Pembangunan

Gubernur Paparkan Capaian Program Aceh Meulaot

Penulis: Herianto
Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sekda Aceh Dr.Taqwallah.M kes. Di Dampingi Asisten II Junaidi,ST,M.T, dan Kadis PUPR Mawardi, S.T mengikuti zikir dan doa bersama memohon dijauhkan dari wabah dan bencana Covid-19, di Gudang alat berat PUPR, Senin 01/03/2022. Zikir ini juga diikuti secara virtual oleh seluruh ASN Pemerintah Aceh dari kantor masing-masing.

Nova juga mengatakan, Pemerintah Aceh dalam berbagai kesempatan, juga senantiasa mengajak para investor agar mau berinvestasi di Aceh. Termasuk dalam memanfaatkan potensi sektor kelautan dan perikanan, baik perikanan tangkap, perikanan budidaya maupun di bidang pengolahan hasil perikanan.

Beberapa PR Terkait Sektor Kelautan dan Perikanan

Seiring berbagai capaian positif yang telah diperoleh, Nova juga menjelaskan terdapat beberapa hal yang masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi seluruh pemangku kepentingan di Aceh.
Di antaranya terkait realisasi investasi di perikanan budidaya dan tangkap yang masih relatif rendah.

"PR lainnya adalah keberadaan luas kawasan  konservasi perairan yang baru mencapai 149 ribu hektare, atau sekitar 53,2 persen dari target 280 ribu hektare, belum optimal bergerak meningkatkan
kontribusi dari sektor ini. Masih dibutuhkan pemenuhan 131 ribu hektare untuk mencapai target pembangunan," kata Nova.

Sektor kelautan dan perikanan, lanjut Nova, berpotensi besar untuk didorong dan ditingkatkan guna mewujudkan Visi Aceh yang Islami, Maju, Damai dan Sejahtera pada tahun 2032, dan Visi Indonesia 2045 yaitu Berdaulat, Maju, Adil dan Makmur.
Namun, kata Nova, ada dua hal penting yang harus segera diselesaikan oleh sektor kelautan dan perikanan untuk tumbuh dan berkembang sesuai maksud pembangunan.

Pertama, perlunya menerapkan desain correlative untuk mewujudkan tata kelola kelautan dan perikanan yang bergerak menuju satu tujuan, melalui kerangka ruang ekonomi kelautan dan perikanan berbasis ruang dan sumber daya yang dimiliki oleh ruang tersebut.

Dari 23 Kabupaten Kota di Aceh, 18 di antaranya terletak di wilayah pesisir dan berada di dua Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), yakni WPP NRI 571 Selat Malaka dan WPP NRI 572 Samudera Hindia pada perairan laut, serta satu WPP PUD 439 di perairan darat, yang mewakili karakteristik dan dinamika ekologi, sosial-ekonomi, dan kompleksitas pengelolaan.

Kedua, langkah penyelarasan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan sektor kelautan dan perikanan.

Lahirnya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta turunannya, kata Nova, kini menjadi pondasi pembangunan ekonomi, salah satunya kelautan dan perikanan.

Sebelumnya telah dimulai dengan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil; Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2006 tentang Penataan Ruang; dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Sementara itu, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan kewajiban integrasi ruang darat dan laut bagi setiap wilayah dalam kewenangan Republik Indonesia.

"Menimbang regulasi-regulasi tersebut di atas, setidaknya ada tiga penyelarasan yang perlu dilakukan. Pertama, selaras kewenangan Aceh dengan Pusat dan Kabupaten/Kota. Perlu segera penguatan mekanisme tata kelola antara kewenangan yang menjadi program turunan pusat dengan pemerintah Aceh," kata Nova.

Kedua, selaras koordinasi Aceh dengan Pusat dan Kabupaten/Kota dalam menumbuhkan iklim investasi.

"Batasan kewenangan yang sering beririsan dan berbeda tafsir, jelas sangat merugikan pengembangan usaha kelautan dan perikanan. Oleh karena itu, perlu didesain mekanisme benefit sharing antara Pusat dan Aceh yang inovatif memacu kinerja pengelolaan," lanjut Nova.

Ketiga, selaras Rencana Pengelolaan Perikanan setiap WPP dengan perencanaan pembangunan, baik tingkat nasional (RPJMN) maupun daerah (RPA).

Halaman
123

Berita Terkini