SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Seorang perajin dan pengusaha batu giok Aceh, Hasanuddin menyatakan, sejak tahun 2014, batu giok hijau asal Nagan Raya, memang sudah tidak booming lagi. Meski begitu, pecinta giok lokal, nasional dan mancanegara masih tetap mencari jenis batu tersebut.
Pada Muktamar ke-31 IDI yang diselenggarakan di Banda Aceh yang pembukaannya dilakukan Presiden Joko Widodo, 30 Maret 2022 lalu, banyak peserta yang membeli batu giok Aceh.
Harga giok hijau asal Nagan Raya itu, sebut Hasanuddin, sangat terjangkau, antara Rp 50.000-Rp 100.000/butir. Giok hijau Aceh, selain dibuat untuk batu cincin, juga ada dibuat sebagai batu tasbih. Untuk batu tasbih berjumlah 33-99 butir, dijual dengan harga Rp 600.000-Rp 1,2 juta.
Kemudian, ada juga dalam bentuk gelang, dijual dengan harga Rp 300.000/unit, dalam bentuk hiasan rencong Aceh dijual dengan harga Rp 750.000/ unit dan dalam bentuk hiasan Pinto Aceh dijual dengan harga Rp 1 juta. Giok hijau Aceh, ada juga yang dibuat berbentuk liontin untuk mata rantai. Harganya bervariasi, antara Rp 200.000-Rp 400.000, sangat tergantung dari besar dan kecilnya liontin yang ingin dibuat.
Baca juga: Pemerintah Aceh Promosikan UMKM dan Pariwisata di Bali
Hasanuddin mengatakan, dirinya sangat berterima kasih kepada Kadis Koperasi dan UKM Aceh, Ir Helvizar Ibrahim MM, yang sudah membuat program promosi kepada Koperasi dan UKM, yang bergerak dalam bidang kerajinan batu giok dan lainnya. Pascabooming batu giok Aceh, pada tahun 2012-2014 lalu, banyak perajin, pengumpul dan pengusaha batu giok Aceh yang gulung tikar atau menutup usahanya. Hal itu karena menurunnya daya beli masyarakat terhadap batu giok, baik lokal maupun nasional dan ekspor.
Meredupnya kejayaan batu giok Aceh, menurut Hasanuddin, karena banyak yang menjual batu giok dalam bentuk bahan baku batuan, bukan dalam bentuk barang jadi. Akibatnya, pasar batu giok cepat jenuh.
Pada saat booming, puluhan kontainer batu giok Aceh di kirim ke pulau Jawa dan setelah diolah di sana, diekspor ke berbagai negara, terutama Singapura, Cina, Thailand, Eropa, Dubai, Uni Emirat Arab dan negara lainnya. “Konsumen batu giok itu orang dan tempatnya terbatas, tidak meluas seperti pengguna handphone. Jadi, pada saat pasarnya sudah terpenuhi, pembeliannya jadi menurun,” tutur Hasanuddin.
Dikatakan, usaha dagang batu gioknya bisa bertahan sampai kini, karena setiap ada produk batu giok jenis yang baru diproduksi, ia pasarkan melalui online dan menelpon kawan-kawan pecinta batu giok di Aceh maupun luar Aceh. Pecinta batu giok yang membutuhkan batu giok hijau Aceh, bisa menghubunginya di nomor 0813 6056 7171.
Kadis Koperasi dan UKM Aceh, Ir Helvizar Ibrahim MM, yang didampingi Kabid PUK Diskop dan UKM Aceh, M Surya Putra dan Kasi Pelayanan Informasi dan Usha PLUT KUMKM Andri Sufrianzah mengatakan, program pembinaan terhadappara perajin batu akik dan giok setiap tahun kita lakukan, tapi karena jumlah perajinnya cukup banyak, maka pembinannya dilakukan secara bergilir. Pembinaan yang dilakukan Dinas Koperasi dan UKM Aceh kepda perajin batu akik dan giok di daerah ini, sangat beragam mulai pembinaan manajemen pengelolaan usaha, sampai kepada pemberian pelatihan tehnis, yaitu pemasran dan pelatihan disain ke luar Aceh.
Baca juga: Pelaku UMKM Aceh Tengah Pamerkan Barang Kerajinan, Temu Virtual Menteri Pariwisata
Perajin Batu Giok Hijau Aceh, Hasanuddin, kata Kabid PUK Diskop dan UKM Aceh, M Surya Putra, ia bisa bertahan, karena punya stok batu giok yang cukup banyak di halaman rumahnya.
Ada puluhan ton bahan baku batu giok dari berbgai macam jenis di simpannya, jadi pada saat ada order untuk jenis hiasan batu giok tertentu datang kepadanya dari luar Aceh, ia bisa penuhi.
Sedangkan perajin lainnya, kenapa tidak bertahan, menurut Andri Sufrianzah, stok bahan baku batu gioknya sedikit. Jadi ketika ada pesanan datang dari luar, tidak bisa dipenuhi. Kondisi ini yang membuat perajin batu giok banyak yang tutup usaha, atau banting stir, mengalihkan kepada usaha yang lain,” ujarnya.(*)