Berita Banda Aceh

Komisi I DPRA akan Gelar Rakor Bicarakan Soal Rohingya Terdampar di Aceh

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Komisi I DPRA Iskadar Usman Al Farlaky

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Komisi I DPRA berencana akan mengadakan rapat koordinasi (rakor) dengan pihak terkait untuk membicarakan penanganan etnis Rohingya yang terdampar di Aceh. 

Seperti diketahui, sebanyak 58 pengungsi Rohingya terdampar di bibir pantai kompleks Cagar Budaya Indrapatra, Gampong Ladong, Aceh Besar, Minggu (25/12/2022).

Dua hari setelah itu, 180 manusia perahu etnis Rohingya kembali terdampar di pantai Ujong Pie, Kecamatan Muara Tiga (Laweung), Pidie, Senin (26/12/2022) sekitar pukul 17.05 WIB.

Kasus serupa juga terjadi pada 15 November 2022 dimana 229 pengungsi Rohingya mendarat di perairan Aceh Utara.

Mereka datang dalam dua gelombang, yaitu gelombang pertama sebanyak 110 etnis Rohingya mendarat di perairan Meunasah Lhok, Kecamatan Muara Batu.

Baca juga: 174 Rohingya Direlokasi ke SMPN 2 Muara Tiga Pidie

Sedangkan gelombang kedua terdapat 119 etnis Rohingya mendarat di perairan Krueng Geukuh, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara. 

"Menanggapi kondisi ini yang sudah berulang, kami dari Komisi I berencana akan mengadakan rakor dengan berbagi pihak, baik dengan Pemerintah Aceh, Kemenkumham Aceh karena menyangkat dengan imigrasi, polisi, bakamla," kata Ketua Komisi I DPRA Iskadar Usman Al Farlaky kepada Serambinews.com, Selasa (27/12/2022).

"Kita juga mengundang unsur pemerintah pusat, IOM, dan UNHCR.

IOM dan UNHCR kita harapkan tidak lepas tanggungjawab, mereka harus bertanggungjawab jika benar mereka pengungsi internasional," sambung dia.

Akan tetapi, apabila etnis Rohingya yang terdampar di Aceh para pencari suaka politik maka IOM dan UNHCR harus bisa memfasilitasi mereka untuk pindah ke negara yang bisa menampung mereka.

Baca juga: Wali Nanggroe Lantik Mualem Jadi Waliyatul ‘Ahdi, Ini Tugas, Fungsi dan Wewenangnya

Namun untuk sementara, Iskandar meminta Pemerintah Aceh dan kabupaten untuk memberikan perlindungan kepada etnis Rohingya, terutama kepada anak-anak dengan memberikan makanan dan obat-obatan.

"Secara kemanusiaan, kita harapkan pemerintah daerah kita bisa memberi perlindungan penyediaan obat-obatan, makanan, pakaian, namun dengan batas waktu tertentu," ujar Iskandar.

Di samping itu, pemerintah daerah juga harus melakukan koordinasi cepat dengan pemerintah pusat terkait keberadaan pengungsi internasional ini, apalagi ada isu mereka sebagai pencari suaka politik.

Begitu juga dengan pemerintah pusat, menurut Iskandar, juga harus respon cepat terkait dengan adanya kedagangan imigran Rohingya ke Aceh sehingga ada penangganan terukur.

"Artinya pemerintah melalui departemen luar negeri dan juga aparat penegak hukum harus melakukan investigasi dan penyelidikan apa yang melatarbelakangi sehingga imigran Rohingya datang ke Aceh," ungkap dia.

"Apakah murni mereka ini sebagai pencari suaka politik atau mereka hanya menjadikan Aceh sebagai daerah transit dan kemudian mereka masuk ke Malaysia," lanjut politikus Partai Aceh ini.

Baca juga: Pemuda Aceh Selatan Lecehkan Anak SD, Korban Diajak Mandi Sungai, Diiming-iming Roti dan Es Krim

Hal ini perlu dilakukan mengingat selama ini banyak etnis Rohingya melarikan diri dari tempat penampungan sementara yang telah disediakan pemerintah.

"Seperti baru-baru ini di Lhokseumawe, mereka melarikan diri. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak murni sebagai pencari suaka politik kalau melarikan diri.

Lalu siapa yang memfasilitasi pelarian mereka, siapa yang menampung mereka, kemana mereka melarikan diri, ini juga harus diselidiki dan harus diusut secara tuntas," kata Iskandar lagi.

"Apakah benar ada indikasi misalnya terlibat sindikat human traffiking, mereka punya agen di Aceh dan Indonesia, kemudian mereka dibawa melalui Sumatera Utara dan masuk ke Malaysia dan di Malaysia mereka mencari kerja," imbuh Ketua Komisi I DPRA.

Baca juga: Kisah Ibu Donorkan Organ Hati ke Pimpinan Perusahaan Demi Anak Bisa Kerja, Malah Berakhir Sedih

Kondisi ini harus diselidiki sehingga Aceh tidak terus menerus dijadikan sebagai zona transit oleh etnis Rohinya dengan berbagai alasan kemanusiaan seperti boat rusak dan BBM habis.

"Kita juga tidak bisa serta merta mendengar dan mengakui apa yg mereka sampaikan ke kita. Berbulan-bulan di laut.

Inikan seperti ada persoalan baru di mana menjelang akhir tahun selalu ada kejadian ini. Bukan terdampar ke daerah lain, khusus ke Aceh," terang dia.

Menurutnya, pemerintah tidak bisa serta merta menampung etnis Rohingya, sementara banyak kondisi ekonomi masyarakat Aceh yang juga membutuhkan perhatian dari pemerintah.(*)

Baca juga: 185 Rohingya Terdampar di Pidie, Sebagian Meninggal di Laut

Berita Terkini