Kupi Beungoh

Bandara SIM, Pintu Penggerak Ekonomi dan Menjaga Marwah Aceh

Editor: Muhammad Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jafar Insya Reubee, Anggota Komunitas Aceh di Malaysia

Oleh: Jafar Insya Reubee*)

Pandemi Covid-19 memang mengubah perilaku manusia hingga kebijakan negara. Penyebaran cepat Covid-19 berdampak ke berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Aceh termasuk daerah yang merasakan dampak munculnya virus corona asal Wuhan, China pada akhir Desember 2019.

Berdasarkan data Pemerintah Pusat, hingga awal Juni 2022, dari 6 juta lebih kasus Covid-19 di Indonesia, tercatat 157 ribu orang meninggal dunia. Tapi setelah mengalami pembatasan, kesadaran warga hingga gencarnya vaksinasi sampai ke desa-desa di seluruh Indonesia. Kini perlahan terus menurun kasus Covid-19 di Indonesia.

Akhirnya Presiden Jokowi memutuskan melonggarkan kebijakan penggunaan masker di luar ruangan dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (17/5/2022). Keputusan ini merupakan kabar gembira bagi masyarakat dan pelaku usaha yang cukup terpukul di masa pandemi.

Sayangnya hingga kini Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang, Aceh yang berstatus bandara internasional belum dibuka untuk penerbangan dari atau ke luar negeri. Kebijakan pembatasan berlaku sejak awal 2020 saat virus corona mulai meningkat menyebar ke Indonesia.

Padahal Pemerintah Pusat berdasarkan Surat Edaran (SE) Nomor 17 tahun 2022 telah membuka kembali 10 bandara sebagai entry point perjalanan internasional. Tujuannya untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional akibat menurunnya Covid-19. Karena ini penting mengingat sektor pariwisata jadi salah satu penggerak ekonomi nasional.

Memang kemudian melalui SE Nomor 19 tahun 2022, Pemerintah Pusat membuka kembali 6 bandara lain demi tujuan perjalanan Haji. Dari 6 bandara ini, salah satunya Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM). Ini tentu saja kabar yang sangat baik bagi jamaah haji dari Aceh.

Baca juga: Gubernur Minta Bandara SIM Kembali Jadi Entry Point Penerbangan Internasional

Hanya saja, yang paling dinantikan oleh masyarakat Aceh adalah dibuka Bandara SIM untuk penerbangan dari atau ke luar negeri, bukan sebatas untuk haji 2022. Terutama cukup banyak masyarakat Aceh yang ingin bepergian ke Malaysia, baik tujuan untuk berobat maupun wisata.

Saya harus mengakui cukup banyak pertanyaan dari warga Malaysia yang bertanya kapan bandara di Aceh, yakni bandara SIM dibuka untuk penerbangan dari atau ke luar negeri. Karena selama pandemi, banyak warga Malaysia tak bisa lagi berwisata ke Aceh. Termasuk wisatawan dari mancanegara yang ingin masuk ke Tanah Rencong melalui Bandara SIM.

Begitu juga warga Aceh di Malaysia tak bisa pulang langsung ke Tanah Rencong melalui Bandara SIM. Juga tak sedikit warga Aceh yang sudah bersiap-siap untuk berangkat ke Malaysia melalui Bandara SIM.

Penggerak Ekonomi Aceh

Padahal Bandara SIM merupakan pintu penggerak ekonomi Aceh. Karena sektor pariwisata yang sempat babak belur akibat diterpa pandemi bisa bangkit lagi dengan dibukanya penerbangan dari atau keluar negeri.

Sebagai data pembanding saja, sebelum pandemi pada tahun 2019, ada 503.922 wisatawan yang datang ke Banda Aceh. Dari jumlah itu, 477.189 merupakan wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara mencapai 26.803 orang.

Bayangkan, bila penerbangan internasional Bandara SIM dibuka, wisatawan bakal membanjiri Aceh yang memang sudah rindu ingin datang ke Tanah Rencong. Maka kondisi ini membuat perputaran uang makin banyak di Aceh hingga meghidupkan sektor UMKM dan berbagai sektor lainnya.

Baca juga: AirAsia Kembali Terbang ke Aceh, Layani Rute ke Kualanamu

Karena para wisatawan akan memenuhi penginapan, pemakaian jasa transportasi dan uang yang dibelanjakan di Aceh. Dampaknya membantu menggerakkan pererekonomian Aceh. Sektor pariwisata sangat membantu perekonomian suatu daerah dengan banyaknya kedatangan wisatawan domestik dan mancanegara.

Jadi tidak ada alasan bagi Pemerintah Pusat untuk tak mengizinkan dibukanya penerbangan dari atau ke luar negeri melalui Bandara SIM. Apalagi, pihak maskapai AirAsia sudah menyatakan kesiapan membuka rute penerbangan internasional melalui Bandara SIM.

Pesawat Kepresidenan Boeing Business Jett mendarat di Bandara Sultan Iskandar Muda, Blangbintang, 16 April 2014. Pesawat kepresidenan pertama milik Republik Indonesia tersebut melakukan percobaan penerbangan. (SERAMBI INDONESIA / M ANSHAR)

Bersiap Sambut Wisatawan

Sambil menunggu dibukanya penerbangan internasional melalui Bandara SIM. Aceh harus terus membenahi sektor pariwisata untuk menerima wisatawan. Sehingga kedatangan wisatawan domestik dan mancanegara terus bertambah.

Selama ini, para wisatawan yang terbang ke Aceh melalui Bandara SIM, Blangbintang, Aceh Besar menuju ke Kota Banda Aceh dan kebanyakan tujuanya ke ke Kota Sabang. Tentu saja Kota Banda Aceh dan Kota Sabang paling banyak merasakan dampak dari kedatangan wisatawan.

Walaupun ke kabupaten/kota lain ada wisatawan yang datang, tapi jumlahnya lebih sedikit. Hanya Aceh Tengah dan Aceh Singkil yang lebih banyak kedatangan wisatawan setelah Kota Banda Aceh dan Kota Sabang.

Baca juga: Catat! Ini Jadwal Penerbangan di Bandara SIM Setiap Hari, Dilayani Empat Maskapai 

Dengan dibukanya penerbangan internasional Bandara SIM, maka ini kesempatan memanfaatkan sektor pariwisata untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain Kota Banda Aceh, Kota Sabang, Aceh Tengah dan Aceh Singkil untuk terus membenahi sektor pariwisata. Maka kabupaten/kota lain di Aceh juga harus gencar membenahi sektor pariwisata.

Misalnya, setelah wisatawan datang ke Banda Aceh dan Kota Sabang. Mereka bisa merencanakan untuk datang ke objek-objek wisata di kabupaten/kota lainnya di Aceh. Ini menjadi tantangan bagi pemerintah kabupaten/kota untuk berlomba-lomba menggaet wisatawan domestik dan mancanegara untuk datang dan datang lagi.

Karena jika sektor pariwisata tidak dikelola dengan baik. Bisa jadi wisatawan yang datang bakal tidak kembali dan memilih objek wisata daerah lain sebagai tujuan liburan selanjutnya. Lebih parahnya bila tak puas, wisatawan justru menceritakan kepada rekan, relasi, tetangga dan keluarga, bakal berdampak jumlah kedatangan wisatawan.

Apalagi, bila kekecewaan ini dikeluhkan via media sosial, tentu saja bakal berdampak lebih luas. Informasi kekecewaan ini dengan cepat menyebar luas dan merugikan daerah. Kasus buah Salak sebelumnya harus menjadi pelajaran penting bagaimana agar wisatawan tidak kecewa saat mengunjungi suatu daerah tujuan wisata.

Baca juga: Aksi Bejat Oknum Ojol Terekam Kamera, Paksa Gadis Suruh Pegang Ini, Tancap Gas Saat Tetangga Keluar

Makanya daerah-daerah yang memiliki objek wisata agar terus memanfaatkan dengan pengelolaan maksimal dan profesional. Supaya wisatawan terus berdatangan dan menyebar informasi positif di media sosial. Sehingga sektor pariwisata benar-benar jadi penggerak perekonomian daerah paska pandemi.

Marwah Aceh

Perlu diingat bahwa pembatasan penerbangan internasional merupakan bentuk pelanggaran terhadap kesepakatan damai MoU Helsinki antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Republik Indonesia.

Wisatawan di Pulau Rubiah, Sabang. Pulau Rubiah Sabang dikenal keindahan alam bawah laut, sehingga banyak wisatawan yang menyelam menggunakan snorkling di sini. Foto direkam, Minggu (8/5/2022) (Serambinews.com/Aulia Prasetya)

Karena penerbangan internasional merupakan salah satu kewenangan yang diberikan kepada Aceh sebagaimana tertuang dalam MoU Helsinki poin 1.3.7. Poin tersebut berbunyi: Aceh akan menikmati akses langsung dan tanpa hambatan ke negara-negara asing, melalui laut dan udara. 

Pembatasan penerbangan di Bandara SIM juga merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA). Karena dalam UUPA pasal 165 disebutkan: penduduk di Aceh dapat melakukan perdagangan dan investasi secara internal dan internasional sesuai peraturan perundang-undangan.

Baca juga: 4 Pulau Hilang, KIA Ladong Mati dan Bualan Aceh Hebat

Jika penerbangan melalui Bandara SIM tetap tak dibuka, maka ini bisa dikatakan mengusik marwah Aceh. Ya bukan hanya melanggar MoU Helsinki, tapi juga tidak menghormati keistimewaan Aceh sebagai daerah modal yang sangat berjasa bagi negara Indonesia. Bahkan ini menambah daftar panjang pelanggaran MoU Helsinki. Dimana poin-poin MoU Helsinki tak terealisasi.

Ini tidak bisa dibiarkan, seluruh unsur dari Aceh harus terus kompak memperjuangkan untuk dibukanya penerbangan internasional melalui Bandara SIM.

Pemerintah Aceh, DPRA, anggota DPR RI dan Senator dari Aceh, para tokoh serta pelaku usaha harus kompak melobi dan menuntut sampai dibukanya penerbangan internasional Bandara SIM.

Baca juga: Setelah 2 Kali Puasa, Malaysia Kembali Bergairah, Shalat Tarawih Diizinkan di Semua Masjid dan Surau

Makanya jika ini gagal, bukan hanya terhambatnya perekonomian Aceh melalui sektor pariwisata, tapi juga menjatuhkan marwah Aceh. Karena lobi Aceh tidak berdaya lagi di hadapan Pemerintah Pusat.

Saya mengapresiasi perjuangan berbagai pihak yang telah menyuarakan aspirasi untuk dibuka penerbangan internasional Bandara SIM. Perjuangan ini jangan berhenti di tengah jalan.

Tapi perjuangan ini agar penerbangan internasional melalui Bandara SIM benar-benar dibuka. Supaya nantinya wisatawan bisa datang ke Aceh melalui Bandara SIM. Sehingga berdampak positif secara luas bagi kebangkitan perekonomian Aceh.

Jangan sampai wisatawan yang ingin ke Aceh harus melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta atau Bandara Internasional Kualanamu, Sumatera Utara.

Bila ini terjadi maka dipastikan berdampak berkurangnya wisatawan ke Aceh. Sehingga Aceh tidak bisa memanfaatkan secara maksimal dampak ekonomi dari sektor Pariwisata.

Jadi jangan sampai rencong kiri kanan, tapi warga Aceh untuk bepergian ke luar negeri harus melalui Sumatera Utara atau Jakarta. Di mana marwah Aceh!

*) PENULIS, Anggota Komunitas Aceh di Malaysia

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Berita Terkini