Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) serta Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) memberikan nilai merah kepada DPR karena tidak produktif dalam menjalankan fungsi legislasi setahun terakhir.
"Kinerja legislasi DPR masa sidang I tahun 2021-2022 kembali menorehkan angka merah dengan hanya mampu menghasilkan 1 RUU Prioritas yakni RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan," ujar Direktur Eksekutif Formappi I Made Leo Wiratma.
Peneliti PSHK Fajri Nursyamsi menyoroti jumlah produk legislasi yang disahkan masih jauh dari target yang sudah ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas.
"Persoalan capaian kinerja legislasi di tahun 2021 ini mengulang kejadian di tahun-tahun sebelumnya, di mana jumlah RUU yang disahkan sangat minim dibanding target yang dicanangkan," kata Fajri Nursyamsi.
Menurut catatan, DPR hanya mengesahkan 5 dari 37 RUU yang masuk dalam Prolegnas Prioritas.
Jumlah itu tak beranjak dari tahun-tahun sebelumnya.
Pada 2015, DPR hanya mengesahkan 3 RUU dari 40 RUU dalam Prolegnas, 2016 mensahkan 10 RUU dari 50 RUU, 2017 mensahkan 6 RUU dari 62 RUU, 2018 mengesahkan 5 RUU dari 50 RUU, 2019 mengesahkan 14 RUU dari 55 RUU, dan 2020 mengesahkan 3 RUU dari 37 RUU.
Parahnya lagi, 3 dari 5 RUU yang disahkan pada 2021 justru kembali masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021.
Ketiga RUU tersebut adalah RUU tentang Perubahan UU Jalan, RUU tentang Perubahan UU Kejaksaan, serta RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Munculnya ketiga RUU tersebut dalam Prolegnas 2022 tersebut menimbulkan kebingungan.
Sulit membuat kesan bahwa penyusunan Prolegnas tidak dilakukan dengan perencanaan yang matang dan DPR harus mengklarifikasi ini agar tak tambah membingungkan masyarakat.
Buruknya kinerja lembaga legislasi itu antara lain karena secara personal para anggota dewan juga berkinerja buruk.
Formappi beberapa tahun lalu pernah melakukan riset secara serius mengenai kinerja anggota dewan.
Hasilnya, "Mayoritas anggota 61,3 persen mendapat nilai sangat buruk dan 22,5 persen mendapat nilai buruk.
Jika yang sangat buruk dan buruk digabung, 83,8 persen anggota DPR nilai kinerjanya buruk," kata Formappi.