Pertama, karena tidak adanya capres yang bisa menyentuh angka 60 persen secara elektabilitas.
Baik Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan yang selalu masuk tiga besar dalam survei, sampai saat ini elektabilitas masing-masing tokoh masih di bawah 50 persen.
"Artinya apa, posisi cawapres menjadi penting untuk bisa menjelaskan kepada publik bahwa persoalan cawapres bukan hanya sebatas pelengkap," kata Adi.
"Tetapi menjadi variabel penting menambal kekurangan yang dimiliki setiap kandidat," tambahnya.
Kedua, setiap capres tidak ada yang mencapai 60 persen tentu akan mengkalkulasi betul basis atau argumen apa yang bisa dilengkapi.
Terutama untuk menambal peta politik secara elektabilitas.
Pengamat politik itu mencontohkan Ganjar Pranowo yang secara basis jumlah pemilihnya sangat sedikit di Jawa Barat, Banten dan Sumatera secara umum.
Secara teritorial, bila Ganjar mendapat tiket capres mestinya mencari sosok yang bisa menambal agar bisa mendongkrak elektabilitas.
Begitu pun dengan Prabowo dan Anies yang secara statistik kekurangan elektabilitas di daerah Jawa Timur dan pemilih nahdliyin.
PKS Rasional soal Cawapres Anies
Sementara Juru Bicara PKS, Pipin Sopian menyampaikan, pihaknya sangat rasional dalam hal penentuan cawapres ini, tujuannya supaya target menang di 2024 dapat tercapai.
"Secara rasional kita berhitung," kata Pipin.
Pihaknya sedang memikirkan siapa pasangan yang paling pas buat Anies Baswedan supaya bisa memenangkan pilpres 2024 mendatang.
"Sekali lagi, kami melihat, meneliti, mendengarkan aspirasi dari masyarakat berbagai daerah," tambahnya.
Hitung-hitungan secara rasionalitasnya dimaksud adalah punya elektabilitas yang tinggi mendukung pemenangan, kemudian punya kerentanan politik yang rendah.