Kalau secara kelembagaan, tidak bisa saya ambil kesimpulan begini, harus kita musyawarahkan dulu,” ungkap Ketua DPRA.
Secara pribadi, Pon Yaya juga berharap lembaga seperti DPRA harus netral dalam penunjukan Pj Gubernur Aceh, agar tercipta kondisi pemerintahan yang baik ke depan sehingga dapat membangun Aceh secara bersama-sama.
“Jadi, adak jeut lembaga nyoe (DPRA-red) netral, bek tajampu ateuh wewenang kuasa presiden, tanyoe taduek mantong.
Soe yang geukirem jeut, deungon harapan ureung yang sanggup bangun Aceh dalam segi apapun, infrastruktur, ekonomi, dan laen-laen,” jelas Pon Yaya dalam bahasa Aceh.
Terkait surat Kemendagri yang meminta rekomendasi tiga nama Pj Gubernur Aceh dari DPRA, Pon Yaya mengaku dirinya sudah berkomunikasi dengan staf Sekjen Mendagri setelah menerima surat tersebut.
Menurutnya, surat itu dikirim secara resmi oleh Sekjen Mendagri kepada DPRA dan ditandatangani oleh Mendagri, Tito Karnavian.
“Dalam surat itu, mereka minta tiga nama rekomendasi dari DPRA.
Kemudian, saya komunikasi dengan stafnya, apakah ada jaminan dari tiga nama yang dikirim DPRA akan dipilih satu nama.
Katanya nggak tentu, karena itu wewenang presiden,” kata Pon Yaya.
“Saya juga tanya apakah sudah ada list nama dari Kemendagri yang nama-namanya bisa kemudian jadi acuan rekomendasi DPRA.
Katanya juga tidak ada.
Berarti DPRA bisa merekomendasi siapa saja,” timpal dia.
Secara kelembagaan, tambah Pon Yaya, menindaklanjuti hal itu, pihaknya sudah menyampaikan persoalan tersebut kepada masing-masing ketua fraksi.
“Sudah kita sampaikan ke masing-masing ketua fraksi.
Sekarang kita tunggu rekomendasi dari fraksi-fraksi.