Sosok Jimly Asshiddiqie, Anggota Majelis Kehormatan MK yang Pernah Dukung Prabowo di Pilpres
SERAMBINEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) umumkan pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie pun resmi terpilih menjadi salah satu anggota Majelis Kehormatan MK yang dibentuk Senin (23/10/2023) kemarin.
Majelis Kehormatan MK di bentuk atas respon banyaknya laporan masyarakat terhadap dugaan pelanggaran kode etik dan pelanggaran perilaku hakim MK.
Juru Bicara Bidang Perkara MK, Enny Nurbaningsih mengungkapkan formasi Majelis Kehormatan MK telah di sepakati oleh para anggota Majelis Permusyawaratan Hakim.
Majelis Kehormatan MK akan diisi oleh Jimly Asshiddiqie, Prof Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams.
“Dalam rapat pemusyawaratan hakim, kami telah menyepakati bahwa yang menjadi bagian dari MKMK adalah professor Jimly Asshiddiqie, kita tidak perlu meragukan lagi berkaitan dengan kredibilitas beliau”
“Kemudian Prof Bintan Saragih, matan Dewan Etik MK, yang ketiga yaitu Wahiduddin Adams” kata Enny dalam Konferensi Pers Jakarta,di kutip dari Kompas.kom.
Baca juga: Ditanya Apakah Jokowi Lebih Pilih Ganjar atau Prabowo-Gibran, Pengamat: Wong Anaknya, Gimana Lagi
Sesuai dengan ketentuan pasal 27 a UU MK, di mana anggota Majelis Kehormatan MK berasal dari unsur akademisi, tokoh masyarakat dan hakim aktif.
Bintan Saragih mewakili akademisi, Jimly mewakili tokoh masyarakat sekaligus memahami tentang kelembagaan MK, dan Wahiduddin Adams mewakili hakim aktif.
Enny mengatakan Majelis Kehormatan MK dibentuk selain karena banyaknya laporan dari masyarakat, juga berdasarkan perintah UU MK, dengan tugas mengadili jika terjadi persoalan dugaan pelanggaran.
"Majelis Kehormatan MK terbentuk karena memang salah satunya karena perintah dari undang-undang sebagai bagian dari kelembagaan yang dimintakan UU khususnya Pasal 27 (a) untuk memeriksa, termasuk mengadili kalau memang terjadi persoalan yang terkait dugaan pelanggaran, termasuk kalau ada temuan," kata Enny.
Baca juga: Status Gibran di PDIP usai Deklarasi Jadi Cawapres Prabowo, Begini Kata Pengamat
Majelis Kehormatan MK juga akan memeriksa dugaan pelanggaran etik sembilan hakim MK yang memutuskan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait putusan batas usia calon wakil presiden 16 Oktober lalu.
Keputusan MK itu dianggap berat sebelah akibat melancarkan langkah putra pertama Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang usianya baru 36 tahun untuk mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden berdasarkan jabatan Wali Kota Solo.
Kredibilitas Jimly di Pertanyakan
Walau begitu, di bawah payung nama besar Jimly, ada serangkaian insiden yang menggoyahkan integritas dan kredibilitasnya dalam menangani kasus etika ini.
Yansen Dinata, Direktur Eksekutif Institute for Public Virtue Research (IPVR), mengungkapkan bahwa keraguan tersebut muncul sehubungan dengan catatan masa lalu.
Sosok Jimly yang mengindikasikan dukungan terhadap Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, sebagai calon presiden pada bulan Mei 2023 yang lalu.
Prabowo sendiri adalah pasangan Gibran dalam Pilpres 2024 yang akan datang.
"Jimly pernah melakukan pertemuan dengan Prabowo pada permulaan Mei 2023, dan dalam kesempatan itu, Jimly juga secara terbuka mendukung Prabowo untuk Pilpres 2024," ungkap Yansen.
Dilansir dari Kompas.com Jimly juga pernah ikut menghadiri pertemuan antara Prabowo dengan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Wiranto di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Baca juga: Diusung Jadi Bakal Cawapres Prabowo, Polri Terbitkan SKCK untuk Gibran Rakabuming Raka
Jimly mengaku bahwa dirinya sudah mengenal Prabowo cukup lama.
Bahkan, dalam berbagai kesempatan, Prabowo kerap meminta pendapatnya terutama dalam persoalan kebangsaan dan kenegaraan.
Jimly mengaku tidak masuk dalam partai politik, tapi dia mendukung Prabowo di dalam kontestasi nasional 2024.
"Ikut mendukung Prabowo jadi capres," tutur dia.
Sosok Jimly Asshiddiqie
Prof. Dr. H. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H yang lahir pada tanggal 17 Juni 1954 di Kerinci , saat ini sedang menduduki jabatan anggota DPD DKI Jakarta dan Guru besar FHUI.
Ia kerap kali mendapat posisi di lingkungan birokrat mulai dari Staf Ahli Menteri Asisten Wakil Presiden, Penasihat Ahli Mentri dan pernah menjadi Dewan Pertimbangan Presiden pada tahun 2010.
Dalam perancangan UU bidang politik dan hukum Pada 2003, Jimly juga aktif sebagai penasihat Pemerintah dalam penyusunan RUU tentang Mahkamah Konstitusi.
Jimly Asshiddiqie adalah seorang tokoh terkemuka di bidang hukum dan politik Indonesia yang telah memberikan kontribusi dalam pengembangan sistem hukum dan peradilan.
Ia merupakan Sarjana Hukum dari Universitas Padjadjaran, Bandung. Kemudian menyelesaikan Magister Hukum dari Universitas Padjadjaran, Bandung, dan memperoleh Doktor Hukum dari Universitas Padjadjaran, Bandung.
Jimly Asshiddiqie pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia periode 2003-2008.
Ia adalah salah satu pendiri dan anggota pendiri sejumlah organisasi hukum ternama di Indonesia, termasuk Indonesian Center for Law and Policy Studies (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia - PSIK-UI) dan Center for Electoral Reform (CETRO).
Selain itu, Jimly Asshiddiqie juga dikenal sebagai seorang akademisi dan penulis produktif yang telah menerbitkan banyak buku dan makalah ilmiah tentang hukum dan politik.
Jimly Asshiddiqie pernah menerima Bintang Mahaputera Adipradana, penghargaan tertinggi bagi warga negara Indonesia yang telah memberikan kontribusi luar biasa dalam bidang hukum dan politik. (Serambinews.com/Alga Mahate Ara)