Mahkamah berpendapat, pembatasan usia minimal capres-cawapres 40 tahun berpotensi menghalangi anak-anak muda untuk menjadi pemimpin negara.
"Pembatasan usia yang hanya diletakkan pada usia tertentu tanpa dibuka syarat alternatif yang setara merupakan wujud ketidakadilan yang inteloreable dalam kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden," ujar Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah saat membaca putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 di Gedung MK, Jakarta Pusat.
Adapun gugatan ini dimohonkan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru. Dalam gugatannya, pemohon menyinggung sosok Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka.
Pemohon menilai, Gibran merupakan tokoh yang inspiratif. Atas dasar itulah, pemohon berpendapat, sudah sepatutnya Gibran maju dalam kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden.
Namun, kemungkinan tersebut terhalang oleh syarat usia minimal capres-cawapres, lantaran Gibran kini baru berumur 35 tahun.
“Bahwa pemohon tidak bisa membayangkan terjadinya jika sosok yang dikagumi para generasi muda tersebut tidak mendaftarkan pencalonan presiden sedari awal. Hal tersebut sangat inkonstitusional karena sosok wali kota Surakarta tersebut mempunyai potensi yang besar dan bisa dengan pesat memajukan Kota Solo secara pertumbuhan ekonomi,” demikian argumen pemohon.
Baca juga: Dukung Prabowo Sebagai Presiden, Yusril Yakin PBB Bisa Bangkit jadi Partai Besar pada 2024
Pascaputusan MK, Yusril Sebut KPU Harus Konsultasi ke DPR Jika Ingin Ubah PKPU
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait persyaratan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) memiliki konsekuensi terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Peraturan KPU terkait syarat usia capres dan cawapres, kata dia, tidak rontok dengan sendirinya karena putusan MK tersebut.
Menurut Yusril hal tersebut karena MK tidak menguji peraturan KPU melainkan menguji Undang-Undang.
Oleh karena itu KPU harus segera mengubah Peraturan KPU atau PKPU terkait usia capres-cawapres sebagai konsekuensi putusan MK tersebut dan bukan karena diperintahkan oleh MK.
"Tapi ekspresif verbis Undang-Undang mengatakan kalau KPU itu mau membentuk peraturan, termasuk mengubah peraturan dia harus konsultasi dengan DPR. Kalau dia tidak konsultasi dengan DPR, perubahan itu cacat prosedur, bisa dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Itu diuji formil, formilnya tidak memenuhi syarat," kata Yusril dalam sebuah diskusi di kawasan Jakarta Pusat pada Selasa (17/10/2023).
Ia pun mempertanyakan kapan KPU akan berkonsultasi ke DPR mengingat saat ini para anggota DPR sedang reses atau kunjungan ke daerah pemilihan.
Menurut Yusril hal tersebut adalah problem yang sangat serius.
"Sekarang, kapan Pak Hasyim (Ketua KPU) mau datang ke DPR? DPR-nya sedang reses. Apakah dalam waktu tiga hari ini bisa memanggil anggota DPR supaya tidak reses? Bisa kemudian Pak Hasyim kemudian konsultasi terus mengeluarkan peraturan KPU sebelum tanggal 19 dibuka pendaftaran (calon presiden). Ini problem. Saya ngomong ini serius. Sangat sangat serius," kata dia.