Ramadhan 2022

Mengulas Tradisi Meugang di Aceh, Farid Nyak Umar : Sudah Ada Sejak Zaman Sultan Iskandar Muda

Penulis: Firdha Ustin
Editor: Muhammad Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua DPRK Banda Aceh, Farid Nyak Umar menjelaskan mengenai tradisi meugang di Studio Serambi on TV dalam program wawancara khusus dengan tema Kutaraja dalam bulan Ramadhan dipandu Firdha Ustin Jurnalis Serambi Indonesia, Rabu (30/3/2022)

Mengulas Tradisi Meugang di Aceh Jelang Ramadhan 2022, Farid Nyak Umar : Sudah Ada Sejak Zaman Iskandar Muda

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Ketua DPR Kota Banda Aceh, Farid Nyak Umar turut memberikan penjelasan terkait tradisi meugang di Aceh jelang Ramadhan 2022.

Farid Nyak Umar yang merupakan politikus asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, tradisi meugang sudah ada sejak zaman Sultan Iskandar Muda.

Menjelang Ramadhan, masyarakat di Aceh akan ramai-ramai membeli daging sapi, lalu memasaknya, dan kemudian menyantapnya bersama-sama keluarga.

Tak jarang turut diundang pula tetangga, anak yatim, dan fakir miskin untuk bersama-sama menikmati hidangan.

Tradisi unik ini bernama meugang.

Dalam tradisi meugang, tali kebersamaan akan dipererat.

Baca juga: Silaturahmi dengan Warga, Ketua DPRK Banda Aceh Farid Nyak Umar Ajak Umat Makmurkan Masjid

Hal ini diungkapkan oleh Farid Nyak Umar, Ketua DPR Kota Banda Aceh saat berbincang dalam program 'Wawancara Khusus, Kutaraja dalam Bulan Ramadhan' yang disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Serambi On TV pada Rabu (30/3/2022).

Dia mengatakan, tradisi meugang di Aceh merupakan hal yang sangat menarik dan legendaris.

"Tradisi meugang, ini suatu yang sangat menarik dan ini sangat legendaris," kata Farid Nyak Umar saat siaran langsung di kanal YouTube Serambi On TV yang dipandu host Serambi Indonesia, Firdha Ustin.

Bahkan lanjutnya apabila kita mengulik literatur, tradisi meugang sudah ada sejak zaman Sultan Iskandar Muda.

Kata Farid menceritakan, kala itu Sultan Iskandar Muda mulai menyampaikan atau meminta kepada para petinggi istana untuk melaksanakan makmeugang atau lebih dikenal dengan istilah meugang.

Adapun permintaan kepada petinggi istana kala itu untuk membagikan daging meugang kepada masyarakat di sekitar kerajaaan, termasuk kepada orang miskin yang sangat diproritaskan.

Baca juga: Wali Kota Banda Aceh Serahkan Dokumen RAPBK 2022 ke DPRK, Farid Nyak Umar Beri Pesan Begini

"Ini (meugang) sudah turun temurun terjadi sampai bahkan masa kolonial Belanda itu juga tradisi ini masih berjalan. Sudah ada sejak ratusan tahun seperti itu," lanjut Farid.

Farid juga mengatakan bahwa tradisi meugang ini memiliki nilai dan pesan penting bagi masayarakat.

Pertama, tradisi meugang ini sebagai wujud rasa syukur warga atas nikmat yang Allah berikan kepada masyarakat Aceh.

Rasa syukur tersebut diwujudkan oleh masyarakat Aceh dengan cara membeli daging dan diolah menjadi aneka sajian makanan lezat khas Aceh seperti menu masak puteh hingga masak merah.

Kemudian daging yang telah dimasak itu siap disantap bersama-sama sebagai wujud kesyukuran masyarakat Aceh.

Sambung Farid, tradisi meugang di Aceh juga diartikan sebagai sebuah kesempatan untuk meningkatkan hubungan antara seorang anak dengan orang tuanya.

Baca juga: Farid Nyak Umar: Raqan Parkir Non Tunai untuk Modernisasi Pengelolaan Parkir di Banda Aceh

Dia mengatakan, meugang di Aceh juga menjadi momen penting bagi keluarga.

Biasanya, saat meugang berlangsung, anak maupun kerabat yang merantau atau tinggal di tempat jauh, akan pulang untuk merayakannya.

"Tidak sah rasanya kalau kita punya keluangan waktu, kalau kita tidak pulang ke tempat ibu kita merasakan masakan makmeugang dari ibu kita.

Meugang menjadi momen penting bagi keluarga. Bahkan ada yang khusus pulang dari luar negeri untuk bisa menikmati masakan makmeugang orang taunya," imbuhnya.

Selanjutnya ungkap Farid, tradisi meugang di Aceh juga menjadi kesempatan untuk saling berbagi kepada orang yang kurang mampu atau bagi orang yang mungkin sedikit dari segi pendapatan.

"Nah kesempatan meugang ini, kita bisa mengundang saudara-saudara kita untuk berbagi merasakan daging meugang, karena saya melihat kalau di Aceh.

Semiskin-miskinnya orang Aceh, itu dia paling tidak setiap tahun bisa 3 atau 4 kali makan daging di samping meugang seperti maulid," ucapnya.

Terakhir, beliau mengatakan tradisi meugang jelang Ramadhan tentunya menjadi momen yang paling spesial.

Pasalnya, di momen meugang ini dapat menjadi kesempatan yang sangat baik bagi kita untuk saling berbagi.

"Seseorang yang memiliki rizki yang lebih banyak dan dia belikan daging meugang," pungkasnya. (Serambinews.com/Firdha Ustin)

Baca juga berita lainnya

Baca juga: Pasangan Suami Istri Selamat dari Kecelakaan Maut, Terpental dari Mobil yang Tertabrak Kereta

Baca juga: Daerah Harus Cari Dana Tambahan, Dana Otsus Aceh Berkurang

Baca juga: Pimpinan KKB, Toni Tabuni Tewas Ditembak Aparat di Nabire: Ini Sederet Aksi Kejahatannya

Berita Terkini