Kupi Beungoh

Aceh dan Kepemimpinan Militer XVI - Daud Beureueh: Kecewa dan Berontak

Editor: Zaenal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

Ahmad Humam Hamid*)
 
Mampukah kita berimajinasi tentang sejarah Indonesia, bahkan sejarah TNI itu sendiri, seandainya Daud Beureueh tidak memberontak?

Berapa lembar halaman sejarah resmi yang diajar di sekolah-sekolah sebagai bagian dari indoktrinasi bangsa yang akan menggambarkan peran Beureueh dalam perjuangan merebut kemerdekaan?

Bayangkan juga berapa halaman buku sejarah pembentukan TNI pada level nasional dan peran TNI di Aceh yang akan mencantumkan peran Abu Beureueh, terutama dalam mengkonversi berbagai laskar swasta menjadi tentara pemerintah yang resmi-TNI.

Bandingkan Aceh yang total tak dijamah Belanda, dengan seluruh wilayah Nusantara yang praktis dikuasai Belanda pada agresi ke II.

Bandingkan Beureueh dan rakyat Aceh yang leluasa semenjak Jepang keluar dari Aceh pada Agustus 1945, dan bahkan mengirim pasukan ke Medan Area untuk memerangi Belanda di Sumatera Utara.

Bukankah Panglima Besar Jenderal Sudirman saat itu sedang bergerilya dan dikejar Belanda di wilayah kampung dan hutan di keresidenan Surakarta, Madiun, dan Kediri, sementara Beureueh memastikan Aceh, Langkat, dan Tanah Karo steril dari Belanda?

Bukankah Beureueh mampu menyatukan para laskar swakarsa, tentara rakyat utuk mundur selangkah, ikhlas untuk menjalani rasionalisasi pasukan, menyerahkan senjata, dan kembali menjadi rakyat biasa?

Di saat  lain adalah Beureueh juga yang mampu membujuk berbagai kekuatan perlawanan rakyat melawan Belanda untuk tidak meminta kompensasi apa-apa dari republik, walau hanya sejumlah kecil uang karena perubahan status dari tentara menjadi rakyat.

Bukankah secara realitas ia memang “berakar” dan “berpengaruh” untuk mengatakan “ya” atau “tidak” Aceh bergabung dengan Republik Indonesia?

Kenapa Sukarno memanggil “kakanda” dengan takzim dan bahkan “menangis” ketika Beureueh meminta janji verbal Sukarno tentang kekhususan Aceh diwujudkan dalam bentuk surat perjanjian?

Kenapa Sukarno bersumpah “Wallah Billah” bahwa ia akan menunaikan janiinya tentang kekhususan Aceh kepada Beureueh?

Tidak hanya tentang komitmen kemerdekaan dari  rakyat Aceh, Sukarno bahkan meminta lebih dari itu.

Ia bahkan tak segan meminta bantuan Aceh untuk dana biaya pemerintahan bayi Republik, dan pembelian pesawat terbang yang kemudian dikenal dengan nama Seulawah.

Beureueh menyanggupinya dengan sepenuh hati.

Kenapa Sukarno “mengantungkan” harapannya pada Daud Beureueh?

Halaman
1234

Berita Terkini