SERAMBINEWS.COM - Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan peraturan terkait Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Kemnaker menyebutkan dalam cuitan Twitter @KemnakerRI, pelaksanaan Jaminan Hari Tua (JHT) dirancang sebagai program jangka panjang untuk memberikan kepastian tersedianya sejumlah dana bagi pekerja yg sudah tidak produktif akibat memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap/meninggal dunia.
Dalam hal ini, usia pensiun adalah 56 tahun, menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Ketika peserta memasuki usia pensiun, maka produktifitasnya akan menurun sehingga berdampak terhadap penghasilannya.
Sehingga, berkurangnya penghasilan akan mempengaruhi kemampuan peserta memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
Untuk itu, Kemnaker menggunakan program JHT.
Jaminan Hari Tua
Kemnaker mengadakan program pelindungan jaminan sosial berupa JHT.
Kemnaker memberikan dua program baru, Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
JHT menyediakan uang tunai sebagai perlindungan sosial komprehensif.
Sedangkan program JKP disebutkan akan menyediakan uang tunai, akses informasi kerja, dan pelatihan kerja.
JHT menjadi jaring pengaman pekerja/buruh ketika:
1. Peserta mencapai pensiun (56 tahun);
2. Peserta tidak bisa bekerja kembali karena mengalami cacat total tetap atau;
3. Peserta meninggal dunia.
Kemnaker dalam cuitan Twiter @KemnakerRI, menuliskan, program JHT bertujuan agar peserta/pekerja ketika memasuki masa tua masih memiliki dana untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Klaim JHT dapat diambil sebagian untuk persiapan memasuki usia pensiun dengan ketentuan:
1. Telah memenuhi masa kepesertaan minimal 10 tahun.
2. Nilai yang dapat diklaim yaitu sebesar 30% untuk perumahan atau 10% untuk keperluan lainnya
Jika sudah memenuhi masa kepesertaan tersebut, peserta dapat mengklaim sejumlah nilai persentase tersebut, tulis @KemnakerRI.
Hal ini berlaku bagi peserta baik yang masih bekerja atau yang mengalami PHK.
Kemudian, sisanya dapat diambil saat peserta memasuki usia pensiun (usia 56 tahun).
Selain karena memasuki usia pensiun, klaim JHT juga dapat dilakukan bila peserta meninggal dunia (diajukan oleh ahli warisnya) atau peserta mengalami cacat total tetap.
Jika pekerja atau buruh di PHK sebelum usia 56 tahun, Kemnaker mengatakan, akan ada skema pelindungan.
Baca juga: Aturan Baru Pencairan JHT Tuai Protes, Menaker Ida Fauziah Membatasi Kolom Komentar Instagram
Baca juga: Cara Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan 100 Persen Utuh, Tak Perlu Tunggu Usia 56 Tahun
Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Kemnaker menyebutkan dalam cuitan @KemnakerRI, akan ada yang mengcover kondisi tersebut, yaitu adanya hak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.
Dengan kata lain, pekerja yang terkena PHK sebelum 56 tahun akan mendapat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan manfaat uang tunai dalam jumlah tertentu, kemudian mendapatkan akses informasi pasar kerja, dan juga pelatihan kerja.
Namun, tidak semua pekerja dapat mencairkan JKP.
Menurut Peraturan Kemnaker Nomor 37 Tahun 2021, Pasal 20 Ayat 1, disebutkan sebagai berikut.
Manfaat JKP tidak dapat diberikan untuk pekerja yang terkena PHK yang dikarenakan:
1. Mengundurkan Diri;
2. Cacat Total Tetap;
3. Pensiun;
4. Meninggal Dunia.
Sedangkan, manfaat JKP bagi Pekerja dengan Perjanjian Waktu Tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak dapat diberikan jika PHK oleh pengusaha dilakukan sebelum berakhirnya masa kontrak.
Kemudian dalam Pasal 20 Ayat 3 disebutkan, PHK dapat dibuktikan dengan tiga cara:
1. Bukti diterimanya PHK oleh pekerja dan tanda terima laporan PHK dari dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota
2. Perjanjian bersama yang telah didaftarkan pada pengadilan hubungan industrial dan akta bukti pendaftaran perjanjian bersama
3. Petikan atau putusan pengadilan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Manfaat JKP dapat diajukan oleh pekerja setelah memiliki masa iur paling sedikit 12 bulan (1 tahun) dalam 24 bulan (2 tahun), serta telah membayar iuran paling singkat 6 bulan berturut-turut pada BPJS Ketenagakerjaan sebelum terjadi PHK atau pengakhiran hubungan kerja, tulis Pasal 19 Ayat 3.
Selain itu, pekerja yang menerima manfaat JKP karena PHK (baik pekerja tetap/kontrak), harus bersedia untuk bekerja kembali, sesuai Pasal 19 Ayat 2.
Menurut Pasal 21 Ayat 1, berikut besaran Jaminan Kehilangan Pekerjaan:
1. Uang Tunai berupa 45 persen gaji 3 bulan pertama
2. Uang Tunai sebesar 25 persen gaji 3 bulan berikutnya maksimal 6 bulan
Lalu, apa bedanya JKP dan JHT?
JHT diatur dalam Peraturan Menaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Sedangkan JKP diatura dalam Peraturan Kemnaker Nomor 37 Tahun 2021.
Dikutip dari laman jdih.kemnaker.go.id, JHT adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat Peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.
Peserta JHT yang selanjutnya disebut Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang telah membayar iuran.
Manfaat JHT dibayarkan kepada Peserta jika:
a. Mencapai usia pensiun (56 tahun);
b. Mengalami cacat total tetap; atau
c. Meninggal dunia.
Manfaat JHT bagi Peserta yang meninggal dunia akan diberikan kepada ahli waris Peserta, yaitu janda/ duda/ anak/ saudara kandung/ sesuai wasiat Peserta.
Sedangkan JKP diberikan jika pekerja mengalami PHK.
Baca juga: Begini Ashanty dan Krisdayanti Jelang Aurel Lahiran Baby AH, Atta Halilintar Jadi Saksinya
Baca juga: Tasya Kamila Tantangan Jadi Ibu di Tengah Pandemi
Baca juga: Seorang Pria Tewas Bersimbah Darah di Tangan sang Pacar, Dipicu Perkara Sebungkus Es Krim
Tribunnews.com: 4 Alasan Pekerja Tidak Mendapat Manfaat JKP, Apa Perbedaan JKP dengan JHT?
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)