Kemendikbud Evaluasi Jalur Penerimaan Mandiri, Nasib Mahasiswa Jalur Suap Segera Diputuskan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rektor Universitas Lampung atau Unila, Prof Karomani ditangkap KPK terkait dugaan memungut suap Rp 100 juta - Rp 350 juta per mahasiswa baru (Maba) melalui orang tua masing-masing lewat jalur mandiri.

Ia mengatakan status mahasiswa Unila yang masuk jalur orang dalam itu perlu dikaji dan dievaluasi. Pasalnya, mereka masuk dengan cara curang.

"Karena ini juga menyangkut pertama adanya pelanggaran hukum, namun, mahasiswanya bagaimana ini?" ujar Lindung.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan penerimaan mahasiswa melalui jalur suap seharusnya dinyatakan cacat secara yuridis.

Baca juga: Rektor UIN Resah dengan Praktik Pemotongan Ayam di Pasar: Tanpa Sadar Kita Makan Bangkai Setiap Hari

Baca juga: Di Tengah Terpaan Krisis, Ekonomi Indonesia Impresif, Jadi Kado HUT RI

Baca juga: Buruh Bangunan asal Sumut ‘Nyambi’ Jadi Spesialis Pencuri Motor, Diringkus Tim Rimueng Polresta

Menurutnya, harus ada konsekuensi dari tindakan curang dalam penerimaan mahasiswa baru itu.

"Status mahasiswanya ini kan urusan administrasi, jadi rekrutmen mahasiswa baru sampai kelulusan itu adalah administrasi akademik. Kalau ada cacat yuridis di dalamnya, tentu kemudian di masing-masing perguruan tinggi itu ada aturan masing-masing," tutur Ghufron.

Namun KPK enggan ikut campur dalam pengambilan keputusan terhadap para mahasiswa Unila yang masuk melalui jalur suap. Ranah KPK cuma memproses hukum Karomani karena menerima suap.

"Kami, KPK menghormati, yang jelas KPK hanya akan melakukan kewenangannya dalam proses penegakan hukum korupsinya, persoalan administrasi konsekuensinya bagi mahasiswanya itu kami menghormati peraturan administrasi akademik perguruan tinggi masing-masing," tutur Ghufron.

Ghufron sendiri menilai kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru di Unila adalah sebuah ironi karena terjadi di dunia pendidikan, di mana kita berharap dunia pendidikan mampu mencetak ilmu dan kader-kader bangsa yang diharapkan bisa memberantas dan juga mencegah korupsi.

Manipulasi yang dilakukan pada tahap penerimaan, kata dia, menjadi pintu awal manipulasi-manipulasi berikutnya. Kader-kader bangsa yang diharapkan dapat dididik di lembaga pendidikan yang harapannya ke depan menjadi bangsa pemberantasan korupsi kemudian menjadi tidak memiliki harapan.

KPK, kata dia, melalui penindakan telah menangani berbagai modus perkara di sektor pendidikan baik melalui strategi pencegahan telah mendorong perbaikan sistem dan tata kelola penyelenggaraan pendidikan mulai dari rekrutmen mahasiswa baru. Selain itu, kata dia, KPK telah melakukan kajian dan menilai bahwa penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri kurang terukur, kurang transparan dan kurang berkepastian.

Namun demikian, kata Ghufron, KPK memahami jalur mandiri adalah jalur afirmasi untuk mahasiwa atau calon mahasiswa baru dengan kebutuhan khusus misalnya daerah tertinggal, mahasiswa yang tidak mampu, dan lain-lain bertujuan mulia.

"Namun, karena jalur mandiri ini ukurannya sangat lokal, tidak transparan, dan tidak terukur, maka kemudian menjadi tidak akuntabel. Karena tidak akuntabel maka kemudian menjadi celah tindak pidana korupsi," kata Ghufron.

Oleh karena itu, kata dia, KPK berharap ke depan proses rekrutmen baik jalur mandiri atau jalur afirmasi yang lain harus diperbaiki agar lebih terukur, akuntabel, dan partisipatif supaya masyarakat bisa turut mengawasi.

"Mudah-mudahan kejadian ini untuk dunia pendidikan tinggi mudah-mudahan kejadian terakhir dan kami tidak berharap untuk adanya tidak pidana korupsi lebih lanjut di dunia pendidikan tinggi," ujarnya.(tribun network/git/dod)

Berita Terkini