"Kalau posisi harga sekarang sangat minus. Kalau seperti ini bakal hancur usaha kita," ujarnya.
Laporan Indra Wijaya | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Hampir sebulan, harga jual udang vaname dari para petani tambak terus menurun.
Turunnya harga jual udang itu, membuat para petani terus merugi.
Selain itu, para petani juga terancam 'gulung tikar', lantaran pendapatan dengan pengeluaran tidak sesuai.
Salah seorang petani tambak udang di Kecamatan Syiah Kuala, Joni Zakaria atau Prof Jon mengatakan, bahwa saat ini udang vaname dibeli oleh penampung rata-rata Rp 50 - Rp 60 ribu per kilogram (Kg)'.
"Sebelumnya, udang tersebut dibeli oleh penampung Rp 75 - 95 ribu per kilonya. Penurunan itu terjadi hampir 40 persen," kata Prof Jon kepada Serambinews.com, Senin (24/10/2022).
Ia mengatakan, dengan turunnya harga udang membuat beban biaya bagi petambak semakin besar.
Pasalnya, jika diharga normal petani dapat meraih laba Rp 10 - Rp 15 ribu per Kg.
Baca juga: VIDEO Harga Udang Vaname Terus Merosot, Petani Tambak Udang Terancam Gulung Tikar
Kini kata dia, biaya produksi udang Rp 60 ribu, namun yang dibeli oleh penampung hanya Rp 50 ribu per Kg.
Dengan selisih harga tersebut, para petani tambak itu terancam 'gulung tikar' dan tidak beroperasi lagi.
"Kalau posisi harga sekarang sangat minus. Kalau seperti ini bakal hancur usaha kita," ujarnya.
Ia membandingkan harga udang vaname yang dibeli oleh agen dari Medan pada Maret hingga Oktober 2022.
Di Bulan Maret, untuk udang size 50 ekor per kilonya dibeli oleh agen Rp 70 ribu.
Sementara hingga per 21 Oktober 2022, harga udang tersebut mengalami penurunan Rp 21 ribu.
"Kalau sekarang itu untuk size 50 ekor dibeli Rp 49 ribu. Sementara ongkos produksi kita per kilonya itu Rp 60 ribu. Ini jauh sekali turunnya," ungkapnya.
Baca juga: Harga Udang Vaname Terus Merosot, Petani Tambak Terancam Gulung Tikar
Dirinya meminta, adanya peran pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Sebab, jika dibandingkan dengan perbedaan harga jual di Pulau Jawa seperti Surabaya, masih relatif stabil.
Dimana untuk ukuran 20 ekor dibeli dari petani Rp 95 ribu per Kg.
Berbanding terbalik dengan harga beli udang dari petani tambak di Aceh.
Dimana untuk ukuran 20 ekor dibeli Rp 81 ribu.
"Kalau dulu size segitu dibeli dari kita sampai Rp 100 ribu bahkan lebih. Sekarang jauh sekali turunnya," ujarnya.
Menurutnya, terjadi monopoli harga yang dilakukan oleh agen di Medan.
Karena hal tersebut pula, ia meminta pemerintah untuk ambil bagian mengatasi permasalahan harga beli udang dari para petani.
Pihaknya tidak meminta bantuan modal.
Sebab, para petani tambak itu dapat berdiri sendiri.
Namun, para petani memerlukan adanya perlindungan dari pemerintah.
Pasalnya, para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) itu dapat membuka lapangan kerja bagi anak Aceh.
Saat inipun, para petani tambak budidaya udang vaname di Aceh sudah mulai melakukan panen dadakan.
Sebab jika di lanjut, cosh operasional per hari dengan pemasukan sudah minus.
Misal biaya operasional di salah satu Farm itu per harinya Rp 15 juta, dibandingkan pendapatan per harinya itu hanya 12 juta.
"Kalau minus sehari Rp 3 juta itu, ngapain harus dipertahankan. Makanya terpaksa mereka bongkar, setelah dibongkar otomatis tidak lanjut budidaya. Karyawan kan off tidak lagi bekerja," jelasnya.
Dikatakan Prof Jon, para petani tambak juga berharap pemerintah agar menghadirkan eksportir khusus udang yang memiliki pabrik di Aceh.
Menurutnya, dengan adanya eksportir di Aceh, produk-produk lokal Aceh memiliki tempat penampungan.
Baca juga: Melihat Keberhasilan Membudidaya Udang Vaname Sistem Bioflok di Lhokseumawe
Harga pakan naik
Turunnya harga beli udang dari para petani itu, semakin diperparah dengan naiknya harga pakan untuk budidaya udang vaname.
Bagaimana tidak, harga pakan tersebut mengalami kenaikan Rp 50 ribu per karungnya.
Dari harga Rp 420 ribu per karung kini menjadi Rp 470 ribu per karungnya.
Hal itu berbanding terbalik dengan pendapatan para pelaku usaha budidaya udang vaname tersebut.
Masih kata Prof Jon, saat ini penyedia pakan per bulan itu menjual kepada petani hingga 1.200 per bulannya.
Dari jumlah tersebut, jika dibagi 1,5 total hasil panen para petani tambak di Aceh itu menghasilkan 800 ton udang.
"Jadi hasil panen juga cukup banyak. Jadi kami para petani ini perlu solusi soal harga ini," ucapnya.
Dengan turunnya harga udang itu juga berdampak dengan pendapatan para penyedia pakan.
Gusnar, salah seorang penyedia pakan udang mengatakan, biasanya pihaknya menerima profit Rp 25 - 35 ribu per Kg, kini di angka Rp 8-14 ribu per Kg.
"Dengan modal operasional yang besar, tidak sebanding dengan resiko. Modal operasional sekarang di angka 45-52 ribu/Kg," kata Gusnar saat dikonfirmasi Serambinews.com.
Sementara itu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh, Aliman mengatakan, bahwa udang tersebut produk ekspor yang paling besar ialah China dan Amerika.
Saat ini sendiri kata dia, Amerika sedang mengalami resesi dan mengurangi jumlah barang impor yang masuk ke wilayahnya.
"Kemudian untuk China, mereka sudah mulai bangkit lagi kasus Covid-19. Jadi mereka menutup diri terhadap pasar dari luar. Mungkin ini dugaan kita, penyebab harga udang itu turun," kata Aliman.
Soal perbandingan harga antara pulau Sumatera dan Jawa, Aliman mengatakan, Pulau Sumatera sendiri merupakan salah satu wilayah yang banyak memproduksi budidaya udang vaname.
Terutama Lampung dan Aceh, yang merupakan salah satu sentra udang nasional.
Untuk udang dari Aceh sendiri lanjut dia, banyak diekspor melalui pengusaha yang ada di Sumatera Utara.
Saat ini, gudang-gudangnya saat ini sudah full (penuh).
Demi mencegah para petani itu 'gulung tikar', kedepannya pihaknya berupaya di Aceh agar cold storage udang.
Pihaknya berusaha, agar ada investor yang ingin membangun cold storage di Aceh.
"Karena saat ini belum ada cold storage khusus udang di Aceh. Ini menjadi harapan kita kedepannya agar di Aceh dibangun gudang serupa," pungkasnya. (*)
Baca juga: VIDEO - Budidaya Udang Vaname, Miswardi Raih Keuntungan Hingga 200 Juta Per 4 Bulan