Wamenkumham menyampaikan hal ini dalam sambutannya saat membuka sosialisasi KUHP serta serta perubahan rancangan Undang-undang Paten dan Desain Industri kepada masyarakat dalam Program Kumham Goes To Campus.
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Wamenkumham RI, Edward Omar Sharif Hiariej atau lebih dikenal Eddy, mengungkapkan jumlah terpidana mati di Lapas Kelas IIA Banda Aceh Aceh 35 orang.
Sedangkan terpidana penjara seumur hidup 25 orang.
Wamenkumham menyampaikan hal ini dalam sambutannya saat membuka sosialisasi KUHP serta serta perubahan rancangan Undang-undang Paten dan Desain Industri kepada masyarakat dalam Program Kumham Goes To Campus.
Kegiatan ini digelar di Gedung AAC Dayan Dawood Universitas Syiah Kuala atau USK, Banda Aceh, Selasa (28/2/2023).
Selain mahasiswa dan akademisi, kegiatan ini antara lain juga diikuti polisi, jaksa, hakim, dan pengacara.
Baca juga: Inilah Terpidana Mati yang Dapat Ampunan Jelang Dieksekusi, Diganti Penjara Seumur Hidup
"Saya kaget juga, ternyata terpidana mati dan terpidana penjara seumur hidup di Lapas Banda Aceh saja mencapai 60 orang. Terpidana mati 35 orang dan terpidana seumur hidup 25 orang," kata Wamenkumham.
Lantas bagaimana nasib mereka, khususnya terpidana mati itu, apakah mereka berpeluang mendapat vonis lebih ringan menjadi terpidana seumur hidup karena berkelakuan baik setelah menjalani hukuman percobaan selama 10 tahun sebagaimana diatur dalam KUHP terbaru?
"Ya, meski KUHP baru ini baru berlaku Januari 2026, tapi KUHP ini juga berlaku bagi mereka yang sudah divonis terpidana mati ini karena prinsipnya KUHP ini untuk kebaikan terpidana," kata Wamenkumham.
Artinya, kata Wamenkumham, bagi terpidana mati ini juga berlaku masa percobaan sepuluh tahun dan jika mereka berkelakuan baik, maka hukuman menjadi seumur hidup sebagaimana ketentuannya.
Pasal perzinahan dalama KUHP Terbaru tak berlaku di Aceh
Pada kesempatan yang sama, Wamenkumham juga mengatakan aturan dalam KUHP terbaru nanti tetap tak berlaku di Aceh, jika bertentangan dengan Qanun Aceh yang diatur sesuai UU Pemerintah Aceh Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, seperti tentang Pasal Perzinahan.
Pasalnya, Aceh adalah daerah khusus yang menerapkan syariat Islam.
Baca juga: Kisah Terpidana Mati Bebas Setelah 16 Tahun Menunggu Eksekusi, Akhirnya Meninggal Akibat Covid-19
Wamenkumham mencontohkan soal kohabitasi (hidup bersama tanpa pernikahan) dan perzinahan.
Dalam KUHP terbaru, pasal tentang Kohabitasi dan Perzinahan ini adalah perkara delik aduan. Artinya baru diproses hukum, jika suami atau istri korban melaporkan
"Namun, khusus di Aceh, yang berlaku tetap Qanun yang diatur sesuai UU Nomor Pemerintah Aceh Nomor 11 Tahun 2006. Jadi hal ini tak dipertanyakan lagi nanti ketika KUHP ini dilaksanakan mulai Januari 2026," tegas Wamenkumham yang disambut tepuk tangan peserta yang hadir dalam sosialisasi ini.
Wamenkumham mengatakan terkait persoalan ini sudah pernah dipertanyakan oleh Anggota DPRI RI asal Aceh sejak Rancangan KUHP ini dibahas.
Seperti diketahui, di Aceh setiap pelaku zina atau khalwat boleh dilapor oleh siapa saja dan pelakunya diproses hukum yang hukumannya antara lain penjara dan cambuk.
Turut hadir saat pembukaan acara ini, Plh Kakanwil Kemenkumham Aceh, Rakhmat Renaldy dan para Wakil Rektor USK Banda Aceh.
Sebagaimana diketahui, dalam Pasal 412 dan 413 KUHP yang baru disahkan mengancam pidana bagi setiap orang yang melakukan kohabitasi (hidup bersama tanpa pernikahan) dan perzinahan.
Tetapi ancaman itu baru bisa berlaku apabila ada pihak yang mengadukan atau dengan kata lain delik aduan.
Adapun mereka yang berhak mengadukan adalah suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Atau orang tua maupun anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
Baca juga: PBB Sebut KUHP Baru Bertentangan dengan HAM
Pidana Mati dengan Masa Percobaan di KUHP Baru Disebut Jadi Jalan Tengah
Kembali ke soal hukuman mati, sebelumnya Kemenkumham menyatakan keputusan untuk membuat aturan wajib menjalani masa percobaan selama 10 tahun bagi terpidana mati dalam KUHP terbaru merupakan jalan keluar yang diambil buat menengahi antara gagasan pro dan kontra hukuman mati.
"Nah jadi ini menjadi jalan tengah, kita tetap mengatur hukuman mati tapi dalam pelaksanaannya itu diberikan masa percobaan selama 10 tahun," kata Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan (Dirjen PP) Dhahana Putra, usai menghadiri acara Refleksi Akhir Tahun 2022 Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Kampus Poltekip & Poltekim Tangerang, Kamis (15/12/2022), seperti dikutip dari Tribunnews.com.
Dalam pasal itu disebutkan hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memperhatikan dua hal.
Pertama, rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri.
Kedua, peran terdakwa dalam tindak pidana. Kemudian Pasal 100 Ayat (4) menyatakan jika dalam masa percobaan itu terpidana menunjukan sikap terpuji maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan putusan presiden atas pertimbangan Mahkamah Agung (MA).
Dhahana mengungkapkan setelah menjalani masa percobaan 10 tahun, terpidana mati akan diberikan penilaian.
Hal itu menjadi dasar rekomendasi apakah hukuman terpidana akan tetap atau diubah menjadi penjara seumur hidup.
"Setelah 10 tahun itu nanti ada penilaian. Tadi saya sampaikan dari petugas lapas, masyarakat, psikolog juga ya maupun dari instansi lain itu mekanismenya," ujar Dhahana.
Dhahana mengatakan, jika terpidana mati dinilai berkelakuan baik dan berubah, maka Presiden bakal menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) buat mengubah hukuman terpidana itu menjadi penjara seumur hidup.
"Nanti pada saat tim itu melakukan rekomendasi, apakah yang bersangkutan layak atau tidak perubahan pidana. Kalau tidak layak itu akan dieksekusi, dan kalau layak akan dikeluarkan Keppres perubahan dari hukuman mati menjadi seumur hidup," ucap Dhahana.
Sebelumnya, advokat Hotman Paris mempertanyakan ketentuan tentang hukuman mati dalam KUHP baru.
Ia menilai ketentuan pidana hukuman mati yang mesti diberikan dengan masa percobaan 10 tahun rentan disalahgunakan menjadi praktik suap antara narapidana dengan Kepala Lembaga Pemasyarakatan buat mendapatkan surat keterangan kelakuan baik.
Hotman mempertanyakan fungsi putusan pengadilan pada terdakwa hukuman mati, jika hukumannya bisa dikurangi karena berkelakuan baik selama 10 tahun di dalam tahanan. (*)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pidana Mati dengan Masa Percobaan di KUHP Baru Disebut Jadi Jalan Tengah"
Berita lainnya terkait hukuman mati