Berita Banda Aceh

Manfaat Jalan Tol, Dorong Pertumbuhan Ekonomi dan Merawat Tradisi Aceh

Penulis: Muhammad Hadi
Editor: Muhammad Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Salah satu pintu ruas jalan Tol Sigli - Banda Aceh

Setelah duduk sekitar 25 menit, kami bergerak ke arah pintu tol BlangBintang. Tarmizi A Hamid sejak di warkop sudah mengatakan, hanya butuh waktu 20 menit untuk keluar di pintu jalan tol Jantho. Setiba di pintu tol Blangbintang, penulis melihat arloji di tangan kiri pukul 08.35 WIB. Kami menikmati perjalanan sambil ngobrol dan melihat kiri kanan sambil membicarakan prospek Aceh kedepan setelah tersambung Jalan Tol Banda Aceh hingga Sumatera Utara.

Tak terasa kami sudah berada berada di pintu Jalan tol Jantho. Penulis melihat arloji jarum tepat pukul 08.55 WIB. Ternyata tepat perjalanan kami hanya 20 menit seperti yang disampaikan Tarmizi A Hamid sebelumnya. Sangat terukur waktunya dan kami tiba di lokasi sebelum acara dimulai yang dijadwalkan pukul 09.00 WIB. Biasanya untuk sampai ke Jantho dari jalan Nasional Medan-Banda Aceh membutuhkan lebih kurang satu jam.

Setelah menikmati seharian di Jantho ke berbagai lokasi wisata. Kami baru kembali ke Banda Aceh melalui jalan tol pada sore hari. Suasana di Jantho saat itu sudah mulai reda hujan. Penulis kembali melihat jarum jam untuk mengukur waktu. Kali ini mobil melaju dengan lebih lambat sambil menikmati pemandangan sekitar jalan tol. Mobil melaju dari lajur kiri dan saat keluar dari pintu tol Blangbintang ternyata perjalanannya hanya 25 menit.

Efisiensi waktu di jalan tol juga dirasakan Mulyadi Nurdin, Kepala Dinas BKSDM Pidie. Saban hari di akhir pekan, mantan Kepala Humas Pemerintah Aceh ini pulang ke rumahnya di perbatasan Aceh Besar-Banda Aceh. Biasanya Minggu malam kembali ke Sigli untuk berdinas. Selama ada jalan tol, waktunya lebih banyak terpangkas. “Kalau masuk pintu tol Blangbintang hingga ke luar di pintu tol Seulimeum hanya membutuhkan waktu 20 menit,” ujarnya.

Ini memangkas waktu satu jam ketimbang menempuh jalan umum. Karena untuk perjalanan Banda Aceh - Sigli membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam. Kadang waktu yang ditempuh bisa lebih jika jalanannya padat ada bus dan  truk-truk berbagai jenis yang beriringan bersama mobil lain. Belum lagi jalan berlubang hingga rawan kecelakaan akibat laju bus, mobil angkutan penumpang L300 dan Hiace hingga kendaraan roda dua.

“Kalau jalan tol sudah tembus ke Sigli, bisa berangkat Senin pagi untuk masuk kantor. Karena di jalan tol waktunya sudah terukur dan tidak melelahkan ketimbang jalan umum. Sehingga tetap fit untuk bekerja. Tapi kalau jalan umum tidak bisa pulang Senin pagi. Karena di jalan tidak terukur waktu kita. Ada truk bergandengan di jalan sudah banyak waktu habis dan dipastikan terlambat sampai kantor,” ujar Mulyadi Minggu malam sebelum bertolak ke Sigli.

Denyut ekonomi hingga kemanusiaan

Keberadaan jalan tol juga akan memudahkan angkutan transportasi lintas Sumatera. Terutama aktifitas angkutan barang dan hasil pertanian lintas Medan-Banda Aceh. Penjual bahan bangunan, Sofyan mengungkapkan selama barang kebutuhan bangunan di pasok dari Sumatera Utara. Keberadaaan jalan tol akan mempercepat suplai barang sampai ke Banda Aceh dan minim hambatan di jalan.

“Selama ini barang-barang kebutuhan toko bangunan di Aceh dipasok dari Medan. Dengan adanya jalan tol akan lebih cepat tiba sesuai kebutuhan. Selain cepat melalui jalan tol, juga minim resiko kecelakaan ketimbang di jalan umum. Kami berharap jalan tol Aceh bisa tersambung ke Sumatera Utara dan Jalan Tol Trans Sumatera akan memudahkan mengangkut barang dari pulau Jawa,” ujarnya.

Sofyan, penjual bahan bangunan di Aceh Besar (SERAMBINEWS.COM/MUHAMMAD HADI)

Sofyan juga mengutarakan resiko yang dialami bila hanya mengandalkan jalan umum Medan-Banda Aceh. Bukan hanya longsor, tapi juga banjir yang kerap terjadi di pesisir timur Aceh. Misalnya banjir pada awal November 2022, dimana yang terparah di Aceh Tamiang. Jalur transportasi Medan-Banda Aceh dan sebaliknya terjebak di Kecamatan Kejuruan Muda, Aceh Tamiang.

Jalur logistik terganggu hingga merugikan pengusaha Aceh dan harga kebutuhan masyarakat juga melonjak naik akibat terhenti pasokan dari Sumatera Utara. Misalnya sayuran yang membusuk dalam truk hingga ayam yang mati akibat truk pengangkut tak dapat melewati banjir yang tak kunjung surut.

“Kalau truk yang membawa bahan bangunan langsung mencari tempat yang aman untuk parkir. Karena kalau memaksa melewati lokasi banjir akan rugi besar, sebab bahan bangunan tak dapat dipakai lagi atau bakal berkarat. Kalau parkir berhari-hari, untungnya barang selamat. Tapi ruginya kebutuhan sopir meningkat dan pekerjaan terhenti karena pasokan barang tertahan,” ujarnya.

Baca juga: Pengguna Jalan Tol Sibanceh Meningkat, Awal Juli 2.636 Kendaraan per Hari, Naik 25

Tapi yang disayangkan bus antar kota dan antar provinsi tak dapat jalan saat banjir. Begitu juga truk-truk yang membawa sembako akan mengalami kerugian akibat barang bawaannya membusuk. Karena biasanya berangkat sore dan tiba pagi di Pasar Induk Lambaro, Aceh Besar. Sayur dan aneka sembako dari Medan langsung diambil langganan untuk dijual lagi.

“Tapi saat truk berhenti berhari-hari akibat banjir membuat sayur dan lainnya membusuk dan harus dibuang. Belum lagi mobil pengangkut ayam juga rugi akibat ayam terus mati akibat terjebak banjir. Jadi kerugiannya cukup besar akibat banjir yang terjadi tiap tahun di lintas jalan nasional Medan-Banda Aceh,” ujarnya.

Tapi kalau jalan tol Aceh Sumatera Utara sudah tersambung akan lain ceritanya. Sopir yang sudah mengetahui ada longsor dan banjir dapat mengunakan jalan tol sebagai alternatif untuk memasok segala kebutuhan pokok ke kabupaten/kota di Aceh hingga ke Banda Aceh. “Kami melihat sangat banyak manfaat kalau jalan tol Aceh tersabung ke Sumatera Utara. Keberadaan jalan tol bakal menumbuhkan perekonomian Aceh di masa depan,” ujarnya.

Halaman
1234

Berita Terkini