Berita Pidie Jaya

Mandirinya Santri Mondok di Dayah Taqiyuddin Cubo, Pidie Jaya, Suasana Proses Belajar Bikin Haru

Penulis: Idris Ismail
Editor: Nur Nihayati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

mmm

Pada malam hari mengaji dengan berbagai kitab disiplin ilmu demikian juga 70 santri tingkat SMP dengan penuh tekun belajar siang dan malam hari. 

Laporan Idris Ismail I Pidie Jaya

SERAMBINEWS.COM, MEUREUDU  - Hawa dingin menusuk kulit dari ubun hingga ke jemari suatu pagi di Cubo, Jumat (8/10/2021).

Tepatnya di perbukitan bukit Gampong Blang Baro Kemukiman Cubo, Kecamatan Bandar Baru, Pidie Jaya (Pijay).

Udara sejuk nan segar ini dirasakan menyekat di badan usai shalat subuh.

Namun, 150 santri yang mondok di Dayah Mahadul Ulum Taqiyuddin Al-Aziziyyah mulai tingkat dasar (SD) dan SMP tampak sibuk dengan aktivitas masing-masing dalam mempersiapkan untuk memasuki jam belajar. 

Dengan fasilitas serba terbatas, semangat juang mereka patut di ajang jempol.

Betapa tidak, setengah dari santri di dayah itu (70 orang) masih duduk di bangku SD.

Saban hari, mereka lebih mandiri dalam menyiapkan persiapan belajar untuk sekolah SDN Cubo.

Pada malam hari mengaji dengan berbagai kitab disiplin ilmu demikian juga 70 santri tingkat SMP dengan penuh tekun belajar siang dan malam hari. 

Baca juga: Besok, Aliran Listrik Sebagian Kota Langsa Padam, Ini Penyebab dan Cek Lokasinya

Baca juga: Sekda Harapkan Cakupan Vaksinasi Covid-19 Tahap 2 Sama Baiknya dengan Tahap 1

Baca juga: Aldi Mariza, Mahasiswa UIN Ar-Raniry Sumbang Medali Emas untuk Aceh di Cabang Eksibisi Kurash PON XX

"Rata-rata 150 yang mondok di Dayah Ma'hadul Ulum Taqiyuddin Al-Aziziyah ini berasal dari berbagai kabupaten/Kota di Aceh baik dari Pidie, Pijay, Bireuen, Banda Aceh, Aceh Utara dan bahkan dari negeri jiran, Malaysia yaitu dari Kelantan.

Dan kami di sini menerapkan pola hidup santri secara mandiri,"sebut pimpjnan Dayah Tgk H Jamaluddin (46) kepada Serambinews.com, Jumat (8/10/2021) di sela-sela mendampingi santri belajar di Pondok Pesantren itu.

Adapun kajian yang menjadi 'Santapan' ilmu yang dilakukan pada siang dan malam hari tetap berlangsung secara kontinue usai belajar jam sekolah mulai nahwu saraf, matan taqrib, hingga kitab ping tinggi Tahrir atau setingkat Mahally.

Selain  itu juga, menyangkut dengan biaya hidup untuk konsumsi, pihak dayah tidaklah memasang tarif tinggi.

Bagi santri tingkat SD hanya dipungut Rp 200.000 saja. Sedangkan SMP hanya Rp 250.000. Lalu soal biaya pendidikan dayah ini hanya menerima Rp 20.000/bulan untuk setiap santri.

Hal ini dikarenakan keberadaan dayah tersebut yang berada ditengah pemukiman warga Kemukiman Cubo itu menjadi perhatian penuh dari masyarakat. 

Maka tidak heran dalam setiap hari tiga kaum Nyak-nyak atau ibu-ibu dengan bergantian shift mendermakan jasa untuk memasak tanpa mengharapkan jerih sedikitpun dari dayah.

Demikian halnya 10 para dewan guru baik ustaz dan ustazah yang eksis menderma ilmu dengan menerima jerih paling minim.

"Sejak berdirinya dayah ini pada 2007 lalu kami mengeluarkan dana operasional secara bertahap bagi para dewan guru untuk setiap tahunnya Rp 12 juta dan ini artinya setiap bulan para ustaz hanya menerima jerih Rp 100.000 namun ini bukanlah terfokus pada finansial akan tetapi padaorientasi tasi ibadah," jelasnya.

Soal penginapan santri sampai saat ini tergolong over kapasitas.

Pihak dayah menfungsikan bangunan  rumah Aceh sebagai tempat tinggal santri putra dengan desain lantai dasar dan atas (dua) sebagai tempat tidur. Sedangkan santriwati dengan bangunan bilik (kamar) sederhana kayu yang telah di skad. 

"Memang sederhana namun kami juga bercita-cita untuk terus mengembangkan dayah ini seiring dengan pertumbuhan santri,"ungkapnya. (*)

Berita Terkini