Oleh Muhammad Nur SH*)
PASCA keluar pengumuman pendaftaran calon anggota Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh tanggal 17 April 2023 dengan Nomor 02/Pansel-KIP/Aceh/lV/2023 lalu di berbagai media dan Website resmi DPRA, maka sejak itulah semua orang khususnya warga Aceh yang ingin maju tentu punya cita-cita untuk merebut kursi empuk itu, dengan bayangan di kepala masing masing kandidat mendapatkan gaji yang lumayan, wibawa sebagai panitia pemilu dan fasilitas lainnya dari negara yang hanya bekerja maksimal untuk urusan pemilu dengan komitmennya yang harus ditandatangani pakai materai 10 ribu sebanyak 11 lembar oleh calon KIP Aceh, lalu setelah itu jabatan tetap berlanjut hingga 2028 nanti sambil menunggu pemilu berikutnya.
Bayangkan pertarungan untuk duduk di kursi KIP Aceh tidaklah mudah didapat seseorang warga Negara karena hanya tersedia 7 kursi saja, karena anda mesti melalui berbagai tes resmi, tentu butuh kemampuan luar biasa untuk mengalahkan peserta lain dengan jumlah peserta yang ikut tes mencapai ratusan orang, lalu apakah dicari terbaik atau lebih pada karena nasib seseorang yang sudah digaris sang pencipta Allah SWT.
• 42 Calon Anggota KIP Aceh Lulus Ujian CAT, Ada 3 Orang Tak Hadir
Ingatlah kita hebat karena adanya orang lain, bukan karena kita sendiri yang hebat, dalam pikiran penulis tentu pemenangnya akan dikuasai oleh incumbent dari 23 kab/kota dan Provinsi karena hari harinya dengan urusan Pemilu, lalu bagaimana dengan nasib anak kemaren sore yang ingin mendapatkan kursi empuk itu. Disinilah letak politik dan wibawa tim Pansel bersama Parlementer (DPRA dibawah kendali Komisi I).
Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 tahun 2022 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum tentang Pemilu yang isi menimbangnya lebih difokuskan untuk masalah Papua karena ada masalah umum dan khusus, lalu di Aceh UU No 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh pasal 56, 57, 58, 59, dikenal tentang KIP sedangkan di pasal 60 sudah bicara tentang Panwaslu, sedangkan pasal 73, 89 dan seterusnya sudah berbicara tahapan calon dan sengketa pemilu dengan tetap berpedoman pada UU yang berlaku di Negeri.
• 25 Calon Komisioner KIP Aceh Jaya Ikut Ujian Tulis
Yang jadi masalah adalah ada banyak SE KPU atau dikenal petunjuk teknis lain sudah diatur dalam situasi Covid, sedangkan WHO mengumumkan status Covid sendiri sudah berakhir.
Dalam website JDI KPU RI telah membagi menjadi 6 bagian dokumen penting yang harus atau wajib diketahui oleh pecinta politik tanah air, ada dokumen 22 Undang-Undang, 350 Peraturan, 609 Keputusan, 159 Monografi, 46 Surat Edaran dan surat dinas 125 surat dinas, serta 355 jumlah Putusan putusan Mahkamah Konstitusi RI.
Bayangkan jika pelamar bisa menguasai semua dokumen tersebut di atas sebagai dokumen sunat dan wajib dikuasai kandidat KIP 2023-2028, sungguh kebijakan yang lengkap yang ada di republik ini untuk urusan Pemilu, lalu urusan apalagi yang harus dibuat oleh KIP Aceh sebagai lembaga khusus dan umum yang kerjanya sebagai panitia pemilu.
Ketika syarat dan ketentuan umum dan khusus bagi calon KIP Aceh begitu lengkap dan cakap dalam urusan menyukseskan pemilu 2024 nanti, lalu bagaimana dengan kualitas Balon DPRA, DPRK, Bupati/Walikota hingga Bub/Wagub nanti, apakah tetap dilihat paket C saja atau hanya cukup dengan gagasan bidang sosial pembangunan ekonomi dan pembangunan yang katanya lebih baik, atau hanya basa basi belaka.
Bagi saya melihat satu contoh kecil saja ketika Aceh tidak beda dengan provinsi lain ketika di adu dengan UUPA maka cukuplah sebagai pelajaran bahwasanya jangan lawan orang yang kasih duit untuk pesta dirumah kita, kecuali kita sudah cukup mandiri sebagai wilayah khusus dalam urusan Pemilu, plus kejadian lapor melapor soal Bawaslu RI cukup lengkap kewenangan Aceh yang tak ada ujung.
Di sinilah letak wibawa Aceh dan kemampuan Aceh menunjukan diri pada Pemerintah Pusat tidak untuk dilawan, tapi bersahabatlah dengan pusat dalam urusan minta apapun, karena urusan perpanjangan dana Otsus harus menjadi kerja baru bagi anggota DPRA, Gub/Wagub nantinya beserta jajaran kerjanya dibantu oleh Rakyat Aceh, di sinilah menunjukan bahwa kita tidak bisa kerja sendiri yang sok hebat dengan muka garang sekalipun, karena orang lain membunuh kita melalui senyum yang manis dengan perintah yang sopan. Ingat mantan pejabat Aceh rata rata punya kasus masa lalu yang masih gantung di lembaga penegakan hukum yang belum SP3 secara total.
Tujuh orang komisioner KIP Aceh terpilih nanti menjadi penentu suksesnya Pemilu 2024. Namun catatan pentingnya, kualitas orang-orang yang akan mengisi kursi legislatif dan eksekutif tidak ditentukan oleh bagaimana kualitas tujuh komisioner KIP Aceh, akan tetapi ditentukan oleh kualitas masyarakat Aceh sebagai pemilih.
Kualitas pemilih menentukan kualitas orang yang terpilih. Partai politik peserta pemilu memiliki tanggung jawab untuk memberikan kecerdasan kepada pemilih. Pemilih yang mana, tentunya untuk komunitas masyarakat yang dianggap sebagai basis pemilih partai tertentu, tidak untuk masyarakat umum.
Selain menjalankan tahapan pemilu yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, KIP Aceh juga harus mengambil peran dalam pencerdasan pemilih sehingga menghasilkan pemilu yang jujur dan adil. KIP Aceh memiliki perangkat struktur pelaksana sampai tingkat TPS.
Tinggal bagaimana, komisioner terpilih mampu menggerakkan semua komponen itu untuk ikut andil dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat. Tidak hanya terpaku pada konteks bagaimana cara masyarakat bisa mencoblos pilihan pada kertas suara, suara sah dan suara rusak.
Akan tetapi peran penyelenggara harus mengambil andil secara lebih sehingga momentum pemilu menjadi ruang bagi masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan, bukan justru menjadi fase perpecahan antar pendukung calon.
Sebagai contoh, kemajuan teknologi (media sosial) berdampak serius terhadap semua kalangan masyarakat, termasuk kelompok rentan. Masyarakat rentan cukup mudah termakan isu yang sengaja disebarkan oleh pihak-pihak yang punya kepentingan dalam pemilu. Pada akhirnya, masyarakat tersandera kasus hukum akibat salah konsumsi informasi.
KIP Aceh dengan segala perangkat dan sumber daya yang tersedia, harus mengambil bagian ini. Dengan demikian, masyarakat akan mampu dan mendapatkan pengetahuan cukup sebagai pemilih dan mampu melakukan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan sebagai kontrol publik lima tahun kedepan.
Bagaimana harapan itu semua mampu dilakukan, tentunya dimulai dari proses rekrutmen calon anggota komisioner KIP Aceh yang dilakukan secara transparan dan terbuka dalam setiap tahapan seleksi. Tim Pansel harus tegas menolak beragam intervensi dan kepentingan dalam proses seleksi sehingga nama-nama calon yang akan diserahkan kepada DPRA nanti adalah orangor-orang yang berkualitas dan memenuhi syarat administrasi sebagaimana yang ditetapkan.
Publik harus mengawasi proses seleksi ini, baik pada tahapan seleksi oleh tim pansel, maupun pada tahapan uji kelayakan di DPRA sehingga tujuh kursi emput KIP Aceh diisi oleh orang – orang yang memiliki kualitas cukup.
*) PENULIS adalah Pengamat Lingkungan Hidup, dan Politik Sosial
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca tulisan Kyupi Beungoh lainnya di SINI