SERAMBINEWS.COM, ISTANBUL - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah memerintahkan pengusiran Dubes AS dan sembilan negara Barat.
Mereka telah menuntut pembebasan dermawan Osman Kavala.
Jika dilakukan, maka akan membuka keretakan terdalam dengan Barat dalam 19 tahun kekuasaan Erdogan, seperti dilansir ArabNews, Minggu (24/10/2021).
Kavala, seorang kontributor kelompok masyarakat sipil, dipenjara selama empat tahun.
Dia didakwa membiayai protes nasional pada tahun 2013 dan terlibat dalam kudeta gagal 2016.
Dia tetap dalam tahanan sementara persidangan terakhirnya berlanjut, dan menyangkal tuduhan tersebut. .
Dalam pernyataan bersama pada 18 Oktober 2021, menyerukan penyelesaian yang adil dan cepat untuk kasus Kavala, dan pembebasan mendesak.
Mereka terdiri dari Duta Besar (Dubes) Kanada, Denmark, Prancis, Jerman, Belanda, Norwegia, Swedia dan Finlandia.
Baca juga: Erdogan Ucapkan Selamat Tinggal Kepada Angela Merkel Setelah 16 Tahun Memimpin Jerman
Kemudian, Selandia Baru, dan Amerika Serikat yang telah dipanggil oleh kementerian luar negeri, yang menyebut pernyataan itu tidak bertanggung jawab.
“Saya memberikan perintah yang diperlukan kepada menteri luar negeri kita," kata Erdogan.
"10 Duta besar ini harus dinyatakan persona non grata (tidak diinginkan) sekaligus," jelasnya.
"Anda akan segera menyelesaikannya,” kata Erdogan dalam pidatonya di kota barat laut Eskisehir.
“Mereka akan tahu dan mengerti Turki," harapnya.
Kedutaan AS, dan Prancis serta Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri AS tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Erdogan telah mengatakan berencana bertemu Presiden AS Joe Biden pada pertemuan puncak Kelompok 20 (G20) ekonomi utama di Roma akhir pekan depan.
Norwegia mengatakan kedutaannya belum menerima pemberitahuan dari otoritas Turki.
“Duta besar kami tidak melakukan apa pun yang menjamin pengusiran,” kata kepala juru bicara kementerian, Trude Maaseide.
Dia menambahkan Turki sangat menyadari pandangan Norwegia.
"Kami akan terus meminta Turki untuk mematuhi standar demokrasi dan aturan hukum di bawah Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa," kata Maaseide.
Baca juga: Erdogan Minta AS Bayar Kompensasi Atas Pembatalan Pembelian Jet Tempur Siluman
Kavala dibebaskan tahun lalu dari tuduhan terkait protes 2013, tetapi keputusan itu dibatalkan tahun ini dan digabungkan dengan tuduhan terkait upaya kudeta.
Kelompok-kelompok hak asasi mengatakan kasusnya adalah simbol dari tindakan keras terhadap perbedaan pendapat di bawah Erdogan.
Enam negara yang terlibat adalah anggota UE, termasuk Jerman dan Prancis. Presiden Parlemen Eropa David Sassoli tweeted:
“Pengusiran sepuluh duta besar adalah tanda pergeseran otoriter pemerintah Turki. Kami tidak akan terintimidasi. Kebebasan untuk Osman Kavala.”
Menteri Luar Negeri Denmark Jeppe Kofod mengatakan kementeriannya belum menerima pemberitahuan resmi.
Ttetapi telah melakukan kontak dengan teman-teman dan sekutunya.
"Kami akan terus menjaga nilai dan prinsip bersama kami, seperti yang juga diungkapkan dalam deklarasi bersama," katanya dalam sebuah pernyataan.
Sebuah sumber di Kementerian Luar Negeri Jerman juga mengatakan 10 negara sedang berkonsultasi satu sama lain.
Erdogan mengatakan para duta besar tersebut tidak akan melepaskan bandit, pembunuh dan teroris di negara mereka sendiri.
Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa menyerukan pembebasan segera Kavala dua tahun lalu.
Dia mengatakan tidak ada kecurigaan yang masuk akal bahwa dia telah melakukan pelanggaran,.
Dia menemukan penahanannya dimaksudkan untuk membungkamnya.
Baca juga: Putin Sarankan Erdogan Gunakan Vaksin Sputnik V, Antibodi Sangat Tinggi
Seperti keputuan serupa tahun ini dalam kasus Selahattin Demirtas, mantan ketua Partai Rakyat Demokratik (HDP) yang pro-Kurdi, ditahan di penjara selama hampir lima tahun.
Dewan Eropa, yang mengawasi pelaksanaan keputusan ECHR, mengatakan akan memulai proses pelanggaran terhadap Turki jika Kavala tidak dibebaskan.
Sidang berikutnya dalam persidangan Kavala adalah pada 26 November 2021.(*)