Jurnalisme Warga

Serunya Naik Speedboat di Danau Lut Tawar

Editor: mufti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Chairul Bariah SE MM

CHAIRUL BARIAH, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Kebangsaan Indonesia, dan Anggota Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter Bireuen, melaporkan dari Lut Tawar, Takengon

Aceh Tengah merupakan kabupaten yang begitu memesona di Provinsi Aceh. Daerah ini disebut dataran tinggi karena berada di ketinggian antara 200-2.600 meter di atas  permukaan laut (mdpl). Aceh Tengah dikelilingi pegunungan Bukit Barisan sebagai "paku bumi" yang tegak perkasa.

Objek wisata yang ada di dataran tinggi ini di antaranya Danau Laut Tawar, Pantan Terong dengan pemandangannya yang sangat menakjubkan, Gua Loyang Koro (gua cerita legenda Putri Pukes), dan Burni Klinten.

Musim dingin sebagai pertanda musim ikan depik, itu juga memiliki daya tarik tersendiri. Ada pula Gayo Waterpark, wisata pemandian keluarga.  Bagi yang ingin menjajal keberanian arung jeram tersedia fasilitasnya di Lokop Badak, daerah Krueng Peusangan.

Pendeknya, masih banyak lagi tempat wisata di kabupaten sejuk ini. Tak cukup satu hari untuk menyusuri semua lokasi tersebut.

Menuju Kota Takengon melewati jalan yang berliku. Tikungannya hampir berbentuk huruf S, sehingga membutuhkan sopir yang mahir dan teruji. Jika memang ada keraguan lebih baik batalkan saja untuk membawa kendaraan sendiri.

Pastikan kendaraan dalam keadaan prima, periksa sebelum melaju di jalan yang penuh tantangan.
Bireuen ke Takengon hanya menghabiskan waktu 2,5 jam dengan kecepatan rata-rata  80 km. Walaupun sopirnya mahir, tetapi tetap harus berhati-hati karena jalan hanya dapat dilalui untuk dua kendaraan ukuran kecil. Jika berpapasan dengan truk maka salah satu harus mengalah/berhenti.

Ketika tiba di tikungan Enang-Enang kami harus tekan klakson agar tidak berpapasan dengan kendaraan lain. Soalnya di sini sering terjadi kecelakaan karena tikungan tajam dan patah. Bus berbadan lebar dan panjang sulit melewati tikungan ini, harus fokus pada setir, rem, dan gas. Jangan pernah menganggap remeh jalur ini karena nyawa taruhannya.

Kunjungan kami kali ini untuk mengisi liburan ananda tercinta di akhir semester genap tahun ajaran 2022/2023.  Saya dan keluarga telah menyusun beberapa agenda di antaranya, melihat kebun kopi, berziarah dan mengunjungi beberapa tempat wisata di kota dingin Takengon. Fokus utama kami adalah Danau Laut Tawar.

Ada yang memesona dan membuat setiap pengunjung ingin kembali ke danau ini, yakni warna airnya yang biru, berada di tengah-tengah gunung. Sungguh lukisan alam yang asri.

Pada pagi hari di pinggir danau ini kita dapat menyaksikan matahari terbit dengar sinar yang cerah, sore hari melihat sunset/matahari terbenam dengar warna jingga yang luar biasa.

Setengah hari menjalankan agenda keluarga, kami kembali ke tempat tinggal sementara di rumah Reje Paya Tumpi Baru. Rumah ini pernah terendam banjir bandang pada tahun 2021 dan sampai hari ini pintu pagar yang sudah hanyut belum juga diganti. Saat kami tanyakan alasan Reje karena ada lain yang lebih penting, yaitu rumah bagi korban banjir bandang.

Setelah mempersiapkan semua perlengkapan dan bekal makanan kami pun bergegas menuju Danau Laut Tawar dengan rombongan dua mobil. Jalan umum Takengon-Bireuen tidak terlalu ramai pada hari Sabtu itu, tapi biasanya hari Minggu jalan ini padat merayap karena banyak wisatawan yang datang dari berbagai daerah, bahkan dari luar negeri.

Hasil diskusi bersama tempat yang kami tuju adalah Mepar, berada di sisi Danau Lut Tawar, sebelah utara melewati destinasi wisata Gua Putri Pukes. Sepanjang perjalanan pemandangan alamnya begitu memesona, ciptaan Yang Mahakuasa, tiada duanya.

Decak kagum dan rasa syukur atas segala karunia Allah karena kami sudah tiba di lokasi ini. Walaupun saya sudah beberapa kali ke tempat ini, tetapi tidak pernah ada kata bosan.

Setelah menemukan tempat yang cocok untuk berteduh, kami menggelar tikar pas di sisi danau yang airnya terjangkau untuk mencuci tangan dan membasuh kaki.

Kemudian, kami persiapkan hidangan makan siang dengan menu sambal udang dicampur kentang, sayur daun labu jepang tumis, ayam bakar, dan beberapa menu tambahan lainnya. Semua ini membuat rasa lapar tiba-tiba ditambah lagi dengan udara dingin serta embusan angin dari danau. Rasanya kami ingin cepat-cepat menikmatinya.

Suasana yang begitu akrab antara keluarga dan wisatawan lainnya yang duduk bersebelahan membuat momen makan bersama ini penuh makna dan canda tawa. Kegembiraan begitu terpancar dari wajah-wajah mereka.

Saat kami sedang menikmati makan siang, tiba-tiba melintas sebuah speedboat dengan kecepatan tinggi. Di dalamnya ada beberapa penumpang laki-laki dan perempuan. Yang laki-laki hening tak bersuara, tetapi yang perempuan tertawa-tawa dan berteriak-teriak sambil melambaikan tangan.

Spontan saya bertanya pada Idrus, Reje Paya Tumpi Baru yang ikut dalam rombongan kami. "Ada apa dengan mereka?" Ternyata, kata Idrus, itu untuk melawan rasa takut  kaum ibu yang ada dalam speedboat.

"Dengan berteriak-teriak hal ini dapat membuat rasa nyaman," katanya.
Setelah makan selesai, Ani, istri Reje Paya Tumpi Baru, mengajak saya naik untuk mencoba sensasi berkeliling danau naik speedboat. Akhirnya, karena penasaran dan ingin merasakan juga saya putuskan untuk naik, dengan melawan rasa takut.

Sebelum naik kami wajib memasang atribut baju pelampung dan negoisasi harga. Kemudian naik dibantu oleh satu orang pendamping / kernet yang membawa  speedboat. Setelah berdoa, sang nahkoda memutar arah speedboat dan bergerak perlahan sesuai dengan yang kami minta. Namun, hanya beberapa meter ia mulai menambah kecepatan menuju tengah danau dan akhirnya speedboat melaju dengan kecepatan tertinggi, membuat badan terguncang dan terpental-pental dari tempat duduk. Tangan kami nyaris menyentuh air danau, rasa takut semakin menjadi-jadi ketika nahkoda memutar arah melawan arus danau, rasanya seperti melompat-lompat di atas batu, yang lain berteriak-teriak kegirangan, tetapi saya takut dan memohon untuk jangan lama-lama di tengah danau serta jangan jauh dari tempat kami naik tadi.

Bibir pucat, badan kaku, dan pantat terasa sakit sampai ke ubun-ubun ketika terempas-empas dari tempat duduk kayu yang ada di dalam speedboat. Saya hampir tak dapat melawan rasa takut ketika speedboat dengan kecepatan tinggi berbelok-belok  dengan posisi miring dan nyaris menyentuh air danau.

Sejak kecil saya ingin sekali naik speedboat keliling Danau Lut Tawar. Ketika speedboat mulai menari-nari bagaikan ikan lumba-lumba di tengah laut, kami minta untuk berhenti, tetapi nahkoda semakin ngegas dengan kecepatan tinggi, membuat kami semua berteriak, "Jangan ke tengah, ayo kita pulang!"
Akhirnya nakhoda perlahan mengurangi laju speedboat dan berhenti di tempat yang tadi kami berkumpul. Alhamdulillah, kami selamat dan kembali bergabung dengan keluarga tercinta. Naik speedboat dengan kecepatan tinggi di Danau Lut Tawar benar-benar asyik dan seru sensasinya.  

Berita Terkini