang baik, insya Allah tujuan Aceh Hebat dapat tercapai, karena Aceh yang Hebat dimulai dari anak-anak Aceh yang Sehat. (*)
Baca juga: VIDEO - Kisah Sedih Anak Ditelantarkan Setelah Orangtua Angkat Punya Anak Kandung