SERAMBINEWS.COM, UNGARAN - Hartomo, Kepala Dusun Balekambang, Desa Kandangan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, mengklarifikasi soal tuduhan dirinya dan warga bernama Naryo, meminta uang Rp 1 miliar kepada Jumirah.
Diketahui, Jumirah (63) mengaku diminta mengembalikan uang Rp 1 miliar oleh Kepala Dusun Hartomo dan Naryo usai menerima ganti rugi pengadaan tol Yogya-Bawen. Jumirah menerima uang ganti rugi tol sebesar Rp 4 miliar.
Hartomo mengungkapkan, bahwa dirinyalah yang pertama kali melaporkan adanya kelebihan bayar yang diterima Jumirah terkait penghitungan ukuran pohon.
"Jadi pada 13 Desember 2022 setelah uang ganti diterima warga Kandangan, saya diminta menjadi saksi oleh keluarga Jumirah," jelasnya, Kamis (13/4/2023) di Balai Desa Kandangan.
Dia diminta menjadi saksi karena akan dilakukan pembagian uang kepada keluarga Jumirah.
"Uang yang diterima Rp 4 miliar. Terdiri dari Rp 3 miliar uang lahan dan Rp 1 miliar atau tepatnya Rp 902 juta itu uang tanaman," kata Hartomo.
Saat itu disepakati uang lahan sebesar Rp 3 miliar dibagi untuk tiga keluarga besar Jumirah.
"Tapi yang Rp 1 miliar itu belum dibagikan dan dibawa Jumirah, saya tidak tahu alasannya," paparnya.
"Saat itu, ada keluarga Jumirah yang menyampaikan kalau pohon jati yang ukurannya kecil, tapi kok menerima uangnya banyak. Bahkan paling banyak di Kandangan. Padahal di lahan lain yang pohonnya besar-besar menerimanya tidak sebanyak Jumirah," jelas Hartomo.
Baca juga: Nenek Jumirah Diteror Usai Dapat Uang Ganti Rugi Jalan Tol Rp 4 Miliar, Kepala Dusun Minta Rp 1 M
Karena hal tersebut, Hartomo yang menjadi anggota satgas desa pembangunan jalan tol, berinisiatif melapor ke tim appraisal dan pengadaan tanah.
"Lalu dilakukan pengecekan dan verifikasi ulang, ternyata benar ada kesalahan terkait penggolongan tanaman tersebut. Harusnya tanaman kecil Rp 50.000 tapi dianggap tanaman sedang Rp 400.000, jadi selisih Rp 350.000," paparnya.
Selanjutnya, Hartomo diminta tim untuk melakukan mediasi agar Jumirah bersedia mengembalikan uang kelebihan sebesar Rp 902 juta.
"Pak Naryo ini yang menjadi saksi pengukuran, jadi dia juga dilibatkan karena mengetahui penghitungan yang dilakukan tim," ujarnya.
Hartomo membantah melakukan intimidasi terhadap Jumirah.
"Saya datang dengan niat silaturahmi dan mediasi agar uang kelebiham dikembalikan sesuai amanah dari tim. Tidak benar saya datang menggedor pintu atau minta uang Jumirah," paparnya.
"Bahkan saya ditawari uang Rp 50 juta itu tidak mau, karena tugas saya hanya diminta memediasi agar uang negara dikembalikan. Saya tidak minta sepeser pun," tegas Hartomo.
Sementara Naryo tidak menyangka niatnya menolong Jumirah malah membuat nama baiknya tercemar.
"Saya malah dituduh meminta uang. Padahal saya hanya menjadi saksi dan membujuk agar mau mengembalikan," terangnya.
Menurut Naryo, uang yang diterimanya lebih banyak dari Jumirah.
"Saya juga terima uang tol, pak Kadus juga. Saya hanya ingin menikmati hari tua dengan tenang, malah ada masalah ini," ungkapnya.
Baca juga: Segini Luas Lahan Nenek Jumirah yang Kena Proyek Tol Hingga Dapat Rp4 Miliar, Rp1 M Untuk Pohon Jati
Jumirah: Saya Ditakuti, Kalau Tidak Kembalikan Uang Bisa Dipenjara
Jumirah (63), seorang nenek di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah ditagih uang Rp 1 miliar usai menerima uang ganti rugi tol sebesar Rp 4 miliar.
Warga Dusun Balekambang, Desa Kandangan, Kecamatan Bawen ini menerima uang ganti rugi tol melalui rekening pada Desember 2022.
Namun, Jumirah yang menerima uang Rp 4 miliar, justru diminta mengembalikan Rp 1 miliar karena dianggap ada kelebihan pembayaran.
Diketahui, total luas lahan miliknya yang terkena pembangunan jalan tol sekira 3.500 meter persegi.
Jumirah mengatakan, dirinya tidak mau mengembalikan, karena permintaan tersebut dinilainya tidak jelas.
Atas peristiwa tersebut, Jumirah merasa ketakutan karena diancam akan dipenjara jika tidak mengembalikan uang tersebut.
"Saya malah ketakutan, karena ditakut-takuti kalau tidak mengembalikan nanti bisa dipenjara," ungkap dia, Rabu.
Bahkan, Jumirah sampai mengungsi ke rumah saudara karena didatangi banyak orang.
"Saya lalu mengungsi selama tiga bulan di saudara, takut kalau ada yang datang. Orangnya banyak, pernah 13 orang, 11 orang, pokoknya kalau ada mobil putih datang, saya lari karena takut," kata dia.
Peristiwa tersebut terjadi tak lama setelah Jumirah menerima uang ganti rugi tol sebesar Rp 4 miliar.
Setelah pencairan dana ganti rugi tol tersebut, Jumirah didatangi Kepala Dusun Balekambang Hartomo dan warga bernama Naryo.
"Uang itu Rp 3 miliar untuk lahan dan Rp 1 miliar untuk uang ganti pohon jati," cerita dia.
Dia diminta mengembalikan Rp 1 miliar karena dianggap ada kelebihan pembayaran.
"Mereka meminta uang Rp 1 miliar, katanya karena yang saya terima kelebihan. Uang yang lebih tersebut harus dikembalikan," ujar dia.
Dia mengakui, sejak peristiwa itu hingga saat ini hidupnya tidak tenang.
"Orang-orang pada datang minta uang Rp 1 miliar, alasannya untuk tim karena ada kelebihan bayar. Terus terang saya takut, padahal saya tidak bersalah. Semua hitungan saya manut sama petugas, kok malah sekarang seperti ini," ungkap dia.
Dia pun mengaku sempat menawar dengan membayar Rp 50 juta.
"Tapi jawabnya, kalau hanya segitu ya anggota tim tidak dapat semua. Lha saya ini tidak tahu apa-apa, proses sudah dilalui kok malah seperti saya yang salah," jelas dia,
Jumirah berharap persoalan ini segera selesai dan dirinya melanjutkan hidup dengan tenang.
"Saya ini sudah tua, sekolah juga cuma sampai kelas tiga SD, sekarang malah dikejar-kejar dimintai uang," ujarnya.
Salah perhitungan
Kasus permintaan kelebihan bayar itu pun dipicu kesalahan penghitungan oleh tim appraisal pengadaan jalan tol Yogyakarta-Bawen.
Kepala Desa Kandangan, Paryanto mengatakan, salah perhitungan itu terjadi saat verifikasi tanaman.
"Jadi tanaman pohon jati milik Jumirah itu berukuran kecil, tapi dimasukan ke kategori sedang," jelas dia, Rabu.
Untuk kategori kecil, satu pohon dihargai Rp 50.000 dan pohon sedang Rp 400.000.
"Jadi ada selisih harga Rp 350.000, kalau dikalikan 2.298 pohon dan perhitungan lain, yang diterima sekira Rp 902 juta," kata dia.
Dia mengaku mengetahui kejadian ini pada 26 Januari 2023 saat menerima surat dari PPK Jalan Tol Yogyakarta-Bawen.
"Menginformasikan ada kelebihan tersebut, dan meminta agar ada mediasi sehingga uang kelebihan dikembalikan," ujar dia.
Pada tanggal 5 Februari 2023, seluruh pihak dipanggil untuk mediasi.
"Dari pihak Jumirah yang datang kakak dan penasihat hukumnya. Kita sampaikan soal mediasi dan kelebihan uang tersebut, tapi belum ada titik temu," paparnya.
Jumirah, kata Paryanto, sebelum ada mediasi tersebut mengaku pernah dipanggil ke kantor Desa Kandangan. Padahal dia mengundang hanya saat mediasi.
"Padahal saya tidak pernah mengundang, dasar saya ya pemberitahuan mediasi tersebut. Tapi saya tidak tahu yang mengundang Jumirah pertama kali tersebut," kata dia.
Jumirah tidak salah
Pihaknya menilai Jumirah tidak salah dalam kasus ini.
"Sejak awal dia menerima yang disampaikan tim pengadaan tanah tol tersebut, dia tidak menyangkal dan bahkan cenderung pasif. Jadi dia menerima saja soal nominal yang disampaikan tim," ujar dia.
Sementara terkait Kadus Hartomo dan Naryo, saat dikonfirmasi oleh Paryanto menyangkal pernyataan Jumirah.
"Mereka mendatangi sore hari setelah penerimaan uang itu soal kelebihan bayar, jadi harus dikembalikan," kata dia.
Menurut dia, ada misskomunikasi dalam persoalan ini.
"Kalau semua bisa ditemukan, pasti ada jalan keluar yang baik. Terpenting adalah komunikasi dan cara baik untuk penyelesaian," harapnya.
Baca juga: Zakat Fitrah Anak Lajang Sudah Bekerja atau Dirantau, Siapa Tunaikan? Ini Kata UAS dan Buya Yahya
Baca juga: Bertepatan 23 Ramadhan, Ini Daftar Khatib dan Imam Shalat Jumat di Banda Aceh 14 April 2023
Baca juga: Baku Tembak dengan Teroris Jamaah Islamiyah di Lampung, Satu Anggota Densus 88 Terluka Serius
Kompas.com: Dituding Minta Uang Jumirah Rp 1 Miliar, Kadus Balekambang: Saya Tidak Minta Sepeser Pun