SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Untuk kesekian kalinya, Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Al Haythar kembali mengadakan pertemuan dalam upaya memaksimalkan pengelolaan hutan di Aceh.
Pada Rabu (9/11/2022), Wali Nanggroe bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia, Ketua DPRA, Pemerintah Aceh serta Rektor Universitas Syiahkuala Banda Aceh berkumpul di Meuligoe Wali Nanggroe.
Berkumpulnya mereka dalam forum Kajian Model Pengelolaan Sumber Daya Hutan dan Implementasinya Dalam Bingkai Keistimewaan Aceh.
“Sebelumnya pada September lalu, Menteri LHK Prof Dr Siti Nurbaya MSc telah melakukan pertemuan dengan Wali Nanggroe. Hari ini, Wali Nanggroe bersama pihak-pihak terkait melakukan pembahasan secara rinci upaya dan pengelolaan hutan Aceh,” kata Kabag Humas dan Kerjasama Wali Nanggroe, M Nasir Syamaun MPA kepada Serambinews, Rabu (9/11/2022) malam.
Baca juga: Info Cuaca untuk Banda Aceh, Lhokseumawe, Langsa, Sabang Hingga Aceh Selatan, Masih Berpotensi Hujan
Baca juga: Hotel Lokal di Riyadh Tawarkan Penitipan dan Perawatan Khusus Anjing Segala Bentuk dan Ukuran
Baca juga: Wakil Ketua DPRA Safaruddin Lantunkan Ayat Suci Alquran Saat Pembukaan FASI Aceh 2022 Digelar BKPRMI
Baca juga: Piala Dunia 2022 Tingkatkan Pamor Qatar, Negara Teluk Juga Dapat Keuntungan Ekonomi Jangka Pendek
Baca juga: Kejari Pidie Jaya Musnahkan BB Sudah Inkrah, Sabu Diblender, Ganja Dibakar, dan Ponsel Dihancurkan
Dalam forum tersebut, Wali Nanggroe mengatakan, meskipun banyak mengalami kerusakan.
Ternyata, hingga hari ini Aceh masih menjadi daerah yang memiliki sebaran hutan terluas di Pulau Sumatera.
Sehingga masih dihuni oleh beraneka ragam satwa, terutamanya Harimau Sumatera, gajah, badak dan orang utan yang jumlahnya kian berkurangan disebabkan kehilangan habitat dan perburuan.
Saat ini ada 3,3 juta hektar atau setara 59 persen kawasan hutan tersebar di seluruh kabupaten/kota di Aceh.
Dari luas tersebut, hanya 2,9 juta hektar yang masih berstatus hutan, dan lebih 400 ribu hektar telah berubah fungsi menjadi non hutan. 1,7 juta hektar diantaranya adalah hutan lindung, dan 710 ribu hektar lebih sebagai hutan produksi.
“Angka-angka tersebut merupakan potensi kekayaan yang saat ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Ditambah lagi, setiap tahunnya, ada begitu banyak kawasan hutan aceh yang dirusak secara sistematis,” kata Wali Nanggroe.
Tidak maksimalnya pemanfaatan potensi hutan Aceh, menurut Wali Nanggroe, diantaranya disebabkan pengelolaan yang tidak baik, rendahnya pengawasan, dan maraknya ilegal logging.
Ia menyebut jutaan hektare luas hutan itu merupakan potensi kekayaan alam Aceh yang saat ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal.
Ditambah lagi, setiap tahunnya, begitu banyak kawasan hutan Aceh yang dirusak secara sistematis.
Hal itu, lanjut dia, bukan hanya menyebabkan bencana ekologis seperti banjir dan tanah longsor yang terjadi di Aceh hampir setiap tahun, tapi juga menjadi penyebab terjadinya konflik manusia dengan satwa, terutama gajah dan harimau.
“Tidak maksimal pengelolaan hutan selama ini disebabkan pengelolaan yang tidak baik, rendahnya pengawasan, dan maraknya ilegal logging. Padahal Aceh merupakan satu dari empat provinsi yang memiliki hutan terluas di Indonesia,” katanya.