Dr Drs H Nadhar Putra MSi | Analis Kebijakan Publik dan ASN Pemkab Pidie
SEBAGIAN publik Aceh yang getol mendiskusikan tingginya angka kemiskinan Aceh mengira bahwa sosok yang bertanggung jawab dalam penanggulangan kemiskinan di Aceh hannyalah gubernur Aceh. Padahal jika dicermati, rilis statistik resmi BPS Aceh yang memublikasikan angka kemiskinan Aceh berada di kisaran 14,75 persen didapat dari rata-rata akumulasi persentase kemiskinan kabupaten dan kota se-Aceh.
Tingginya angka kemiskinan Aceh sesungguhnya lebih dominan disebabkan oleh belum efektifnya kerja-kerja penanggulangan kemiskinan di tingkat kabupaten dan kota se-Aceh. Demikian pula seterusnya bahwa angka kemiskinan kabupaten dan kota juga didapat dari rata-rata persentase kemiskinan kecamatan dan angka kemiskinan kecamatan juga didapat dari rata-rata akumulasi persentase kemiskinan gampong.
Dengan mekanisme penetapan angka kemiskinan seperti ini, sesungguhnya Gubernur Aceh tidak perlu menjadi sosok yang paling tersinggung jika ada individu atau ormas kritis menilik belum efektifnya penanggulangan kemiskinan di Aceh. Para bupati, wali kota, camat dan keuchik gampong yang juga mengelola anggaran publik sah-sah saja didudukkan di kursi terdakwa dan menyediakan berbagai jawaban atas tingginya angka kemiskinan Aceh.
Jadi, jika ada kritik keras terkait kemiskinan Aceh maka kritik tersebut jelas dialamatkan kepada semua pemimpin dan pembantunya di semua tingkatan pemerintahan, baik gubernur, bupati dan wali kota, camat maupun keuchik yang memimpin pemerintahan gampong.
Kemiskinan ekstrem
Kemiskinan ekstrem adalah kondisi ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar yaitu kebutuhan makanan, air minum bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan akses informasi yang tidak hanya terbatas pada pendapatan, tetapi juga akses pada pelayanan sosial.
World Bank mendefinisikan kemiskinan ekstrem sebagai penduduk yang memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tidak lebih dari 1,9 USD atau setara dengan Rp 10.739/orang/hari atau Rp 332.170/orang/bulan. Hingga tahun 2022 angka kemiskinan ekstrem secara nasional adalah 2,14 persen.
Presiden Republik Indonesia telah memberikan arahan untuk upaya penghapusan kemiskinan ekstrem di akhir tahun 2024. Target tersebut lebih cepat 6 tahun dari target yang menjadi komitmen global di dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs) untuk mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk pada tahun 2030.
Untuk mewujudkan target penghapusan kemiskinan ekstrem tersebut telah diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (PPKE) yang berisi penugasan dari presiden kepada para menteri dan para kepala daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing untuk melakukan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dengan memastikan ketepatan sasaran dan integrasi program dengan melibatkan peran serta masyarakat di daerah.
Data statistik yang dirilis BPS pada tahun 2021 mengungkapkan bahwa Kemiskinan Ekstrem Aceh berada pada angka 3,74 persen. Ini artinya 1,6 persen lebih tinggi dari rata-rata angka Kemiskinan Ekstrem Nasional. Daerah dengan angka kemiskinan ekstrem tertinggi adalah Kabupaten Bener Meriah yaitu 10,16 persen, disusul Kabupaten Pidie Jaya 7,26 persen dan selanjutnya Kabupaten Aceh Barat 6,05 persen pada urutan ketiga. Angka kemiskinan ekstrem Aceh 3,74 persen ditargetkan turun pada akhir tahun 2022 menjadi sebesar 2,94 persen. Namun hingga hari ini belum ada publikasi resmi dari pihak BPS atau BPS Aceh tentang progres percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di Aceh.
Empat strategi
Sebagai upaya percepatan penghapusan Kemiskinan Ekstrem Aceh pada tahun 2024 secara tepat sasaran, gubernur Aceh bersama-sama dengan para bupati dan wali kota se-Aceh kiranya dapat menerapkan empat strategi yaitu:
Pertama, Strategi Pengurangan Beban Pengeluaran Masyarakat. Strategi ini dapat dilakukan dengan cara memastikan bahwa setiap keluarga miskin ekstrem memperoleh berbagai bantuan dana segar dari program bantuan langsung tunai atau BLT baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah serta pemerintahan gampong. Cara lainnya adalah memberikan kemudahan-kemudahan bagi masyarakat miskin ekstrem untuk mengakses pusat-pusat pelayanan masyarakat secara gratis, baik layanan kesehatan dan pendidikan serta layanan kesejahteraan sosial lainnya.
Kedua, Strategi Peningkatan Pendapatan Masyarakat. Strategi ini dapat dilakukan dengan membuka lapangan pekerjaan melalui program life skill, pemberdayaan UMKM dan peningkatan Investasi Aceh. Program life skill dilakukan melalui penyelenggaraan pelatihan kompetensi sesuai kebutuhan pasar, pemberdayaan UMKM dilakukan dengan memfasilitasi pemasaran produk serta akses terhadap bantuan permodalan. Sedangkan peningkatan investasi dapat dilakukan dengan upaya promosi potensi-potensi investasi baru dan on going di kawasan-kawasan ekonomi khusus untuk menarik para investor dalam maupun luar negeri. Penciptaan iklim yang kondusif berkaitan dengan kesiapan masyarakat Aceh dalam menerima investor, pelayanan publik yang baik dan transparan serta penetapan pajak yang saling menguntungkan harus lebih maksimal dilakukan. Geliat Investasi ini akan menyerap banyak tenaga kerja dan berpengaruh pada peningkatan pendapatan masyarakat Aceh.
Ketiga, Strategi Menjaga Stabilitas Harga Pangan. Strategi ini sangat penting terutama stabilitas harga pangan strategis yang sangat rentan mempengaruhi inflasi. Program dan kegiatan untuk mendorong masyarakat menanam jenis pangan strategis menjadi kegiatan penting dalam strategi ini sehingga harga di pasaran tetap stabil. Kerja sama distribusi pangan antar kabupaten/kota yang selama ini telah dijalin agar diefektifkan sehingga memberikan kontribusi nyata dalam menjaga stabilitas harga pangan.