HARIAN Serambi Indonesia edisi Ahad (19/12/2021) kemarin, antara lain, mewartakan bahwa Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Aceh, Dr Ir Dyah Erti Idawati MT, mempromosikan kerajinan aksesoris giok Aceh kepada Wakil Ketua Dekranasda DI Yogyakarta
Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu Adipati Paku Alam, beserta pengurus Dekranasda setempat.
Hal itu dilakukan Dyah dalam studi banding kolaborasi kerajinan Aceh dan Yogyakarta, Sabtu (18/12/2021).
Dalam kesempatan itu istri Gubernur Nova Iriansyah itu mengajak Dekranas Yogyakarta bekerja sama membuat pelatihan bagi perajin giok di Aceh.
“Kita berharap kualitas produknya bisa meningkat," kata Dyah dalam pertemuan silaturahmi di Aula Dekranasda DI Yogyakarta.
Nah, langkah yang ditempuh Ketua Dekranas Aceh ini menarik sekaligus strategis. Menarik karena, ada upaya terencana untuk mempromosikan ke provinsi lain aksesoris khas Aceh yang terbuat dari giok.
Upaya seperti ini tentunya tidak cukup dilakukan ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta saja, tetapi juga sebaiknya ke provinsi lain yang banyak etnis Cinanya.
Bagaimanapun, perhiasan giok yang terbuat dari ‘natural gemstone’ hingga kini peminatnya masih dominan warga negara Cina atau WNI keturunan Cina.
Maka, mereka ini harus menjadi sasaran promosi dan pemasaran giok Aceh. Kota-kota seperti Medan, Batam, Palembang, Jakarta, Tangerang, Bandung, dan Surabaya
Sepantasnya menjadi prioritas promosi dan penjualan giok Aceh, mengingat di sana terbilang banyak WNI peranakan Tionghoa.
Selain itu, produk turunan giok ini harus diperbanyak atau dianekaragamkan.
Tidak cukup hanya sekadar sebagai mata cincin, liontin, gelang, dan anting, melainkan harus lebih kreatif.
Misalnya, dijadikan kotak tisu, asbak, sendok, sumpit, sisir, cangkir
Piring, lampu hias, jam meja dan jam dinding, rencong, bahkan vandel atau plakat.
Sejauh ini di Aceh sangat jarang kita dapati pemberian sovenir kepada tamu penting dalam bentuk aksesoris giok.
Aceh yang punya banyak deposit giok juga belum menghasilkan keramik giok untuk dikomersialkan yang bisa dijadikan lantai atau dinding rumah
kecuali hanya untuk Masjid Giok di Nagan Raya.
Artinya, diperlukan banyak kreativitas sehingga giok Aceh yang pernah booming tahun 2012-2014 tetap terkenal dan diminati banyak pembeli dari Aceh dan luar Aceh.
Sentra-sentra promosi giok Aceh bahkan perlu diperbanyak di bandara-bandara dan mal kota besar, juga di ruang pamer tetap Dekranas se-Indonesia.
Sebagaimana terkenalnya kopi dan nilam Aceh, seperti itulah hendaknya giok dikelola sehingga benar-benar dapat menambah pendapatan, laba atau cuan bagi masyarakat dan Pemerintah Aceh.
Untuk itulah mendesak diperlukan kemitraan dengan pihak lain yang lebih pengalaman mengolah dan memasarkan produk gemstone
Dengan kualitas tinggi melalui berbagai pembinaan, yang muaranya adalah untuk meningkatkan minat beli masyarakat.
Di tengah sepinya produk ekspor dari Aceh, giok Aceh dengan puluhan variannya bisa dilirik sebagai salah satu produk andalan bahkan komoditas ekspor yang menjanjikan.
Semoga.
Baca juga: Dyah Erti Idawati, Promosikan Giok Aceh di Yogya
Baca juga: Kemenkumham Aceh Adakan Pengawasan Kekayaan Intelektual di Nagan, Sekda Serah Papan Nama dari Giok
Baca juga: Anggota DPRA Minta Provinsi Bantu Bangun Masjid Giok