SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Satgas penanganan Covid-19 melaporkan lima provinsi di Pulau Jawa ini berkontribusi menyumbangkan angka kematian tertinggi di Indonesia, bahkan hingga mencapai lebih dari 400%.
Adapun lima provinsi tersebut adalah Jawa Barat naik 463%, diikuti DKI Jakarta naik 236%, Daerah Istimewa Yogyakarta naik 148%, Jawa Timur naik 145% dan Jawa Tengah naik 75%.
Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengungkapkan kenaikan kematian yang tinggi ini seharusnya dapat segera diperbaiki dengan menghindari potensi kematian pada pasien Covid-19.
Salah satunya berpatokan pada kasus aktif saat ini sehingga dapat menyelamatkan nyawa lainnya."Angka kematian yang terus meningkat ini tentunya tidak dapat ditoleransi, karena 1 kematian saja terbilang nyawa," tegas Wiku, Jumat (2/7/2021).
Sementara saat ini, provinsi yang menyumbangkan kasus aktif tertinggi adalah DKI Jakarta, dengan 57.295 kasus, disusul Jawa Barat 43.436 kasus, Jawa Tengah 33.805 kasus, DIY 8.917 kasus dan Jawa Timur 7.488 kasus.
Baca juga: Filipina Minta UEA Bebaskan Hukuman Pekerja Negaranya, Terjebak Akibat Larangan Penerbangan
Baca juga: Wabup Aceh Besar Salur Bantuan Masa Panik untuk Korban Kebakaran Rumah Serta Seisinya di Lamtamot
Baca juga: Tiga Desa Raih Penghargaan Posko PPKM Terbaik, 3 Polsek Dapat Penghargaan Terbaik di HUT Bhayangkara
Fokus utama dalam menekan angka kematian adalah memastikan penanganan pasien Covid19 sebaik mungkin, utamanya pada pasien gejala sedang-berat.
Namun saat ini kelima Provinsi ini memiliki keterisian tempat tidur Isolasi dan ICU diatas 70%, bahkan DKI mencapai lebih dari 90%, maka keadaan ini akan mempersulit penanganan pada pasien gejala berat.
Selain itu, fokus pencegahan kematian dapat dilakukan berdasarkan kelompok usia yang paling rentan.
Di kelima provinsi, persentase kematian yang paling tinggi terjadi pada kelompok usia lansia.
Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya komorbid pada lansia, serta imunitas yang semakin menurun seiring bertambahnya usia.
Ada Sekitar 5-19% lansia yang terkena covid, meninggal dunia.
Baca juga: Kementerian Kesehatan Arab Saudi Peringatkan Remaja,Varian Baru Covid-19 Sangat Berbahaya
Baca juga: Festival Cahaya Arab Saudi Pecahkan Dua Catatan Guiness World Record
Baca juga: Sasaran Vaksinasi Covid-19 Tahap 3 di Aceh Besar Anak Usia 12-17 Tahun
Pengamat transportasi Alvin Lie mempertanyakan pemerintah hingga saat ini belum menutup pintu gerbang penumpang internasional untuk masuk ke Indonesia.
Menurutnya, virus Covid-19 ini berasal dari luar negeri dan mengapa Indonesia hingga saat ini menutup pintu masuk internasional untuk penumpang baik itu darat, laut dan udara. Ia juga menyinggung, awal kehadiran virus ini yang berasal dari Cina pada tahun lalu Indonesia tidak menutup pintu gerbang internasional.
Padahal menurut Alvin, meski Indonesia tidak menutup gerbang penumpang internasional untuk negara lain tetapi negara lain menutup pintu untuk Indonesia.
"Kemudian saat kasus virus ini meledak di India, pemerintah juga tidak mengambil kebijakan untuk menutup pintu gerbang penumpang internasional," kata Alvin.
Alvin mencontohkan, kebijakan negara lain seperti Hong Kong yang menutup penerbangan dari luar negeri yaitu Inggris dan India untuk mengantisipasi varian baru dari virus tersebut.
"Selain itu, contoh lain seperti Arab Saudi yang menerapkan larangan haji untuk orang yang berasal dari luar negeri dan hanya memperbolehkan haji untuk yang sudah berada di Arab Saudi saja," kata Alvin.
Menurutnya, Pengetatan Pergerakan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat saat ini tentu akan lebih efektif menekan lajur virus apabila gerbang penumpang internasional di tutup.
"Saya memahami untuk menutup perbatasan internasional, tidak hanya satu kementerian saja. Butuh koordinasi dari Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Hukum dan Ham," ujar Alvin.
Tetapi Alvin juga menilai, di tengah kondisi genting seperti ini pemerintah dapat menghitung besaran kerugian antara menutup perjalanan luar negeri dan kerugian apabila virus itu menyebar luas di Indonesia.
"Kerugian saat ini, tentu bukan hanya aspek ekonomi saja tetapi juga ada kerugian dari sumber daya manusianya. Kita perlu melengkapi, bukan hanya domestik saja yang menjadi fokus tapi internasionalnya juga," ucap Alvin. (tribun network/rin/har)