SERAMBINEWS.COM - Polda Metro Jaya buka suara terkait Bripka Madih yang mengaku diperas oleh sesama anggota polisi saat melaporkan kasus dugaan penyerobotan tanah milik orang tuanya.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan dari penyelidikan laporan tahun 2011, ditemukan sembilan akta jual beli (AJB) tanah dengan penjual atas nama Tongek yang merupakan ayah dari Bripka Madih.
"Dan sisa lahannya dari girik 191 seluas 4.411 meter persegi, kemudian yang sudah diikatkan dengan AJB yakni seluas 3.649,5 meter persegi artinya sisanya hanya sekitar 516,5 meter persegi," kata Trunoyudo dalam konferensi pers di Jakarta, dipantau dari tayangan Breaking News Kompas TV, Jumat (3/2/2023).
Dia mengatakan tanah tersebut dijual sejak tahun 1979 sampai 1992, dengan cap jempol yang sah.
"Pada saat proses penjualan oleh orang tuanya atau ayahnya, yang bersangkutan (Bripka Madih, -red) kelahiran 1978, berarti masih kecil," lanjutnya.
Dari hasil penyelidikan itulah, kata Trunoyudo, penyidik belum menemukan perbuatan pelanggaran hukum dalam laporan Bripka Madih.
"Nalar logika berpikir, ketika ada statement mengatakan diminta hadiah 1.000 meter persegi, sedangkan sisanya tinggal 516,5 meter persegi, tentu ini butuh dikonfrontir, kita lakukan itu," tuturnya.
Terkait AKP TG yang sebelumnya disebut Bripka Madih sebagai penyidik yang memerasnya, menurut Trunoyudo, polisi tersebut sudah pensiun.
"Kemudian penyidiknya yang disebutkan atas nama TG merupakan purnawirawan artinya sudah purna, sudah pensiun sejak Oktober tahun 2022," kata dia.
Trunoyudo mengatakan Bripka Madih kemudian membuat laporan pada 23 Januari 2023 terkait dengan 170 KUHP pidana yaitu pengrusakan terhadap barang di atas tanah miring atau objek yang sama pada laporan polisi tahun 2011.
Baca juga: Sosok Bripka Madih, Anggota Provost Polri Ngaku Diperas Penyidik Polisi Rp 100 Juta, Diusut Propam
Bripka Madih Dilaporkan Polisi
Trunoyudo mengatakan pada 1 Februari 2023, Bripka Madih dilaporkan oleh warga bernama Victor Haloho karena diduga menduduki lahan perumahan dengan beberapa kelompok massa sehingga menimbulkan keresahan.
"Laporan ini tentunya masih dilakukan proses penyidikan," katanya.
Pernah Berurusan dengan Propam
Trunoyudo mengungkapkan Bripka Madih pada 2014 dilaporkan oleh istri sahnya (saat ini sudah bercerai) dengan inisial SK atas kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
"Putusannya melalui hukuman putusan pelanggaran disiplin. Kemudian pada tanggal 22 Agustus 2022 dilaporkan lagi oleh istrinya yang kedua yang tidak dimasukkan di dalam atau dilaporkan secara kedinasan. Artinya tidak mendapatkan tunjangan secara kedinasan," ucapnya.
Laporan itu tercatat di Polsek Pondok Gede dengan pelanggaran kode etik. Dalam hal ini, Bripka Madih belum menjalani sidang kode etik karena istri keduanya, SS, yang juga korban KDRT, belum bisa hadir untuk diperiksa Propam di Polres Metro Jakarta Timur.
"Saat ini prosesnya tentu akan di-take over (diambil alih, red) di Ditpropam Polda Metro Jaya terkait dengan pelanggaran kode etik dan adanya KDRT. Tidak hanya kode etik, dengan laporan tersebut maka patut diduga adanya suatu perbuatan melawan hukum atau tindak pidana," kata Trunoyudo.
Ia menekankan beberapa laporan dari kasus di atas akan tetap berjalan sesuai prosedur.
Bripka Madih Berencana Ajukan Pengunduran Diri
Saking kecewanya, Bripka Madih, anggota Provost Polres Metro Jakarta Utara yang mengaku diperas oleh sesama anggota polisi, akan mengajukan pensiun dini.
Bripka Madih mengaku sangat kecewa karena rekan satu institusinya melakukan pungutan liar atau pungli di tengah-tengah proses laporan kasus dugaan penyerobotan tanah milik orang tuanya.
Ia mengaku diperas oleh seorang anggota polisi berinisial TG dengan pangkat AKP di Polda Metro Jaya sebesar Rp100 juta dan tanah 1.000 meter persegi.
AKP TG disebut menjanjikan akan memproses kasus sengketa tanah tersebut jika Bripka Madih mau memberi apa yang dimintanya.
Bripka Madih mengaku bertambah kecewa karena setelah melaporkan AKP TG yang diduga memerasnya ke Propam dan Mabes Polri, tidak ada tindakan berarti yang dilakukan.
"Tidak ada, tidak ada tindakan, ini yang kita kecewa, kenapa seperti ini?" kata Bripka Madih dalam Kompas Petang Kompas TV, Jumat (3/2/2023).
Bripka Madih pun berencana mengundurkan diri dari kepolisian karena merasa calo-calo di institusi tersebut semakin merajalela.
"Sebetulnya, pengunduran diri ini setelah calo-calo ini merajalela mengganggu hak orang tua tapi belum penguasaan fisik ya," ucapnya.
Selain itu, Bripka Madih juga merasa dihina oleh AKP TG karena disebut kurang berpendidikan dibandingkan pihak terlapor.
"'Lu berani ngelawan pihak terlapor, semua orang berpendidikan dan pinter, sedangkan lu latar belakang enggak berpendidikan,'" katanya menirukan ucapan AKP TG.
Bripka Madih menolak permintaan uang Rp100 juta dan tanah 1.000 meter persegi oleh AKP TG.
"Ya menolak lah, masa anggota polisi mau dioknumi polisi," tuturnya.
Saat ini, lanjut Bripka Madih, sudah dilakukan gelar perkara oleh Polda Metro Jaya terkait kasus polisi peras polisi ini.
"Katanya mau diproses, ya mudah-mudahan ada tindakan yang berarti, cuma maksud ane kayak gini, ini kan bicara haknya orang tua, ini kan viralnya ini membuat pihak ini sedikit gerah. Ya mudah-mudahan bisa serius gitu, jangan mengintervensi ini harus distop viralnya, ya gak bisa lah," tutur Bripka Madih.
Di samping itu, ia berharap laporan kasus dugaan penyerobotan tanah milik orang tuanya juga diproses lebih lanjut.
Baca juga: Hendak Lapor Kasus Penyerobotan Tanahnya, Bripka Madih Malah Diperas Polisi
Kisah Bripka Madih
Bripka Madih, anggota Provost Polsek Jatinegara Jakarta Timur, mengaku dimintai uang Rp 100 juta oleh oknum anggota Polda Metro Jaya saat melaporkan penyerobotan tanah milik orangtuanya oleh pengembang.
Tidak hanya itu, Bripka Madih juga dimintai imbalan berupa 1000 meter tanah, jika kasusnya ingin ditindaklanjuti.
Sontak, Bripka Madih pun tidak habis pikir, bagaimana dirinya yang anggota ke polisian, namun masih juga dimintai uang saat melaporkan perkara tanah orangtuanya.
Ia pun tidak bisa tinggal diam dan membongkar praktik tak teruji tersebut di media sosial.
"Yang saya sedih, dia minta uang itu kepada Madih. Bukan kepada orangtua saya. Padahal saya anggota polisi," tegas Bripka Madih seperti pada video yang beredar di sejumlah media sosial.
Bripka Madih menyebut, yang meminta uang pelicin dan imbalan berupa tanah itu adalah oknum anggota Polda Metro Jaya.
Bripka Madih menyatakan, dirinya dimintai uang pelicin Rp 100 juta dan menyiapkan tanah seluas 1.000 meter persegi untuk diberikan ke penyidik Polda Metro Jaya yang menangani kasusnya.
"Ane ini sebagai pihak yang dizolimi, pelapor, bukan orang yang melakukan pidana, kecewa!" kata Madih dalam video yang diunggah akun Instagram @undercover.id pada Kamis (2/2/2023).
"Orangtua ane itu hampir 1 abad, melaporkan penyerobotan tanah ke Polda Metro Jaya, kenapa dimintai biaya penyidikan? Oknum penyidik Polda, mintanya sama Madih, bukan ke orangtua ane," tantang Madih.
Madih kecewa karena dimintai uang pelicin oleh penyidik Polda Metro Jaya.
Saat ditanya berapa nominal yang diminta oknum penyidik, Madih mengatakan bahwa penyidik meminta uang Rp 100 juta dan hadiah tanah 1.000 meter.
"Dia berucap minta Rp 100 juta dan hadiah tanah 1.000 meter," ungkap Madih.
"Oknum penyidik itu minta langsung ke saya, sesama anggota polisi, dia berucap minta uang Rp 100 juta. Saya kecewa,” katanya.
“Dia juga minta hadiah tanah 1.000 meter. Tidak cukup sampai di situ oknum penyidik itu juga menghina keluarga saya, katanya tidak berpendidikan,” kata Madih sambil menangis.
Madih mengaku, dirinya tak punya rekaman pembicaraan dengan penyidik Polda Metro Jaya yang minta uang pelicin.
"Memang saya tidak pegang barang bukti (percakapan) karena saat saya melapor tidak boleh membawa alat komunikasi. Waktu itu saya diminta datang ke Polda Metro untuk membicarakan kelanjutan laporan penyerebotan lahan,” ucap dia.
Madih menuturkan kasus penyerobotan tanah itu terjadi sekitar tahun 2011 saat dirinya belum jadi anggota Polri.
Orangtua Madih melaporkan kasus tersebut beberapa tahun lalu.
Namun, hingga saat ini pihaknya merasa terus dipermainkan oleh sesama anggota ke polisian untuk proses penyidikan sebidang tanah.
Madih mengaku dirinya ingin mengembalikan hak orangtuanya atas tanah berdokumen girik nomor C 815 dan C 191 dengan total seluas kurang lebih 6.000 meter persegi.
Lahan tersebut terletak di Jalan Bulak Tinggi Raya, Kelurahan Jatiwarna, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Menurutnya, tanah berdokumen girik nomor C 815 seluas 2.954 meter persegi diserobot oleh sebuah perusahaan pengembang perumahan.
Sementara tanah berdokumen girik C 191 seluas 3.600 meter persegi diduga telah diserobot oleh oknum makelar tanah.
"Penyerobotan tanah ini terjadi sebelum saya jadi anggota polisi. Tapi ternyata makin menjadi setelah saya masuk satuan bhayangkara dan ditugaskan di Kalimantan Barat," kata dia.
Meski sadar akan konsekuensi yang mungkin diterimanya setelah aksi buka mulut ini, Madih mengaku tak gentar menemukan keadilan bagi orang tuanya yang sudah ia perj uangkan selama 10 tahun terakhir.
Video pengakuan Madih ini pun mendapat banyak komentar dari para netizen.
"Rekan satu profesi aja digituin juga, kebayang 'kan gimana jadinya masyarakat biasa bisa berkali-kali lebih parah," kata akun @mmfc1203.
"Bentar lagi juga minta maaf karna dapat tekanan dari atas sudah biasa," tambah akun @miftahulc3.
Baca juga: Mantan Perwira Rusia Akui Penyiksaan Sampai Kebiri Tawanan Perang Ukraina, Ini Pengakuannya
Baca juga: Hendra Kurniawan Minta Dibebaskan dalam Kasus Obstruction of Justice Kematian Brigadir J
Baca juga: Dirsamapta Polda Aceh Ajak Jajarannya Bangun Komunikasi Saling Menyapa
Kompas.tv: Polda Metro Jaya Buka Suara soal Bripka Madih, Sebut Polisi yang Diduga Memeras Sudah Pensiun