Opini

Mawah Solusi Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Aceh

Editor: mufti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Muhammad Nashir, Pegawai Kanwil DJP Aceh, Direktorat Jenderal Pajak

Muhammad Nashir, Pegawai Kanwil DJP Aceh, Direktorat Jenderal Pajak

PROVINSI Aceh saat ini masih dikategorikan sebagai provinsi yang pertumbuhan ekonominya masih rendah di Pulau Sumatera. Aceh sejatinya dikenal berbagai daerah istimewa dan menyimpan berbagai potensi ekonomi namun tidak bisa lepas dari slogan publik yang menyebut bahwa Aceh adalah daerah termiskin di Sumatera.

Dalam upaya mencermati Aceh saat ini, alokasi anggaran daerah (APBA), 70 persen digunakan sebagai belanja pegawai, daya investasinya rendah, lapangan pekerjaan sulit terbuka, sarana prasarana terbatas, hingga soal birokrasi dan regulasi yang belum begitu memicu terhadap upaya percepatan pertumbuhan ekonomi di Aceh.

Posisi pertumbuhan ekonomi di Aceh jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Sumatera dapat dilihat dari hasil hitungan Bank Indonesia BI). BI berpendapat bahwa Aceh mengalami penurunan kinerja lapangan usaha, jasa keuangan, administrasi pemerintahan dan konstruksi. Sementara itu, pendorong utama ekonomi Aceh sejatinya berada dari sisi kinerja lapangan usaha pertambangan dan penggalian, transportasi, pergudangan, jasa kesehatan dan kegiatan sosial.

Peluang percepatan ekonomi Aceh akan selalu terbuka ketika Aceh dapat dikelola dengan baik serta cermat. Sebab potensi ekonomi di Aceh sungguh memungkinkan Aceh cepat berkembang dan melaju cepat. Namun demikian, melalui potret ekonomi Aceh saat ini dapat dijadikan sebagai batu lenting untuk lebih serius dalam menciptakan strategi dan solusi untuk kemajuan Aceh secara berkelanjutan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah masyarakat miskin di Aceh per Maret 2023 mencapai 806,75 ribu jiwa atau 14,45 persen. Artinya, Aceh berada di posisi nomor satu termiskin di Sumatera, dan berada di posisi nomor enam di level nasional.

Demikian pula dengan indeks kemandirian fiskal, Aceh berada di posisi angka 17,8 % . Tidak hanya itu, Aceh juga termasuk daerah yang angka stuntingnya cukup tinggi dengan capaian 33 % .

Tanpa mengangkat faktor dan fakta terkait adanya pelambatan ekonomi di Aceh, ada baiknya untuk fokus melirik potensi ekonomi di Aceh yang kemudian dapat dijadikan sebagai modal untuk mencapai harapan untuk Aceh agar melaju cepat dalam membangun daerah, terutama dari sektor ekonomi.

Sektor ekonomi merupakan salah satu sektor kunci untuk mengurai benang merah permasalahan pembangunan di Aceh, baik itu pembangunan yang bersifat fisik maupun nonfisik.

Dengan lebih dari lima juta jiwa penduduk Aceh saat ini, Aceh memiliki beberapa titik pelabuhan strategis, tidak hanya itu kekayaan alam Aceh yang berlimpah juga telah menjadikan Aceh sebagai lahan empuk bagi usaha pertambangan di Aceh.

Dari sektor produksi batu bara misalnya, pada tahun 2021, Aceh mampu memproduksi batubara sebanyak 610, 38 juta ton, dengan harga rata-rata batu bara acuan adalah $84.9/ton. Jika dilihat dari sektor jumlah PNPB dan pajak yang diterima pemerintah terkait batu bara ini mencapai pada angka Rp 42, 98 triliun.

Berdasarkan data dan fakta yang disampaikan di atas, dengan melihat peluang dari sisi tata kelola pertambangan secara tidak langsung dapat memberi angin segar bagi pemerintah Aceh untuk mampu keluar dari perangkap pelambatan ekonomi. Sehingga Aceh tidak lagi dikenal sebagai daerah termiskin di Sumatera.

Dalam konteks ini pula penulis berupaya memberi pandangan bahwa bagaimana potensi dan kondisi pertambangan di Aceh hari ini dapat dilihat sebagai peluang dalam membangkitkan ekonomi Aceh. Sehingga usaha menciptakan solusi untuk Aceh jauh lebih kuat dari pada tenggelam dengan situasi dan kondisi Aceh saat ini.

Berangkat dari pasal 33 (3) UUD 1945 “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Sejatinya kekayaan alam yang dimiliki Aceh mesti dikuasai oleh pemerintah dengan tujuan untuk memberikan kemakmuran bagi masyarakat Aceh. Saat ini, produksi dan hasil keuntungan dari aktivitas pertambangan di Aceh belum begitu berpihak terhadap sisi kemakmuran masyarakat Aceh.

Halaman
12

Berita Terkini