Dalam beberapa pekan terakhir masyarakat Aceh gelisah karena pemerintah daerah ini akan menyetop Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) mulai 1 April 2022.
Di media sosial dan media massa masyarakat mengatakan pemerintah dan lembaga wakil rakyat di daerah ini benar-benar tidak memihak rakyat atas keputusan itu.
Karenanya, selain memprotes melalui berbagai platform media, dua hari lalu puluhan masyarakat bersama aktivis LSM menggeruduk DPRA untuk memaksa JKA dilanjutkan.
Massa juga membentang spanduk bertuliskan 'Jika Dihapus JKA, Gubernur Nova & DPRA Sungguh Tiada Berguna!' dan karton bertuliskan di antaranya 'Rakyat Aceh butuh JKA' dan 'JKA Salah Satu Janji Kampanye'.
Salah satu orator, Syakya Mairizal meminta pimpinan dan anggota DPRA untuk menerima aspirasi masyarakat agar program JKA tidak dihapus.
"Hari ini kami pulang ke rumah sendiri (DPRA), ingin bertanya (kepada wakil rakyat) apakah benar JKA dihapus?" tanya Syakya.
Yulindawati, orator dari perempuan menambahkan bahwa JKA merupakan salah satu program yang lahir setelah Aceh didera konflik yang berkepenjangan.
"JKA adalah buah perjuangan.
Ingat, puluhan tahun Aceh hidup dalam konflik.
Tapi satu progran JKA gagal diperjuangkan.
Untuk apa Anda (anggota DPRA) ada di sini?" terika Linda.
Baca juga: Golkar Aceh Minta Program JKA Ditata Kembali dan DiauditĀ
Baca juga: Bahas Polemik JKA, DPRA Panggil Gubernur dan Deputi BPJS Kesehatan Wilayah Sumatera Utara dan Aceh
Wakil Ketua DPRA, Safaruddin, kepada pengunjukrasa menjelaskan, sikap Badan Anggaran (Banggar) DPRA dengan Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) saat pembahasan APBA 2022 bukan menghentikan pembayaran premi JKA, tetapi menunda pembayaran setengah dari alokasi yang harus dibayarkan sebesar Rp 1,2 triliun.
"Rp 1,2 triliun nilainya lebih kurang itu memang pembayarannya kita potong 500 miliar.
Apa alasan kita potong? Bukan menunda pembayaran untuk kita hentikan JKA ini, tapi untuk mendapatkan informasi secara detail data tanggungan pembiayaan yang digunakan melalui APBA," terangnya.
Karena, lanjut Safaruddin, saban tahun Aceh selalu mengalami preseden buruk terkait data kepesertaan masyarakat Aceh yang menerima asuransi kesehatan.