Gaura Mancacarita, mengatakan, Tari Saman diusulkan untuk mengimbangi usulan-usulan sebelumnya yang didominasi dari Pulau Jawa.
SERAMBINEWS.COM - Hampir semua orang terutama di Indonesia pasti mengenal dan mengetahui Tari Saman.
Salah satu tarian tradisional dari Gayo, Provinsi Aceh ini memang cukup populer.
Tak hanya di daerah Aceh dan di Indonesia, kepopuleran tarian ini juga menyebar hingga seantero dunia.
Oleh sebab itu, wajar jika Tari Saman masuk dalam salah satu warisan budaya tak benda dari Indonesia yang diakui oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB atau UNESCO.
Lantas apa alasan Tari Saman diusulkan untuk menjadi bagian dari daftar warisan budaya yang diakui UNESCO?
Bagaimana pula sejarah tari tradisional asal Gayo Lues ini mendapat pengakuan dari UNESCO?
Baca juga: Begini Sejarah Masuknya Saman dalam Daftar Warisan Unesco, Agar tidak Semua dari Jawa
Agar tak semua dari Jawa
Gaura Mancacarita, salah seorang yang ikut berperan dalam masuknya Tari Saman dalam Daftar Warisan Budaya Tak Benda Dunia oleh Unesco mengatakan, Tari Saman diusulkan untuk mengimbangi usulan-usulan sebelumnya yang didominasi dari Pulau Jawa.
"Selama ini kan yang diajukan ke Unesco, batik, wayang, keris, itu kan Jawa semua," ujar Gaura di Jakarta, Senin (18/7/2022), seperti dikutip dari Serambinews.com.
"Lalu kita gagas bagaimana kalau dari luar Jawa. Maka ketemulah dengan Saman,” sambungnya.
Pria asal Australia itu mengatakan, bahwa daerah Aceh sebagaimana diketahui merupakan daerah yang istimewa.
Begitupula dengan Gayo Lues, daerah asal dari tarian tradisional Saman.
Maka dari itu, dirinya kala itu setuju untuk menggagas Tari Saman agar masuk dalam daftar warisan budaya yang diakui UNESCO.
Hingga tahun 2021, Indonesia telah memiliki 12 warisan budaya tak benda yang telah diakui UNESCO.
Baca juga: 10 Tahun jadi Warisan Dunia, Teuku Riefky Ajak Generasi Muda Terus Jaga dan Lestarikan Tari Saman
Pengakuan dari UNESCO tersebut diberikan kepada Indonesia sejak 2008 lalu.
Ke-12 warisan budaya tak benda Indonesia yang diakui UNESCO yaitu kesenian Wayang, Pulau Jawa (2008); Keris, Jawa (2008); Batik (2009); Pendidikan dan pelatihan Batik (2009); Angklung, Jawa Barat (2010); Tari Saman, Gayo Lueas, Aceh (2011); Noken, Papua (2012); Tiga Genre Tari Tradisional Bali (tari sakral atau wali, semi sakral atau bebali, dan bebalihan) (2015); Kapal Pinisi, Sulawesi Selatan (2017); Pencak Silat, Jawa (2019); Pantun (2020); dan Gamelan, Jawa dan Bali (2021).
Sosok penting dibalik masuknya Tari Saman dalam buku UNESCO
Di balik mendunianya Tari Saman Gayo saat ini, siapa sangka ada campur tangan seorang pria asal Australia.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Serambinews.com dari berbagai sumber, disebutkan bahwa sosok pria itu begitu terkagum dengan seni tradisi warga Aceh ini.
Ia bahkan sampai berlinang air mata kala menyaksikan persembahan Tari Saman Massal yang diikuti oleh 12.266 penari, di Stadion Seribu Bukit Indah, Blang Kejren, Gayo Lues.
Adalah Gaura Mancacarita, sosok yang memiliki peran penting dalam melejitnya nama Saman Gayo hingga masuk dalam buku UNESCO.
Ia adalah anggota tim peneliti ketika Saman diusulkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) atau Intangible Culture Heritage (ICH) UNESCO.
"Saya juru tulis, tim peneliti, mengomunikasikan aspirasi dari komunitas Saman kepada Unesco dengan bahasa mereka," kata pria bertubuh tinggi dan berambut pirang itu.
Namun, menurut Gaura, ada sosok yang juga tak kalah penting di balik masuknya Saman sebagai warisan budaya tak benda yang diakui UNESCO.
Baca juga: Mendagri Tito Karnavian Ucap Selamat 10 Tahun Penetapan Tari Saman Warisan Budaya Tak Benda Dunia
Sosok itu, kata Gaura, merupakan tokoh asal Aceh, Rusman Musa.
"Ia saat itu pejabat di Kantor Menko Kesra. Saya diajak, lalu kita kerjakan penelitiannya," sebut Gaura.
"Saya bolak balik ke Gayo Lues dan Aceh melakukan penelitian," sambungnya.
Gaura menceritakan, penelitiannya itu dilakukan sepanjang September 2010 silam.
ketika itu Bupati Gayo Lues dijabat Ibnu Hasim, dan sangat mendukung penelitian tersebut.
"Kita kerjakan penelitiannya, lalu kirim ke Unesco, akhirnya berhasil," katanya.
Sebelas tahun setelah Saman ditetapkan sebagai Wwarisan Budaya Tak Benda oleh Unesco, Gaura menyebutkan, Saman makin maju dan berkembang.
"Perjuangan kita sekarang adalah mengeluarkan Saman dari status 'perlunya perlindungan mendesak" ke kategori "refresentatif," ujar Gaura.
Ia mengaku terpesona dengan Gayo Lues dan Aceh secara keseluruhan.
“Hutannya, gunung dan bukit sangat indah. Kalau ada kesempatan ia ingin kembali ke Gayo Lues,” ucapnya.
Gaura Mancarita sendiri telah sekitar 45 tahun hidup di Indonesia.
Kini, ia pun sudah berstatus sebagai Warga Negara Indonesia.
Meski berasal dari Australia, pria ini diketahui aktif dalam gerakan budaya berbagai daerah di Indonesia.
Selain menjadi staf ahli Puan Maharani di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, Gaura juga pernah menjadi Staff Ahli Wakil Menteri Pendidikan di era Anies Baswedan.
Tari Saman diusulkan tahun 2010, diakui 2011
Tari Saman diusulkan untuk menjadi bagian dari warisan budaya Indonesia yang diakui UNESCO pada 2010.
Namun, seni tradisi yang telah ada sejak berabad-abad lalu ini baru tercatat dalam buku UNESCO pada 2011 sebagai Warisan Budaya takbenda yang Perlu Dijaga Mendesak, dalam pertemuan Komite Antar Pemerintah yang diselenggarakan di Bali, 22-29 November 2011.
Keputusan itu tertuang dalam Prasasti 6.COM 8.8 dengan berkas nominasi No. 00509.
Dalam situs resmi Intangible Culture Heritage UNESCO, disebutkan bahwa Tari Saman memenuhi kriteria untuk dicantumkan dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda yang Perlu Dijaga Mendesak karena beberapa alasan.
Beberapa alasan itu antara lain karena Tari Saman melibatkan komunitas yang tidak hanya terdiri dari pemain dan pelatih, tetapi juga penggemar, tokoh agama terkemuka, tokoh adat, guru dan pejabat pemerintah.
Tari Saman mempromosikan persahabatan, persaudaraan dan niat baik dan memperkuat kesadaran akan kelangsungan sejarah masyarakat Gayo.
Namun tarian ini dianggap menghadapi melemahnya mode transmisi informal dan formal.
Itu karena berkurangnya kesempatan untuk pertunjukan serta hilangnya ruang budaya tempat transmisi terjadi.
Terkait dengan perubahan sosial, ekonomi dan politik yang mencakup penetrasi media massa dan pedesaan- migrasi perkotaan generasi muda, pengetahuan tentang unsur tersebut dinilai semakin berkurang dan kegiatan komersial meningkat.
Sehingga akan mengancam kelangsungan makna tari Saman bagi masyarakatnya.
Tari Saman semakin mendunia
Gaura Mancarita menilai, setelah diakui UNESCO sejak 2011, Saman semakin maju.
Menurut Gaura, transmisinya berjalan, sehingga Saman kini diajarkan di sekolah.
Baca juga: Sama-sama dari Aceh, Ini Perbedaan Tari Saman dan Ratoh Jaroe yang Mendunia
"Nah, nanti dipindahkan Saman dari Daftar dengan Perlindungan Mendesak ke Kategori Refresentatif. Itu cita-cita kita," katanya di Jakarta, Senin (18/7/2022).
Ia juga menyarankan agar Saman dijadikan sebagai bahan ajar di sekolah, bukan hanya di Gayo Lues melainkan seluruh sekolah di Indonesia.
"Untuk Aceh, barangkali bisa dibuatkan Peraturan Daerah atau Qanun bahwa Saman itu wajib dipelajari di Gayo Lues maupun di daerah lain," katanya.
Dengan demikian, ucapnya, nilai-nilai Saman bisa ditransmisikan ke generasi penerus.
"Itu bukan berarti semua orang bisa jadi pemain Saman. Tapi paling tidak sebagai apresiasi, sehingga budaya Saman itu akan hidup dan berkembang," ujar Gaura.
Tari Saman gayo diikuti oleh penari yang terdiri dari pria.
Mereka melakukan Saman sambil duduk atau berlutut dalam barisan yang rapat.
Masing-masing mengenakan kostum hitam yang disulam dengan motif Gayo warna-warni yang melambangkan alam dan nilai-nilai luhur.
Pemimpinnya duduk di tengah barisan dan memimpin nyanyian syair, kebanyakan dalam bahasa Gayo.
Ini menawarkan bimbingan dan bisa bernuansa religius, romantis, atau lucu.
Penari bertepuk tangan, menepuk dada, paha, dan tanah, menjentikkan jari, dan mengayunkan dan memutar tubuh dan kepala mereka pada waktunya dengan ritme yang berubah – serempak atau bergantian dengan gerakan penari lawan.
Gerakan-gerakan ini melambangkan kehidupan sehari-hari masyarakat Gayo dan lingkungan alamnya.
Saman dilakukan untuk merayakan hari besar nasional dan keagamaan, mempererat hubungan antar kelompok desa yang saling mengundang untuk pentas.
Setelah diakui UNESCO sejak 2011 lalu sebagai warisan budaya tak benda milik dunia yang wajib dilestarikan dan dipertahankan keberadaannya.
Pada 24 September 2011, Tari Saman berhasil memukau ribuan penonton yang memadati Stadion Seribu Bukit, Gayo Lues, saat rekor MURI dipecahkan oleh 5054 penari.
Berselang 7 tahun kemudian, tepatnya Minggu 13 Agustus 2017, tari saman kembali menarik perhatian puluhan ribu penonton dari daerah itu, maupun dari berbagai penjuru Indonesia.
(Serambinews.com/Yeni Hardika)
BACA BERITA LAINNYA DI SINI